Sosok Seniman yang Melarang Berwisata di Yogyakarta

Seoarang pelukis di Yogyakarta membentangkan spanduk yang dianggap membuat wisatawan tidak nyaman. Dia pun ditegur. Siapa si pelukis itu?
Rudi saat memperlihatkan tulisan di atas kain warna merah (Foto Tagar/Evi Nur Afiah).

Yogyakarta - “Negara Lagi Berjuang Melawan Covid-19 Anda MALAH BERWISATA! itu namanya EGOIS !!!”. Begitu tulisan karya Rudi Tayan, 50 tahun. Tulisan itu terpampang di depan tokonya di Kampoeng Cyber Yogyakarta. Sebuah ungkapan dari keresahannya terhadap potensi penyebaran Corona di sektor pariwisata di Yogyakarta, khususnya Taman Sari.

Sejak pandemi Corona, Rudi dan sejumlah pedagang yang tinggal di Kampoeng Cyber di Kelurahan Patehan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta mendukung pemerintah untuk mengindahkan pencegahan wabah virus Corona. Para pedangang setempat rela menutup semua tokonya sejak 20 Maret 2020, tepatnya sejak Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berstatus kejadian luar biasa (KLB) Corona.

Si pelukis ini membentangkan spanduk tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap imbauan pemerintah. Memang toko miliknya cukup strategis, karena terbiasa dilalui para wisatawan yang berkunjung ke Taman Sari Yogyakarta untuk membeli oleh-oleh yang disuguhkan warga sekitar. Terlebih lagi lokasi tokonya tak jauh dari wisata bersejarah di Yogyakarta itu.

Namun niat baiknya itu malah membawa dampak yang tidak baik olehnya. Pengelola dan pemandu wisata setempat keberatan dengan tulisan yang dipajang Rudi. Bahkan pelukis ini mengaku mendapat dugaan intimidasi dari pihak terkait.

Pengelola dan pemandu wisata menganggap sepenggal kalimat goresan Rudi, diduga bisa membuat wisatawan tidak nyaman saat berkunjung ke Taman Sari. Rudi mendapat teguran atas perbuatannya itu.

“Saat isu virus Corona gencar diperbincangkan, di saat pemerintah sedang berjuang melawan pandemi ini, di saat semua pasar, mall dan tempat ibadah dan keramaian lainnya tutup, kenapa masih banyak wisatawan yang datang ke sini. Tulisan saya malah diprotes,” kata Rudi kepada wartawan, Selasa, 26 Mei 2020.

Menurut Rudi, karena mendapat protes dari pihak tarkait, tulisan tersebut akhirnya dicopot dan disimpan di rumah. “Maksud dari tulisan itu biar para wisatawan malu dan sadar kalau pandemi ini sedang menghantui seluruh belahan manusia di bumi. Tapi saya malah diprotes dan minta tulisan saya jangan dipajang,” ucapnya.

Rudi mengungkapkan, sejak wabah Corona masuk ke Indonesia, beberapa warga dan pedagang setempat sudah sadar terhadap bahaya virus yang pertama kali muncul di kota Wuhan, Cina tersebut. Demi memutus rantai penyebaran virus Covid-19, para pedagang rela menutup tokonya.

Mereka juga berhatap dengan penutupan toko secara suka rela ini, destinasi wisata Taman Sari sementara tidak dibuka saat pandemi. Alasannya masih banyak wisatawan yang datang ke objek wisata yang dulu sebagai pemandian keluarga Raja Keraton Yogyakarta ini, sementara penyebaran virus Corona tidak bisa terdeteksi.

Warga pun akhirnya menolak kedatangan pengunjung lokal maupun mancanegara. Bentuk ketidaknyamanan itu dengan cara menyadarkan wisatawan melalui tulisan tersebut.

“Pas ada isu korona pun masih ada wisatawan yang ke sini (Taman Sari). Saya sudah tutup jualannya. Walaupun begitu masih ada pengunjung yang datang karena Taman Sari belum tutup. Enggak tahu apa faktornya,” ucapnya.

Rudi mengaku, walaupun keputusan menutup toko bakal melumpuhkan perekonomiannya, namun dirinya merasa lebih takut terhadap tamu luar yang datang ke wilayahnya. Selama ini banyak wisatawan asing, termasuk dari negara epidemi yang berkunjung ke Taman Sari.

Maksud dari tulisan itu biar para wisatawan malu dan sadar kalau pandemi ini sedang menghantui seluruh belahan manusia di bumi.

“Sebenarnya warga ya keberatan kalau ekonominya lumpuh. Walaupun satu dua pengunjung ke sini, warga malah takut. Warga itu sudah sadar mereka gak mau menerima tamu. Semua merasa kehilangan tapi pemandu wisata tetap berharap masih ada tamu,” ucapnya.

Pria berusia 50 tahun ini mengungkapkan, jangan sampai hanya karena Rp 4.500 yang merupakan harga tiket masuk malah membahayakan warga sekitar. Namun lambat laun wisata Taman Sari Yogyakarta sepi pengunjung dan resmi ditutup pada Mei 2020. “Kesannya saya seperti dikucilkan oleh pengelola wisata dan pemandu hanya gara-gara tulisan itu,” ungkapnya.

Sudah dua bulan berlalu, Rudi dan pedagang lainnya menutup toko. Tidak ada pemasukan uang sama sekali dari penjualannya karena nol transaksi. Untuk mencukupi kebutuhannya, Rudi hanya mengandalkan uang tabungan yang dia miliki.

pelukis jogja2Rudi saat memperlihatkan karya lukisnya. (Foto: Tagar/Evi Nur Afiah).

Sementara itu, di momen Lebaran seperti saat ini, biasanya Rudi dapat menjual air mineral sebanyak 3 sampai 4 kardus. Belum lagi minuman rasa dan lukisan yang kerap menjadi daya tarik wisatawan untuk oleh-oleh. Dalam sehari Rudi bisa meraup pundi-pundi rupiah Rp. 700 ribu bahkan lebih.

Kondisi itu berbeda dengan saat ini. Tokonya bak tempat tak berpenghuni, sepi dari aktivitas apa pun. Hanya terlihat tumpukan kanvas-kanvas lukisan serta kuas cat yang lama kelamaan mulai mengeras. Botol-botol minuman yang Rudi jual juga sudah disinggahi debu-debu tipis.

Bahkan masa kaldaluwarsa minuman tersebut akan berakhir pada Juni 2020. Sehingga dirinya rela membagi-bagi minuman secara gratis kepada siapa pun yang menginginkannya.

“Biasanya satu Minggu sebelum Lebaran itu penuh wisatawan. Banyak orang mudik juga apalagi setelah lebaran tambah ramai. Kalau sekarang bisa lihat sendiri semua toko di sini pada tutup enggak ada aktivitas warga di luar dan juga enggak ada pengunjung," ujarnya.

Rudi menceritakan, selama pandemi, tidak banyak kegiatan yang bisa dikerjakan. Sesekali Rudi masih menggambar dan melukis demi menyalurkan bakatnya. Sebagai lulusan seni rupa, dirinya tetap gemar menggambar dan melukis di kanvas maupun di atas kain.

Rudi mengaku selama pandemi belum pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah. Hal itu dikarenakan dirinya tidak tercatat sebagai kalangan kurang mampu. "Saya itu dibilang dari kalangan kurang mampu ya ndak dari kalangan orang kaya juga ndak. Jadi belum menerima bantuan apapun," jelasnya.

Gagal Mendapat Penghasilan Gegara Corona

Rudi mengungkapkan, sebelum ada isu Corona dirinya mendapat order lukisan dari pelanggannya di Jepang. Rencananya empat lukisan yang telah dipesan oleh pelangganya itu akan dibayar pada Maret 2020.

Namun hal itu tidak berjalan dengan baik lantaran pandemi wabah virus Corona langsung menyerang hampir seluruh belahan dunia. Padahal lukisan yang ditaksir seharga Rp 9 juta itu gagal ditebus oleh pembelinya.

Taman Sari Keraton YogyakartaTaman Sari Keraton Yogyakarta, salah satu destinasi wisata bersejarah di Kota Gudeg. (Foto: Tagar/Evi Nur Afiah)

"Pelanggan dari Jepang pesan 4 lukisan. Nanti diambil Maret sekalian main ke Yogyakarta karena sudah biasa ke sini. Tapi ternyata ada isu Corona sehingga gagal diambil, padahal sudah jadi," kata Rudi.

Kata Rudi, selama ini yang menghidupkan kebutuhan dapur adalah usaha jual minuman. Sementara lukisan hanya sebatas pendukung dari usahanya. Namun bila mana lukisan berhasil terjual, bisa menghidupi kebutuhan dapur keluarganya selama satu Minggu. "Usaha jual lukisan memang bukan yang utama. Tapi kalau sudah laku, uangnya bisa buat kebutuhan seminggu kan lumayan," ucapnya.

Harga lukisan juga bervariasi mulai dari Rp 100 ribu sampai jutaan rupiah. Dari lukisan kavas kecil sampai dengan lukisan yang besar. Rudi juga menjual sablon baju yang dilukis langsung di atas kain. "Sesekali masih melukis, istri yang promosi di media sosial. Walaupun bisa dijual online tapi rasanya pembeli enaknya datang langsung ke toko lebih puas," ujarnya.

Usaha jual lukisan memang bukan yang utama.

Sementara itu, salah satu pemandu wisata Taman Sari Bambang mengatakan wisata Taman Sari baru ditutup pada Mei 2020. Walaupun penghasilannya didapat dari pengunjung, namun dirinya sudah tidak lagi membawa wisatawan untuk menggunakan jasanya sebagai pemandu wisata atau tour guide.

Bambang mengaku takut terhadap wabah virus Corona yang saat ini masih menghantui masyarakat. Namun dia mengakui masih banyak juga pemandu wisata menerima tamu wisatawan berkunjung ke Taman Sari. "Taman Sari tutup pada Mei 2020 setelah Gubernur DIY Sri Sultan HB X menerbitkan surat edaran. Sejak saat itu Taman Sari sepi pengunjung dan tidak menerima wisatawan" katanya.

Bambang juga berkomitmen untuk mencegah siapa pun yang datang dari luar khususnya dari Jakarta untuk segera meninggalkan lokasi tersebut. Hal itu dilakukan agar bisa memutus penyebaran virus Corona. "Saya pribadi kalau ada orang dari luar apalagi Jakarta tak suruh keluar dari sini. Kasihan warga kalau ada apa- apa," ungkap Bambang. []

Baca Juga:

Berita terkait
Burger Monalisa Yogyakarta dari Krismon ke Pandemi
Hamburger Monalisa Yogyakarta, kokoh dihantam krismon. Kini ikut terdampak saat pandemi Covid-19.
Di Balik Rengginang Garebeg Sawal Keraton Yogyakarta
Garebeg Sawal Keraton Yogyakarta digelar dengan cara yang berbeda saat pandemi Corona. Namun hal itu tidak mengurangi esensinya.
Masjid Gedhe Keraton Yogyakarta Saat Malam Takbiran
Masjid Gedhe Kauman tetap menyemarakkan malam Idulfitri dengan takbiran di rumah masing-masing.
0
LaNyalla Minta Pemerintah Serius Berantas Pungli
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah serius memberantas pungutan liar (pungli). Simak ulasannya berikut ini.