Sisa Anggaran 13 Triliun, Bukti Anis Tak Mampu Kelola APBD 2017

Sisa Anggaran 13,16 Triliun, Pemprov DKI Jakarta dinilai tak mampu kelola APBD 2017
Ilustrasi APBD DKI Jakarta. (Tagar/Gilang)

Jakarta, (17/7/2018) - DPRD DKI Jakarta tidak menyetujui laporan pertanggungjawaban Pemprov DKI Jakarta mengenai APBD 2017. Hal itu dikarenakan APBD 2017 yang menyisakan anggaran mencapai 13,16 Triliun dinilai terlalu tinggi. 

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari fraksi Partai Nasdem Bestari Barus menduga sisa anggaran yang terlalu tinggi tersebut ada unsur pembangunan yang mangkrak. Bahkan dia menilai Pemprov DKI Jakarta sudah lalai dalam melakukan pertanggungjawaban dalam setiap program yang telah dirancangkannya.

"Angka 13,16 Triliun  ini terlalu tinggi. Katakanlah ada over pendapatan dari pemasukan pajak dan retribusi itu sekitar 2,2 Triliun. Tapi kan kemudian masih sisa 11 Triliun. Nah 11 Triliun ini kan mengakibatkan ekonomi di tengah masyarakat tidak berjalan? Nah ini kita ingin sebetulnya penundaan ini untuk kemudian membuat detailnya kenapa dan mengapa? Apakah ada unsur kesengajaan atau ada hal-hal lain ketidakpatuhan aparatur, ataukah human eror lainnya," kata Bestari Barus saat dihubungi Tagar, Selasa (17/7).

Pemprov Tidak Mampu

"Pastinya ada pembangunan atau infrastruktur yang gak jalan. Di komisi kami sendiri, komisi D itu, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) bisa 5,1Triliun. Buset ini bagaimana? Apa pertanggung jawaban disini? Ternyata semuanya kebanyakan adalah karena kelalaian dan kealpaan. Di ujung itu kan harus ada pembayaran-pembayaran, pembebasan lahan, dan sebagainya yang tidak dilaksanakan. Itu kenapa?," ucap dia.

Dia mempertanyakan kepada Pemprov DKI Jakarta mengenai jumlah sisa anggaran 11 Triliun yang tidak terbelanjakan itu. "APBD 2017 itu 68 Triliun, yang tidak dapat terbelanjakan 11 Triliun, over pemasukan 2,2 Triliun.  Ternyata dipendapatan itu ada lonjakan melebihi dari pada target 2,2 itu kan baik. Walaupun sebetulnya tidak terencana dengan baik tapi tiba-tiba bisa naik, oke bagus. Sisanya yang sebetulnya tidak terbelanjakan 11 Triliun, ini apa?" ungkapnya.

Dengan semakin tinggi silpa tersebut, kata dia, Pemprov DKI Jakarta terindikasi tidak mampu mengelola  APBD. Namun pihak DPRD DKI Jakarta masih menunggu Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan kejelasan mengenai laporan APBD 2017 DKI Jakarta.

"SILPA yang tinggi itu adalah cerminan ketidakmampuan mengelola APBD untuk mensejahterakan masyarakat. Beda yang di rumah tangga. Kalau di rumah tangga hari ini kita dapat 100 ribu, kita bilang 50 ribu buat belanja, 50 ribu lagi ditabungin. Kalau di pemerintahan  tidak bisa (APBD) harus habiskan, karena itu dikutip dari masyarakat, dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk pembangunan. Jadi semakin tinggi silpa berarti semakin tinggi terindikasi  ketidakmampuan mengelola APBD," tuturnya.

"Kita tunggu beberapa hari kedepan kemudian mereka tampilkan di poin mana mereka ini, baru nanti disampaikan kepada kita. Baru kemudian kita bisa setuju atau mengoreksi kembali," ujarnya.

Adanya ketidakjelasan laporan APBD 2017 dari Pemprov DKI Jakarta, dia mengatakan pihaknya tidak mau dijadikan sebagai lembaga stempel. Untuk itu pihak DPRD sebagai lembaga pengawasan dan penganggaran, meminta kepada Pemprov DKI Jakarta memberi kejelasan dengan detail terhadap laporan APBD 2017.  

"Jadi jangan kita ini dijadikan semacam lembaga stempel bagi para eksekutif ini, kita gak mau itu. Kita mau supaya masyarakat bisa kemudian menilai, kenapa kemudian program-program ini tidak dapat dilaksanakan pada 2017, ketika di ujung itu ada Anis dan Sandi sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur baru, apa penyebabnya? Kami ingin kejelasan dan kami pada fungsi kami sebagai salah satunya sebagai fungsi pengawasan dan pengganggaran. Ini wajib mengetahui supaya ketika ditanyai masyarakat, kita bisa menjawab," ujarnya. 

Evaluasi Siapa Penghambat

Sementara Ketua Komisi C DPRD DKI  dari fraksi Demokrat Santoso menambahkan SILPA yang tinggi dikarenakan kurangnya perencanaan yang ideal dari pihak Pemprov DKI Jakarta. Bahkan dalam pelaksanaan lelang terlihat tidak maksimal.

"Satu mungkin dalam perencanaan kurang ideal. Kedua dalam pelaksanaan lelang juga keliatannya tidak bisa maksimal. Ini terkait juga dengan perencanaan, kemudian lelang ini kan pelaksana SDM nya. Kalau Demokrat mengkritisi supaya SDM yang memperhambat atau tidak dapat melaksanakan kegiatan penyerapan di tahun 2017 supaya gubernur mengevaluasi orang-orang ini," kata Santoso saat dihubungi Tagar, Selasa (17/7).

"Serapan yang terlalu banyak jangan diberikan kepada program penyertaan modal daerah. BUMD tuh dikasih tambahan modal, jangan. Lebih baik kegiatan itu dipergunakan untuk ke depan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama dalam hal tempat tinggal. Pemda beli aja dari SILPA. Beli banyak tanah untuk dibangun rusun di tengah kota," ujarnya.

Namun saat Tagar mencoba menghubungi pihak Pemprov DKI Jakarta untuk menanyakan hal tentang APBD 2017 DKI Jakarta yang menyisakan anggaran 13,16 Triliun tersebut, Pemprov DKI Jakarta tidak memberikan keterangan.

Sebelumnya DPRD DKI Jakarta memutuskan untuk tidak menindaklanjuti laporan pertanggungjawaban APBD 2017 yang diajukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beberapa waktu lalu.

Tidak Benar

Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi menolak untuk menandatangani karena merasa ada kejanggalan dalam laporan yang mencatat sisa anggaran (SILPA) Rp13,1 triliun itu.

“Ini tidak saya tandatangani. Tolong itu dibereskan karena penyerapannya seperti ini. Kok SILPA dibesar-besarkan, permintaan digede-gedein?” kata Prasetio dalam rapat tindak lanjut pembahasan komisi-komisi terhadap Raperda tentang Pertanggung Jawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2017 di Gedung DPRD DKI, Senin (16/7).

Prasetio menilai sisa anggaran yang hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya ini menunjukkan ada masalah di kalangan SKPD.

Ia mencontohkan pembangunan 16 puskesmas dan 93 sekolah yang dibatalkan Pemprov DKI sehingga anggaran yang suda cair dikembalikan lagi.

“Perbaiki dulu, panggil Pak Gubernur, panggil para SKPD. Saya tidak menghambat, tapi sisa anggaran Rp 13,7 triliun ini dua kali lipat dari tahun sebelumnya, tidak benar ini,” lanjutnya. (ron)


Berita terkait