Status Afi Nihaya Kembali Viral, 'Aku Dulu Tak Suka Pada Katolik, Kristen, Hindu, dan Buddha'

Afi menggugat keyakinan masing-masing orang terhadap kepercayaannya dan karena keyakinan tersebut menganggap 'remeh' kepercayaan atau agama orang lain.
Afi Nihaya Faradisa (Foto: Facebook/afinihaya)

Jakarta, (Tagar 29/11/2017) - Masih ingat Afi Nihaya Faradisa yang tulisannya berjudul 'Warisan' pernah viral dan melambungkan namanya?

Meski sempat dituduh plagiat, namun Afi tak pernah berhenti menulis. Tulisannya selalu viral disukai banyak pembaca.

Terbaru, dalam laman Facebook-nya, Afi dalam akunnya menulis status tentang keyakinan, kenapa agama disebut keyakinan?

Tulisan ini kembali viral dan sudah di-like lebih dari 2.800 kali dan dibagikan lebih dari 370 kali.

Dalam statusnya terbaru, Rabu (29/11), Afi menggugat keyakinan masing-masing orang terhadap kepercayaannya dan seringkali karena keyakinan tersebut menganggap 'remeh' kepercayaan atau agama orang lain.

Pada akhirnya, seperti ditulis Afi, masing-masing orang menganggap konyol agama orang lain.

Lebih lengkapnya, inilah status Afi Nihaya Faradisa:

AKU DULU TIDAK SUKA PADA KATOLIK, KRISTEN, BUDDHA, DAN HINDU.

KETIDAKSUKAANKU BERUJUNG PADA SATU PERTANYAAN: KENAPA AGAMA DISEBUT KEYAKINAN?

Oleh Afi Nihaya Faradisa

(Ini akan jadi tulisan yang saaaangat panjang. Budayakan membaca hingga tuntas sebelum berkomentar)

Aku (tepatnya lingkunganku) dulu menjadikanku sinis, muak, bahkan tidak menyukai agama Katolik/Kristen, umat, dan segala atributnya.

Dulu, bagiku mereka sangat konyol dengan menuhankan manusia yang bisa mati hanya dengan disalib, kemudian mereka menyembah patung orang tersebut yang jelas-jelas cuma patung dan biasa dijual di pasar. Mereka memiliki doktrin trinitas, bagaimana mungkin suatu agama meyakini ada 3 Tuhan? Kata para pemuka agama di lingkunganku, dunia hanya akan damai jika Tuhan itu tunggal, dan tentu saja kami semua menyepakatinya. Lagipula, Tuhan kok dilahirkan?

Selain itu, mereka hanya beribadah sekali dalam seminggu,

Dan hal-hal konyol seperti itu.

Hindu dan Buddha juga sama. Apa mereka tidak bingung mau menyembah Dewa yang mana?

Apa mereka tidak berpikir bahwa Dewa tidak akan menyentuh bunga, buah, dan uang yang mereka persembahkan, dan akan berakhir jadi sampah yang sia-sia saja?

Mereka menyembah Tuhan atau menyembah patung-patung berdupa yang tidak bisa mengabulkan keinginan?

Bukan hanya olehku, itu umum sekali diketahui oleh kami. Bagaimana tidak, para pemuka dan pengajar agama sendiri yang mengatakannya di kelas sekolah maupun di luar sekolah. Dulu, anak-anak sepertiku yang penuh rasa penasaran hampir seragam soal pemikiran, karena memang lingkungan mengondisikan demikian.

Selain agamaku, semua agama itu konyol, sesat, dan semua umatnya masuk neraka.

Yang tidak setuju dengan ini berarti menentang isi kitab suci; satu-satunya firman Tuhan yang masih asli di bumi.

Kitab agamaku lah yang sempurna, tanpa cacat, tanpa cela, dan kitab agama lainnya palsu semua.

Kemudian, setelah aku mulai dewasa dan piknik ke tempat-tempat yang jauh, aku menemui orang yang menganggap konyol agamaku seperti aku menganggap konyol agama lain. Sungguh penistaan! Sebab, agamaku lah satu-satunya agama yang benar di sisi Tuhan.

Bukankah demikian?

Tapi rupanya Tuhan sendiri sungguh tak kooperatif.

Jika agamaku adalah agama yang terbaik bagi manusia, mengapa Dia tidak menyamakan agama kita semua?

Mengapa Tuhan menyiksa orang yang beragama lain di neraka? Padahal tak ada yang bisa terjadi di luar kehendak-Nya. Daun yang jatuh pun sudah Dia atur, apalagi untuk hal sepenting agama seorang manusia.

Mengapa dalam ayat-Nya, Tuhan menyebut bahwa Dia dekat dengan pembuluh nadi semua orang, dan bukan hanya pembuluh nadi orang dari agama kami?

Tuhan, aku heran.

Suatu hari temanku bertanya, mengapa di agamamu, orang beribadah menghadap batu?

Mengapa kamu mengenakan secarik kain di kepalamu itu?

Mengapa kalian memotong hewan setiap tahun?

Mengapa kalian membasuh muka tangan dan kaki, kemudian berjongkok bersujud lalu berdiri lagi lima kali sehari?

Sebelum berambisi menimpali dengan "karena seperti itulah yang benar", aku menelisik diri ini.

Agama ini benar, kata siapa? Kata agamaku. Agamaku benar karena ajaran agamaku sendiri yang mengatakan bahwa ia benar. Bahwa kitab suci, bahwa nabi, bahwa para pemuka agama mengatakan demikian.

Ada lebih dari 4 ribu agama di dunia ini. Semua memegang klaim kebenarannya sendiri-sendiri. Dan sama sepertiku, mereka sama yakinnya. Sama berimannya. Sama-sama beranggapan sedang memeluk kebenaran.

Itulah kenapa agama disebut keyakinan. Kita memeluk agama A karena yakin agama A benar, dan orang lain memeluk agama B karena yakin agama B benar.

Nah, apakah ada bukti kebenaran suatu agama selain berasal dari agama itu sendiri?

Sayangnya, tidak ada.

Sebab acapkali, serangkaian pembuktian dan penelitian dari umat agama X hanya berfungsi menguatkan keyakinan awal yang dari semula sudah ada di sana.

Jika dipaparkan hasil pembuktian, penelitian, pemikiran, atau teori yang berkata sebaliknya, mereka mengelak dengan segala macam cara.

Jaman sekarang, jika ada orang yang tiba-tiba mengaku sebagai nabi, lalu menulis sebuah buku yang diklaim berisi perkataan dari Tuhan, pasti tetap ada saja yang percaya lalu jadi pengikutnya, walaupun kebanyakan cuma menganggap dia gila.

Tapi bagi para pengikutnya, mereka lah yang paling benar.

Apakah itu salah? Tidak! Namanya saja keyakinan. Betapapun konyolnya keyakinan itu di mata kita.

Lagipula, semakin orang yakin dengan agamanya, semakin ia tidak butuh pengakuan bahwa ia benar.

Ia tahu bahwa putih tidak lantas jadi hitam walaupun seluruh dunia menyebutnya hitam. Pendapat orang tidak mengubah apapun.

Ini sama seperti jika orang menjelek-jelekkanku "Dasar gendut", tapi aku tahu aku kurus, aku tidak akan goyah apalagi marah.

Hanya orang berkulit hitam yang tersinggung jika dihina "pantat panci".

Selain itu, mengapa seakan-akan banyak orang yang alergi dengan agama tertentu?

Ketahuilah, orang alergi pada agama X bukan karena agama X itu, tapi karena kelakuan pemeluknya.

Alergi dengan kelakuan mereka yang terus-terusan berkata "Woy, agamaku ini adalah agama damai. Kalau tidak percaya, kubunuh kalian! Kalau tidak percaya agamaku ini agama damai, aku bully kalian! Aku kucilkan kalian!"

Ironi, kan?

Nah, sah-sah saja bagi fans Rhoma Irama meyakini bahwa lagu Rhoma itu lagu yang paling berkualitas di jagat raya.

Tapi, jika mereka lantas memaksakan keyakinannya pada fans Michael Jackson sekaligus merendahkan lagu-lagu raja pop itu, bagaimana?

Tidak hanya sebatas itu saja, mereka memaksakan fans penyanyi lain untuk hidup mengikuti cara hidup Rhoma, mereka menyuruh orang mengukur apa saja dengan berpatokan ke sana.

Itu yang tidak boleh.

Hanya karena Rhoma memakai selendang, yang tidak memakai selendang jangan Anda sesat-sesatkan. Tidak semua berselera jadi fans Rhoma seperti Anda, misalnya.

Jadi, adik-adikku semua,

Jika kalian bertanya kenapa di agama A Tuhan disembah dengan nyanyian, kenapa di agama B laki-laki bebas berpasangan dengan 4 orang, mengapa di agama C orang mempersembahkan buah dan sayuran kepada Tuhan,

maka jangan heran jika beginilah cara pertanyaanmu dijawab oleh orang-orang dewasa:

"Sudah imani saja, jangan banyak tanya!"

Karena, begitulah agama.

Semoga dunia makin damai bagi semua

*) Afi Nihaya Faradisa

Mahasiswi S-1 Psikologi

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

(Fet)

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.