Jakarta - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet menilai pemerintah perlu mengawasi dengan ketat suatu perusahaan terkait pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini mengingat dalam program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) di Undang-Undang Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan, pemerintah turut bertanggung jawab dengan skema bagi beban pesangon dengan perusahaan.
Mekanisme tripatrit menjadi hal esensial yang patut ditingkatkan untuk menyelesaikan skema dari pesangon.
"Dengan pembagian beban ini, pemerintah akan ikut bertanggung jawab apabila misalnya pemerintah tidak bisa menggejot pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, proses pengawasan yang lebih ketat juga terkait pengawasan PHK oleh suatu perusahaan," kata Yusuf saat dihubungi Tagar, Senin, 12 Oktober 2020.
Sebab, menurut Yusuf, pengusaha akan lebih banyak diuntungkan dari skema bagi beban pesangon dalam program tersebut. "Seperti yang kita tahu siklus bisnis suatu usaha juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pertumbuhan ekonomi yang notabenennya menjadi tanggung jawab pemerintah," ucapnya.
Terkait hal tersebut, kata Yusuf, pengawasan harus dilakukan seperti yang tertuang dalam undang-undang mengenai alasan suatu perusahaan melakukan PHK. Misalnya karena peleburan atau penggabungan perusahaan atau hak atas manfaat pensiun yang harus didalami lagi dari perundang-undangan BPJS.
"Di sisi lain, mekanisme tripatrit menjadi hal esensial yang patut ditingkatkan untuk menyelesaikan skema dari pesangon yang baru ini," ujar Yusuf.
Sebelumnya, dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja yang disahkan oleh DPR RI, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) menjadi salah satu aturan baru. Untuk menjalankan program ini, pemerintah turut menggelontorkan dana paling sedikit Rp 6 triliun yang bersumber dari APBN. []
- Baca Juga: Pesangon di JKP UU Cipta Kerja Harus Sesuai Skala Usaha
- Besaran Pesangon PHK Turun Jadi 25 Kali Upah