Jakarta - Politikus PDIP Masinton Pasaribu pamer surat perintah penyelidikan (sprinlidik) KPK terkait kasus suap yang menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Bivitri Susanti meminta Masinton diperiksa terkait bocornya sprinlidik apakah berdasarkan tekanan dari PDIP atau tidak.
Bivitri meminta Dewan Pengawas (Dewas) KPK memeriksa anggota Komisi III DPR tersebut sebagai saksi setelah mengaku memegang sprinlidik dalam sebuah acara di salah satu stasiun televisi swasta.
"Berarti Pak Masinton harus dipanggil oleh Dewas (KPK) sebagai saksi untuk membuka kepada Dewas siapa memberikan surat itu. Apakah yang memberikan itu ada tekanan pihak PDIP, atau tidak?" kata Bivitri kepada Tagar, Minggu, 19 Januari 2020.
Lahirnya Dewas justru tidak menunjukkan penguatan pengawasan.
Kepada Ketua Dewas KPK Tumpak Hatarongan Panggabean, Bivitri menegaskan bocornya sprinlidik ini harus diusut tuntas. Pengusutan ini untuk memperjelas mungkin saja ada yang bermain antara anggota partai dengan pegawai KPK terkait dokumen rahasia KPK itu.
"Di mana pun suatu organsisasi, pasti ada sistem, kalau ada yang melakukan kesalahan berarti harus diinvestigasi, dicari siapa yang salah, dan diberikan sanksi. Ini yang harus segera dilakukan KPK supaya hal seperti ini tidak terjadi lagi," kata perempuan yang pernah bekerja sebagai tenaga ahli di Kejaksaan Agung tersebut.
Menurut Bivitri, kasus ini tidak lepas dari upaya sistematis pelemahan KPK melalui terbitnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Pemerintah pusat dan DPR mengklaim, revisi UU KPK ini dapat memperkuat upaya pemberantasan korupsi salah satunya melalui lahirnya dewan pengawas lembaga antirasuah yang dilantik Presiden Jokowi pada 20 Desember 2019.
"Tapi, lahirnya Dewas justru tidak menunjukkan penguatan pengawasan," ujarnya.
Bivitri mengatakan, ruang intervensi pihak luar terhadap KPK setelah UUK hasil revisi disahkan semakin terbuka. Hanya saja dia enggan berspekulasi tentang siapa yang mengintervensi KPK sehingga sprinlidik itu sampai di tangan politikus PDIP.
"Komentar lebih jauh dari itu belum bisa karena belum terang. Kan, begitu banyak kemungkinan," katanya.
Sebelumnya, Masinton memamerkan sprinlidik KPK terkait kasus Wahyu Setiawan dalam sebuah acara di salah satu stasiun televisi swasta pada Selasa malam, 14 Januari 2020. Saat itu, Masinton berbicara terkait ada atau tidaknya sprinlidik menyegel ruangan di DPP PDIP.
Masinton mengklaim, dirinya mendapatkan dokumen rahasia itu dari seorang bernama Novel Yudi Harap pada 14 Januari 2020 sekitar pukul 11.00 WIB. Masinton mengaku, Novel memberikan berkas yang tertutup map itu kepada Masinton di Gedung DPR.
"Pada saat saya buka, map tersebut berisi selembar kertas yang bertuliskan surat perintah penyelidikan KPK dengan nomor 146/01/12/2019, tertanggal 20 Desember 2019 yang ditandatangani Ketua KPK Agus Rahardjo," tutur Masinton.
Padahal, menurut Bivitri, dokumen tersebut tidak boleh beredar ke publik. Bocornya sprinlidik ke luar lingkaran KPK dapat mengganggu proses penagakan hukum terkait kasus yang membelit Wahyu Setiawan dan politikus PDIP Harun Masiku.
"Sprinlidik tidak boleh diberikan kepada sembarangan orang kecuali pihak terkait seperti pihak terperiksa," tuturnya. []
Baca juga: