Smong, Ombak Setinggi Pohon Kelapa

Ombak setinggi pohon kelapa disebut Smong (tsunami) itu menuju daratan, sangat cepat, berjalan menghanyutkan tanah Aceh.
Umat muslim berdoa dengan membaca surat Yassin saat berziarah pada peringatan 14 tahun bencana tsunami Aceh di kuburan massal korban, Desa Siron, Aceh Besar, Aceh, Rabu (26/12/2018). Pada setiap tanggal 26 Desember seluruh kuburan massal dipadati warga dari berbagai suku dan agama untuk mendoakan sekaligus mengenang bencana gempa bumi berkekuatan 9,2 SR yang disusul tsunami pada Minggu 26 Desember 2004. (Foto: Antara/Irwansyah Putra)

Jakarta, (Tagar 27/12/2018) - Tanggal 26 Desember 2004 menjadi hari paling kelabu bagi masyarakat Aceh, khususnya warga yang bermukim di pesisir barat Sumatera. Pukul 07.59 waktu setempat, gempa berkekuatan 9,3 skala richter mengguncang Samudera Hindia di kedalaman 30 km bawah laut, sebelah utara Pulau Simeuleu, dengan lama guncangan kurang lebih 9 menit.

Pusat gempa Samudera Hindia yang berjarak 100 km dari Nanggroe Aceh Darussalam, tercatat sebagai bencana alam terparah yang lahir di awal abad ke-20, dan menorehkan rekor baru sebagai gempa bumi dengan durasi paling panjang yang tercatat dalam sejarah.

Mengutip artikel yang dikeluarkan m.dw.com, dikemukakan bahwa gempa megathrust pada tahun 2004 silam, membenturkan Lempeng Hindia dengan Lempeng Burma yang berakibat dengan bergesernya lapisan bawah bumi sepanjang 15 meter. 

Akibat retakan tersebut, sempat membuat air di tepian pantai Aceh surut. Namun, hanya dalam hitungan menit saja, arus bawah laut yang sangat kuat mendorong kembali air laut ke wilayah daratan. Air pasang yang balik ke wilayah pesisir Aceh membentuk gelombang tsunami setinggi 15 sampai 30 meter, dan menghempas area pemukiman, perkantoran yang padat penduduk di sana.

"Pagi itu, tiba-tiba saja air laut surut jauh ke tengah. Pantai jadi nampak sangat lapang. Hanya sisa air cetek setinggi mata kaki. Waktu itu beberapa warga justru asyik masuk ke tengah laut yang sedang surut. Begitu senangnya mereka, mengambil ikan besar di sana yang tak lagi bisa renang karena kehabisan air. Tapi warga tak sadar, ada ombak setinggi pohon kelapa itu balik lagi menuju daratan. Sangat cepat, Smong (tsunami) berjalan menghanyutkan tanah Aceh," kata Zuraida Zakaria, pegawai Dinkes Banda Aceh.

Tsunami AcehSeorang Biksu memimpin doa pada peringatan 14 tahun bencana gempa dan tsunami Aceh saat berziarah di kuburan massal di Desa Siron, Aceh Besar, Aceh, Rabu (26/12/2018). Pada setiap tanggal 26 Desember seluruh kuburan massal dipadati warga dari berbagai suku dan agama untuk mendoakan sekaligus mengenang bencana gempa bumi berkekuatan 9,2 SR yang disusul tsunami pada Minggu 26 Desember 2004. (Foto: Antara/Irwansyah Putra)

Setelah Smong Datang

Zuraida Zakaria mengisahkan, setelah Smong datang hampir tiap bangunan dan pohon yang dilewati tsunami akan roboh, terdorong arus kuat yang menghanyutkan ribuan manusia beserta harta benda yang tak terhitung lagi jumlahnya.

"Saya berlindung di lantai tiga, alhamdulillah selamat sekeluarga. Namun, keluarga yang di Meulaboh entah ke mana, rumahnya sudah rata dengan tanah, jasadnya pun tak ada hingga kini," tuturnya.

Tsunami Samudera Hindia 14 tahun silam yang melanda Indonesia, Sri Lanka, India, Thailand, Malaysia, Myanmar, Maladewa hingga ke pesisir timur Afrika, merenggut 227.898 orang meninggal dunia di 14 negara yang terkena dampak gulungan ombak mematikan itu (data US Geological Survey).

Sementara 110.229 korban yang wafat adalah warga negara Indonesia yang mayoritas tinggal di wilayah Aceh. Tercatat 12.132 orang hilang, serta 703.518 orang kehilangan tempat tinggal dalam peristiwa tragis ini (data Bappenas).

Ahli geologi menyebut tsunami 2004 sebagai "gempa monster". Guncangan gempa berlangsung lebih lama dari biasanya. Disusul gunungan ombak yang menerjang pantai dengan kecepatan sangat tinggi. Gelombang tsunami Desember 2004 dicatat sebagai bencana alam terparah selama sejarah modern.

"Sebuah peristiwa dengan dimensi tak terbayangkan, ditinjau dari aspek jumlah korban, maupun dari aspek geologis," tulis National Science Foundation (NSF), salah satu lembaga ilmiah paling bergengsi di Amerika Serikat.

Tsunami AcehSejumlah umat muslim bersama warga keturunan Tionghoa melaksanakan doa bersama saat berziarah ke kuburan massal korban gempa dan gelombang tsunami di Desa Suak Indrapuri, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Rabu (26/12/2018). Gempa bumi berkekuatan 9,2 SR dan disusul dengan gelombang tsunami pada Minggu 26 Desember 2004 mengakibatkan 230.000 jiwa meninggal dunia di 13 negara sepanjang Samudera Hindia. (Foto: Antara/Syifa Yulinnas)

Peringatan Dini Tsunami

Tingginya statistik korban tsunami pada tahun 2004 yang menyebar di beberapa lokasi, ditengarai terjadi karena belum ada satupun negara di wilayah Samudera Hindia memiliki alat pendeteksi gempa. 

Maka itu, banyak penduduk di sepanjang garis pantai tidak cukup tanggap untuk mengevakuasi diri. Selain itu, jumlah kunjungan wisatawan di Indonesia, Thailand, Malaysia, India dan Sri Lanka yang memanfaatkan animo libur Natal dan tahun baru makin memperparah lonjakan korban jiwa.

Musibah gempa bumi dan tsunami Aceh 2004, tak hanya merenggut korban tewas, luka-luka, serta hilangnya harta benda dan tempat tinggal semata. Peristiwa tsunami lalu turut menghancurkan 12 daerah kabupaten/kota di Aceh, kerusakan wilayah sepanjang 1.000 km dengan total luas kerusakan mencapai 12.345 km, juga meluluhlantahkan berbagai fasilitas umum. Total ruas jalan yang rusak mencapai 300 km, 120 jembatan rusak berat, 120.000 rumah yang rusak, dan 14 pelabuhan laut tidak berfungsi (Bappenas).

Untuk menggerakkan roda pemerintahan, membangkitkan geliat ekonomi, revitalisasi kawasan pariwisata dan sektor lainnya, diperlukan rekonstruksi infrastruktur di Aceh. Dalam hal ini, banyak relawan dari dalam negeri maupun luar negeri yang sudah mengucurkan dana miliaran rupiah bekerjasama dengan pemerintah Aceh bantu rekonstruksi rumah-rumah, bangunan sekolah, rumah sakit, serta pembangunan infrastruktur fisik dan infrastruktur wilayah.

Bahkan saat ini kabinet kerja Jokowi melalui Proyek Strategis Nasional telah membangun Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda serta membangun tol Trans Sumatera yang kiranya akan tersambung dari ujung Aceh hingga Lampung, demi kelancaran arus distribusi logistik yang pada nantinya akan memperbaiki sektor ekonomi dan pariwisata khususnya di Nanggroe Aceh Darusalam.

Dalam membangun peringatan dini tsunami, Jerman telah menyumbangkan perangkat teknis yang dikenal dengan GITEWS (German Indonesia Tsunami Early Warning System) yang ditempatkan di antara perairan Aceh dan Thailand. Perangkat teknis ini dapat mengontrol tinggi permukaan air laut selama 24 jam, dan ada peringatan otomatis jika terjadi perubahan air laut secara mendadak. []

Berita terkait
0
Komisi VIII DPR Optimis Sentra Kemensos Jadi Multilayanan yang Bisa Penuhi Kebutuhan Masyarakat
Anggota Komisi VIII optimis, transformasi fungsi Sentra Kemensos menjadi multilayanan akan semakin meningkatkan pemenuhan kebutuhan masyarakat.