Suhardi Alius: Nasionalisme Kuat, Terorisme Terkikis

Mantan Kepala BNPT, Komjen (Purn) Suhardi Alius, mengatakan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Pancasila perkuat nasionalisme.
Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. (Foto:Tagar/Polri)

Jakarta - Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Suhardi Alius mengatakan, bila nasionalisme dan wawasan kebangsaan bangsa Indonesia kembali seperti dulu, otomatis radikalisme berkonotasi negatif serta terorisme akan terkikis.

Untuk itu dibutuhkan, menurutnya, dibutuhkan penguatan nasionalisme dan wawasan kebangsaan harus terus dilakukan untuk mengikis maraknya adu domba dan hoaks demi terciptanya kehidupan kebangsaan yang harmonis serta demokrasi yang santun di Indonesia.

"Ini yang terjadi sekarang. Radikalisme dalam perspektif negatif yang sudah sering saya sampaikan saat menjabat sebagai kepala BNPT. Ada empat indikatornya, yaitu intoleransi, anti Pancasila, anti NKRI dan penyebaran paham takfiri (mengkafirkan orang)," kata Suhardi dilansir Antara, Rabu, 16 Juni 2021.

"Kalau masuk klasifikasi ini harus kita kikis, kita reduksi dan hilangkan. Mari kita sosialisasikan pada anak anak kita, pada generasi kita khususnya generasi muda agar tidak mudah terpapar paham itu, bagaimana kita harus kuatkan nasionalisme dan wawasan kebangsaan,” kata dia.


 Ada empat indikatornya, yaitu intoleransi, anti Pancasila, anti NKRI dan penyebaran paham takfiri (mengkafirkan orang).


Ia mencontohkan implementasi penguatan nasionalisme dan wawasan kebangsaan itu dengan kembali mengadakan upacara bendara setiap hari Senin, dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, pembacaan naskah Pancasila.

"Inilah salah satu yang membuat karakter bangsa dengan baik, kalau tidak dilakukan itu akan hilang. Sekarang generasi muda kita banyak yang tidak hafal Pancasila, lagu Indonesia Raya, itu tidak bisa disalahkan karena kurikulumnya sudah seperti itu. Nah sekarang kita ubah kembali, di mulai dari sekarang sehingga kita bisa melihat hasilnya nanti 5-10 tahun mendatang," kata dia.

Ia mengungkapkan, saat ini generasi muda menjadi sasaran empuk penyebaran paham-paham tersebut, selain masyarakat umum lainnya. 

Faktanya, media sosial sekarang dipenuhi dengan berbagai macam hoaks dan adu domba. Ironisnya, kondisi ini dimanfaatkan kelompok-kelompok radikal intoleran untuk memcah belah masyarakat.

Ia menilai, saat ini budaya saring sebelum sharing generasi muda dan masyarakat sangat rendah karena mereka ‘menelan’ begitu saja berbagai informasi yang masuk karena tidak punya kemampuan memverifikasi dan memfilter pesan-pesan yang masuk. Hal ini dipengaruhi salah satunya adalah tingkat pendidikan masyarakat.

“Kalau yang sudah berpendidikan cukup intelektual kan akan berpikir saat menerima informasi benar atau tidak, tetapi untuk yang golongan menengah ke bawah termasuk yang tidak punya pemahaman itu, hal itu akan dianggap menjadi suatu kebenaran. Ini yang berbahaya, mereka bisa menyebarkan kembali informasi yang diterima yang padahal belum tentu kebenarannya, bisa saja itu berisikan hal terkait radikal terorisme. Ini yang harus kita jaga,” kata dia. []

Berita terkait
Pria Kanada Serang Keluarga Muslim Didakwa Terorisme
Lakukan serangan dengan truk terhadap keluarga Muslim, seorang pria Kanada didakwa terorisme selain dakwaan pembunuhan
Pengamat: Terorisme Ancaman Serius Sektor Pariwisata
Pengamat pariwisata, Taufan Rahmadi mengingatkan kembali pentingnya rasa aman menyiapkan recovery pariwisata nasional pasca pandemi covid-19.
Kampanye BPIP - BNPT Bersinergi Membumikan Pancasila
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Duta Damai Dunia Maya BNPT bersinergi kampanye membumikan Pancasila.
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi