Jakarta - Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia Prof Zubairi Djoerban mengungkap adanya upaya penolakan vaksinasi yang beredar secara luas di media sosial, termasuk WhatsApp Group (WAG).
Ahli Hematologi - Onkologi dari Universitas Indonesia itu menyampaikannya dalam cuitan di akun Twitter miliknya, Kamis, 7 Januari 2021.
Prof Zubairi mengaku prihatin dengan penolakan vaksinasi yang saat ini tengah gencar dikampanyekan pemerintah.
"Prihatin. Baru-baru ini format surat penolakan vaksin Covid-19 beredar di WAG. Surat ini juga mencantumkan landasan hukum yang memungkinkan orang menolak vaksinasi," tulis Prof Zubairi, meski dia tak menautkan surat penolakan dimaksud.
Padahal, menurut dia, vaksinasi merupakan salah satu cara pemerintah dan negara untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 yang sejauh ini belum terkendali.
"Aduh. Padahal vaksinasi salah satu cara memutus rantai penularan. Bukan hendak mendiskriminasi dan intimidasi," sambungnya.
Salah seorang warganet bernama Sandi Sandur lewat akun @Zizoriv kemudian membalas cuitan Prof Zubairi dengan menautkan sebuah foto pemberitaan di salah satu media cetak.
Di situ tertulis, "beredar banyak informasi tentang efek samping Covid-19 yang sudah dijalankan di beberapa negara. Namun tidak semua informasi itu mengandung kebenaran.
Kalau vaksinasi keberhasilannya 90-95 persen. Jadi sangat tinggi kemanfaatannya
Plt Direktur RSUD Dr Moh Saleh sekaligus Jubir Satgas Covid-19 Kota Probolinggo dr Abraar HS Kuddah meminta warga tak mudah menerima informasi seperti itu.
Dalam sebuah jurnal terbitan Inggris misalnya, vaksin Sinovac disebut memberikan efek samping pembesaran alat kelamin.
Lelaki yang sudah disuntuk vaksin buat China tersebut, disebut alat vitalnya memanjang sampai 3 inchi".
Foto pemberitaan koran itu pun dijawab Prof Zubairi dengan menyebut itu hoaks. "Hoaks dan tidak lucu," sahutnya.
Baca juga:
- Vaksin Covid Tak Efektif? Ini Fakta Menurut Praktisi Kesehatan
- Emil Salim Tawarkan Opsi Vaksinasi Sekaligus Tes Covid-19
Kesempatan berbeda, praktisi kesehatan dr Sarmedi Purba menyebut, vaksinasi merupakan perintah undang-undang.
Maka itu, pemerintah daerah dan masyarakat, menurut dia, harus mematuhi peraturan perundang-undangan.
"Saya pribadi ingin mendapat vaksin. Dan saya menganjurkan masyarakat mendapat vaksinasi," katanya, Kamis, 7 Januari 2021.
Karena vaksinasi, sambung dr Sarmedi, hanya bermanfaat secara nasional kalau 70 persen penduduk.
"Itulah yang dalam ilmu kedokteran disebut herd immunity atau kekebalan kelompok," terangnya kemudian.
Apakah vaksin efektif, kata dia, itu telah dibuktikan secara statistik pada manusia. Kalau hasil kekebalan manusia terbukti signifikan, itu layak diterapkan.
"Pengobatan kedokteran saja tidak ada dengan hasil 100 persen. Dengan keberhasilan 40 persen pun ada metode yang dibenarkan. Kalau vaksinasi keberhasilannya 90-95 persen. Jadi sangat tinggi kemanfaatannya," tukasnya.[]