Strategi Jokowi di Antara Tantangan Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia butuh pikiran-pikiran cerdik untuk memandang jauh ke depan. Strategi Jokowi di tengah pandemi, di antara tantangan kesehatan dan ekonomi.
Jokowi. (Foto: Facebook/Presiden Joko Widodo)

Tadinya banyak orang menyangka Covid-19 ini hanya jangka pendek. Ditangani sebentar, virusnya kemudian hilang lalu dunia kembali normal. Kita jalan-jalan seperti biasa. Nyatanya enggak begitu. Sampai sekarang vaksin belum ditemukan. Obat yang efektif juga belum ada. Tapi kita tidak bisa terus-terusan dalam kerangkeng seperti sekarang, dengan pembatasan sosial berskala besar misalnya. Kita harus memasuki alam new normal.

Sekarang sedang diperkenalkan new normal. Menjalankan aktivitas seperti biasa tapi dengan protokol kesehatan yang ketat. Intinya kita harus hidup dalam pola perlindungan kesehatan yang meningkat. Makanya dalam era new normal ini kita perlu pakai masker, rajin cuci tangan, jaga jarak.

Tapi siapa yang bisa memastikan kita aman dari ketempelan virus saat beraktivitas kembali nanti? Padahal negara enggak mungkin terus-terusan ada dalam suasana bencana non alam kayak begini. Kehidupan harus kembali normal. Pembangunan harus berjalan lagi. Program pemerintah harus bergulir lagi.

Maksud saya begini, budget negara tidak bisa terus-terusan dihabiskan hanya untuk meng-handle suasana, dan keadaan darurat kayak sekarang.

Sekarang kalau ada pasien Covid-19, semua biaya ditanggung negara. Karena kondisinya keadaan darurat. Terus pertanyaannya begini, bagaimana kalau status bencana non alam yang ada sekarang ini dicabut oleh pemerintah? Sementara kita oleh keadaan dipaksa terus menjalani kehidupan dengan virus di sekeliling kita.

Artinya apa? Artinya risiko kesehatan kita meningkat. Strategi apa yang bisa menjamin kita jadi nyaman hidup dalam era new normal? Menurut saya, itu pentingnya kita punya BPJS. Makanya ketika BPJS keuangannya mengkhawatirkan seperti kemarin-kemarin yang defisit terus-terusan, saya agak takjub juga, Pak Jokowi berani mengambil langkah tidak populer, iurannya dinaikkan. Agar BPJS sehat. Agar keuangannya solid. Dan ujungnya mampu menjadi penopang sistem kesehatan di tengah risiko kesehatan yang meningkat akibat Covid-19 ini.

Artinya, menaikkan iuran BPJS untuk membuat lembaga itu sehat, sebuah langkah antisipatif yang menurut saya berani dan melawan arus, kalau dipikirkan dengan cermat dan jauh ke depan.

Keputusan yang tidak populer itu hanya bisa lahir dari orang yang punya visi yang jauh. Bukan sekadar politisi yang sibuk dengan citra belaka. Itu untuk mengantisipasi masalah kesehatan.

Indonesia memang butuh pikiran-pikiran cerdik untuk memandang jauh ke depan. Kita butuh pemimpin yang melihatnya enggak cuma sebatas kondisi saat ini, tapi melompat dua tiga langkah ke depan. Dan itulah yang kemudian membuat kita merasa nyaman, termasuk dalam kondisi saat ini.

JokowiPresiden Jokowi dan penanganan corona (Foto: Facebook/Presiden Joko Widodo

Bagaimana dengan masalah ekonominya? Kondisi saat ini membuat ekonomi kita babak belur. Banyak PHK. Ini satu lagi, Jokowi mendorong diselesaikannya RUU Payung atau RUU Omnibuslaw yang terdiri dari beberapa bagian. Salah satunya Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. UU ini bertujuan mempermudah orang berinvestasi di Indonesia. Membuat perusahaan, mendirikan pabrik. Memudahkan orang membangun usaha. Baik usaha besar, menengah maupun kecil.

Kalau membuat usaha mudah, enggak ribet, otomatis orang akan senang menanam duitnya di sini, aktivitasnya produktif sehingga membuka lapangan pekerjaan. Tenaga kerja akan terserap. Kesejahteraan meningkat.

Kenapa UU itu perlu dibahas saat pandemi begini? Justru itu pertanyaan penting. Kalau aturannya sudah disiapkan, nanti pasca-pandemi ini, orang yang punya duit kan enggak mau duitnya nganggur. Dia mau cari usaha apa yang bagus, usaha apa yang keren. Bukan cuma di Indonesia, tapi juga orang-prang yang punya duit di seluruh dunia.

Jika aturannya sudah simpel dan tidak memberatkan pengusaha, kan enak, mereka tinggal masuk, mereka membuat usaha, dan ekonomi kita berputar.

Sama seperti kenaikan iuran BPJS, ada juga yang enggak setuju RUU Omnibus dibahas saat pandemi sekarang. Alasan mereka, "Kan kita harus fokus sama corona."

Lha iya, saya setuju kita fokus sama corona, kan yang menangani corona sudah ada, ada tenaga medis, ada tenaga kesehatan, kan mereka sudah menjalankan fungsinya.

Masa DPR, yang politisi dan bukan dokter itu mau ikut-ikutan sibuk menangani corona? Yang mengurus corona ya biarkan saja. Yang harus mengurus UU, ya jalankan fungsinya mengurus UU.

Pekerjaan DPR ini kan bikin undang-undang. Dan RUU Omnibus ini sangat dibutuhkan agar ekonomi Indonesia bisa cepat melesat setelah corona. Hambatan harus dipangkas. Perizinan harus lebih simpel dan mudah. Saya sebenarnya happy.

Dua langkah besar yang didorong Pak Jokowi ini awalnya mengundang kontroversi. Kelihatannya kok enggak pas ya dilahirkan dalam suasana pandemi seperti ini.

Kalau Jokowi hanya memikirkan citra buat politiknya, saya rasa dia tidak akan berani menaikkan iuran BPJS saat kondisi lagi kayak begini. Kalau ia hanya memikirkan citra politiknya, saya rasa dia akan menunda pembahasan RUU Cipta Kerja. Yang tanda kutip sering terjadi kontroversial. Tapi luar biasa. Enggak kayak gitu ternyata. Justru Presiden mengambil peluang saat krisis. Kita berharap setelah krisis ini, kita sudah siap dengan sistem kesehatan yang lebih oke, dan aturan investasi yang lebih simpel dan mudah.

Indonesia memang butuh pikiran-pikiran cerdik untuk memandang jauh ke depan. Kita butuh pemimpin yang melihatnya enggak cuma sebatas kondisi saat ini, tapi melompat dua tiga langkah ke depan. Dan itulah yang kemudian membuat kita merasa nyaman, termasuk dalam kondisi saat ini.

Dan Anda tahu kemampuan kita menangani covid ini memang boleh dibilang di dalam negeri banyak kontroversial kritik dan lain-lain. Tapi coba Anda bandingkan dengan negara lain. Kita enggak jelek-jelek banget. Walaupun enggak bagus-bagus banget. Tapi kita juga jangan pernah berpikir bahwa negeri ini buruk banget.

Kita memang butuh pikiran-pikiran cerdik untuk memandang jauh ke depan. Dan kita sebetulnya harus bersyukur juga di Indonesia. Ketika misalnya ada orang di-PHK, dia tinggal di Indonesia, ketika dia di-PHK kehilangan pekerjaan, dia di rumah bisa bikin lontong, bisa bikin apa saja, dan Anda bisa mencari pendapatan alternatif tanpa harus ribet langsung. Artinya ekonominya enggak mati sama sekali.

Anda bayangkan kalau Anda di Eropa, atau di Amerika. Anda mau jualan makanan mesti ada sertifikat dapur Anda harus higienis. Anda mau jadi tukang ledeng, Anda mesti punya sertifikat ledeng. Anda mau jadi tukang apa pun, Anda mesti punya sertifikat. Jadi ketika Anda di-PHK, Anda kiamat. Sementara di Indonesia, korban PHK masih bisa berjualan masker di pinggir jalan, masih bisa jualan lontong sayur di pinggir jalan.

Artinya saya ingin bilang begini, kita ini bangsa yang cerdas dan kreatif, kita tidak mungkin kalah dengan kondisi yang ada saat ini. Dan pemimpin kita sudah mencontohkan bagaimana dia bisa berpikir dua tiga langkah ke depan.

Saya cuma mengajak kita melihat keadaan dengan pikiran jernih. Kesimpulannya terserah Anda.

*Pegiat Media Sosial

Baca juga:

Berita terkait
Protokol Kesehatan Gojek Sambut New Normal
Prosedur kesehatan Gojek ini mengedepankan aspek kebersihan untuk transportasi GoCar dan GoRide.
Cara Aman Belanja di Supermarket Saat New Normal
Memasuki era new normal, masyarakat diimbau agar tetap menjaga keamanan dan kesehatan saat ingin berbelanja kebutuhan harian di supermarket
Daftar Objek Wisata di Yogyakarta Siap New Normal
Sejumlah destinasi wisata di Yogyakarta siap menghadapi new normal. Berikut daftarnya.
0
Gelar Apresiasi 'Setapak Perubahan Polri', Masyarakat Dukung Polri Agar Lebih Baik Lagi
Sigit menekankan, Polri selalu berkomitmen membuka dan memberikan ruang kepada seluruh elemen masyarakat untuk menyampaikan pendapat.