Jakarta – Industri pembuatan es di Irak menghadapi lonjakan bisnis yang menggairahkan. Pasalnya, di tengah kekurangan suplai air dan listrik, warga Irak harus menghadapi musim panas yang menyengsarakan.
Musim panas di Irak menawarkan suhu yang luar biasa menyengat. Pada siang hari, suhu rata-rata bisa mencapai lebih dari 45 derajat Celcius. Tak heran bila sesuatu yang melibatkan es menjadi pilihan yang sulit ditandingi.
Omar Yousef, pemilik pabrik pembuatan es Al-Ruwad di Mosul, memahami situasi itu dan memanfaatkannya sebagai peluang bisnis.
"Pemadaman listrik di kota memaksa orang untuk membeli es. Kami memperhatikan bahwa dengan naiknya suhu dan terjadinya pemadaman listrik, permintaan es meningkat dan bisnis menjadi lebih baik," jelasnya.
Yousef mengaku bisnisnya mulai meningkat sejak Mei lalu, namun lonjakan signifikan baru terjadi dalam dua bulan terakhir.
“Musim pembuatan es biasanya dimulai pada bulan Mei, atau sekitar akhir bulan itu, dan berlangsung hingga pertengahan atau akhir September. Permintaan es yang tinggi sebagian besar terjadi pada bulan Juni dan Juli karena suhu yang tinggi," imbuhnya.
Sebuah balok es sepanjang satu meter dijual seharga 1.000 dinar (70 sen dolar AS) di pabrik itu, namun harganya bisa melonjak hingga 1.500 dinar (1 dolar AS) bila dibeli lewat truk pedagang di pinggir jalan.
Namun, tingginya harga tidak membuat para pedagang es kekurangan pembeli. Daham Abu Ayham, seorang penjual es, mengatakan, “Tidak tersedia cukup listrik untuk membuat es di rumah. Ditambah lagi masalah suplai air yang tidak memadai ke rumah-rumah. Air yang tersimpan di tangki juga biasanya panas. Oleh karena itu orang terpaksa membeli es."
Permintaan terbesar datang dari pekerja konstruksi dan penduduk desa dari daerah sekitarnya, yang umumnya tidak memiliki lemari es dan yang menghadapi pemadaman listrik yang lebih besar daripada di kawasan perkotaan.
Keutuhan balok-balok es itu sulit dipertahankan menurut Riyadh al-Shahin, seorang warga desa yang kerap membeli es di pabrik Al-Ruwad.
"Kami membeli sekitar 10 balok es untuk desa kami, tetapi hanya setengahnya yang dapat dipertahankan ketika sampai ke desa kami yang lokasinya jauh. Suhu yang tinggi membuat es mudah mencair,” papar Riyadh.
Warga Irak telah menderita kekurangan listrik selama puluhan tahun. Infrastruktur listrik masih buruk karena pengabaian yang disebabkan oleh perang dan sanksi-sanksi perdagangan PBB yang dijatuhkan sewaktu Irak masih di bawah pemerintahan Saddam Hussein.
Miliaran dolar telah dihabiskan untuk memperbaiki jaringan listrik sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003, tetapi hingga kini masih banyak rumah tangga di Irak yang hanya menerima sekitar 12 jam listrik dalam sehari, hampir sama atau kadang-kadang bahkan kurang dari apa yang mereka terima sebelum invasi (ab/uh)/Associated Press/voaindonesia.com. []