Strategi Prabowo-Sandi Taklukkan Pendukung Jokowi dan Ahokers

Strategi Prabowo-Sandi taklukkan pendukung Jokowi dan Ahokers. “Mereka masuk ke pendukung Jokowi dan Ahok setelah situasinya Jokowi memilih cawapres Ma’ruf Amin,” tutur Chang Haroen.
Bakal capres-cawapres Pilpres 2019, Joko Widodo menyaksikan Ma'ruf Amin menerima dokumen dari Ketua Umum PB IDI Ilham Oetama Marsis seusai menjalani tes kesehatan di RSPAD, Jakarta, Minggu (12/8/2018). (Foto: Ant/Aprillio Akbar)

Jakarta, (Tagar 13/8/2018) - Chang Haroen, seorang Ahokers pendukung Jokowi, mengungkapkan Prabowo-Sandi memiliki strategi tersendiri untuk menggarap pendukung Jokowi-Ahokers terkait Pilpres 2019.

“Mereka masuk ke pendukung Jokowi dan Ahok setelah situasinya Jokowi memilih cawapres Ma’ruf Amin,” tutur Chang Haroen, warga Surabaya, Jawa Timur, Minggu (12/8) malam.

Apa yang akan mereka lakukan untuk menggarap pendukung Jokowi dan Ahokers?

Sudah berlangsung, suara Jokowi-Ahok digiring ke golput.

Caranya?

Pendukung Ahok didorong untuk memilih golput dengan memanfaatkan kekecewaan pendukung Ahok terhadap Jokowi yang memilih Ma’ruf Amin (MA).

Mereka menyusun strategi untuk mengkampanyekan golput sebagai sikap politik yang paling baik saat ini bagi kecebong atau Ahokers agar keunggulan basis Jokowi-MA hilang.

Intinya, kekecewaan Ahokers dan pendukung MMD pada pilihan cawapres Jokowi dimanfaatkan, mereka dipanas-panasi untuk ambil sikap golput sehingga basis suara Jokowi berkurang.

Selain itu?

Mereka ambil suara milenial. Ini yang dikuatirkan, karena cawapres Jokowi nggak bakalan bisa masuk ke kalangan ini. Di samping usia juga nggak luwes kalau ulama berlaku seperti anak muda. Tapi beda kalau seumpamanya Jokowi pilih Mahfud MD atau Moeldoko sebagai cawapresnya, pasti menang.

Tapi kan isu agama bisa dimainkan kalau begitu?

Memang, isu agama dilemparkan lagi, tapi itu isu lama, itu bisa dilokalisir. Sekarang justru ada kesempatan menyerang dengan isu baru di luar comfort zone Jokowi. Ini medan perang yang sama sekali tidak dikuasai Jokowi.

Sebaliknya kalau isu agama dipakai untuk menyerang Sandi-Wowo, (saya sebut Sandi-Wowo karena yang bisa buat perubahan adalah Sandi. Wowo adalah barang lama), seperti Wowo diserang dengan ditanya agamanya apa? Masa pendukung Jokowi seperti itu, meniru cara mereka sebelumnya. Cara ini juga bisa buat orang tidak nyaman yang bisa bikin golput, jika intensitas meningkat.

Medan perang mana yang intinya tidak dikuasai Jokowi?

Ini kalau kondisi sekarang seperti Pilkada DKI, Jokowi seperti Anis-Sandi dulu, dengan cara lama, politik identitas. Sandi-Wowo seperti Ahok-Djarot, lengkap dengan pesta rakyatnya. Cuma waktu itu Anis bisa naik dan turun seperti bunglon. Jokowi nggak seluwes itu. Kegilaan Wowo juga tak dimiliki Jokowi. Itu kelemahan Jokowi.

Lantas, apa yang semestinya dilakukan pendukung Jokowi-Ma’ruf dengan kondisi sekarang?

Hati-hati dengan strategi pemenangan Prabowo-Sandi. Saya dapat bocoran, mereka telah merumuskan strategi pemenangan Sandi-Wowo. Salah satunya disebutkan, tenggelamkan isu ulama dengan mengipas kekecewaan kaum kecebong dan NU pendukung MMD pada figur MA.

Pilihan Sandi sebagai cawapres Prabowo jelas keluar atau menyimpang dari keputusan Ijtima Ulama yang merekomendasi UAS dan Habib Salim Segaf Al-Jufri. Untuk hindari serangan terkait putusan Ijtima ulama maka isu ulama harus ditenggelamkan dan alihkan pada kekecewaan pendukung MMD pada Jokowi.

Selain itu?

Black campaign pada MA agar ketokohannya memudar di massa 212. Lakukan serangan untuk merusak reputasi keulamaan Ma'ruf Amin dengan hanya menyebut Ma'ruf Amin tanpa embel-embel Kyai Haji serta angkat hal-hal negatif tentang Ma'ruf Amin.

Okay, masih ada yang hendak Anda ungkapkan?

Prediksi saya PKS akan hancur di 2019, tapi Jokowi masih bisa kalah. Isu agama tak dipakai lagi, jadi Jokower juga jangan pakai lagi. Biarkan relawan yang bergerak. Tapi relawan harus diberi pengertian jangan semua dilakukan jadi blunder.

Dulu Sandi Uno yang pertama mengusung itu saya. Saya pikir supaya Wowo nggak naik, supaya pilpres lebih soft. Kenyataan banyak yang respons lalu diambil Wowo.

Itu makanya saya serang Wowo, AHY, Anis, cuman Sandi yang nggak saya serang.

Jokowi Lebih Unggul

Adapun pengamat politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi mengatakan, meski kebanyakan suara aspirasi di kalangan bawah sedikit kecewa terhadap pemilihan KH Ma'ruf Amin sebagai cawapres Jokowi dibandingkan Machfud MD, namun Jokowi lebih unggul dibanding Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

"Kalau lihat perkembangan Jokowi masih di atas Prabowo. Meski harus diakui Prabowo memang lebih jeli dalam menentukan pasangan dibanding Jokowi," ujar Airlangga di Surabaya.

Menurut Airlangga, walaupun dianggap salah memilih pasangan, Pilpres 2019 lebih menarik karena masing-masing calon akan lebih menampilkan program-programnya dibanding menampilkan isu lain.

"Isu SARA tergantung bagaimana konstelasi politik. Saya pikir dalam pilpres kali ini isu SARA relatif akan turun," terangnya.

Airlangga menilai, Jokowi mempunyai modal bagus dalam menghadapi Pilpres 2019. Jokowi dengan kinerja yang berhasil membangun proyek pembangunan infrastruktur, terutama di Indonesia timur, menjadi modal politik ketika Pilpres 2019.

"Pertarungan ini jangan hanya terpusat pada capres dan cawapres. Jokowi harus memunculkan strategi baru untuk mendapatkan kembali suara publik yang kecewa terhadap pemilihan KH Ma'ruf Amin," ujarnya.

Program yang bisa dimunculkan adalah menjual program kampanye yang dianggap bisa menyelesaikan masalah ekonomi, social, dan pembangunan yang lebih objektif.

Airlangga mengakui, sosok KH Ma'ruf Amin memang belum menjadi jaminan untuk meraih suara di kalangan Islam. Meski saat ini menjadi Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), namun suara NU tidak semuanya solid.

"Kalau kita lihat meskipun dia dihormati di Kelompok 212, kelompok tersebut belum tentu memilih Jokowi. Pendukung Prabowo sangat kuat. Pemilih Islam konservatif terlanjur memilih Prabowo dan menolak Jokowi. Tapi Jokowi masih di atas Prabowo," imbuhnya.

Pupus Kekuatan Politik Aliran

Sementara Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) Dr Ahmad Atang, MSi berpendapat, keputusan partai koalisi mengusung duet Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah memupuskan ekspektasi kekuatan politik aliran.

"Dengan keputusan partai koalisi tersebut maka duet Prabowo-Sandi telah memupuskan ekpektasi kekuatan politik aliran yang selama ini berada dibarisan ini, yang mengusung ulama sebagai representasi politik santri yang berbasis keumatan," kata Ahmad Atang di Kupang, Jumat.

Ahmad Atang mengemukakan hal itu berkaitan dengan keputusan partai koalisi yang terdiri atas Gerindra, Partai Amanat Nasional dan PKS mengusung Prabowo-Sandi.

Dinamika politik Pilpres 2019 bergerak begitu cepat. Sandi yang tidak diunggulkan untuk mendampingi Prabowo justru menjadi pilihan partai koalisi.

Memilih Sandi, menurut Ahmad Atang, bukan merupakan keputusan yang populer karena secara faktual Sandi belum menunjukkan prestasi yang bisa menjadi "entry poin" sebagai garansi kemenangan.

Dia menyebutkan, selama menjadi Wakil Gubernur DKI mendampingi Anies Baswedan, manuver Sandi cenderung "blunder".

“Sandi juga tidak memiliki pengalaman mengelola pemerintahan, kecuali sebagai pengusaha, dan yang lebih parah adalah sama-sama kader partai Gerindra, walaupun Sandi harus mundur agar tidak disebut pasangan ‘jeruk makan jeruk’,” tutur Ahmad Atang.

Keputusan koalisi mengusung duet Prabowo-Sandi, menurut dia, juga menunjukkan PKS dianggap gagal memperjuangkan kepentingan politik santri, karena duet Prabowo-Sandi memiliki latar belakang Islam abangan.

Fakta ini akan memperlemah gerakan politik simbolik yang dimotori oleh Habib dan kalangan muda Islam milenial.

"Maka pilihan politik mereka adalah merapat ke Prabowo-Sandi hanya menunjukkan eksistensi politik identitas atau mengambil sikap tawakal bahwa perjuangan telah selesai dan hasilnya merupakan keputusan Allah," ucapnya.

Di pihak lain, Jokowi pada "injuri time" memantapkan pilihan cawaspres para figur Kiai Ma'ruf Amin yang sebelumnya beredar kuat figur Mahfud MD.

Jokowi dan partai koalisinya sejak awal memang memiliki visi soal wakil dari kalangan Islam kultural sehingga muncul beberapa figur, termasuk Ma'ruf Amin.

Karena itu, ketika Ma'ruf yang dipilih Jokowi dan partai koalisi, bukan merupakan sesuatu yang luar biasa. Masuknya Ma'ruf dalam kekuasaan diharapkan bisa menjembatani polarisasi politik aliran versus nasionalis.

“Namun, dengan munculnya Sandi maka kerja Ma'ruf lebih mudah ke depannya,” kata mantan pembantu Rektor I UMK ini. []

Berita terkait
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu