Siapkah Facebook Hadapi Pilpres Amerika Serikat

Facebook jadi alat untuk memanipulasi pilpres Amerika Serikat tahun 2016, banyak kalangan yang bertanya kesiapan Facebook pada Pilpres 2020
Beberapa iklan Facebook yang terkait dengan upaya Rusia untuk mengganggu proses politik Amerika dan memicu ketegangan seputar masalah sosial yang memecah belah, dirilis oleh anggota komite Intelijen DPR AS, difoto di Washington. (Foto: voaindonesia.com/AP)

Jakarta - Sejak agen-agen intelijen Rusia dan kelompok oportunis lain menyalahgunakan platform Facebook untuk berupaya memanipulasi pemilu presiden Amerika tahun 2016, Facebok telah berulangkali menegaskan bahwa pihaknya telah belajar dari kejadian itu dan tidak lagi menjadikan platformnya untuk menyebarluaskan misinformasi, menekan pemilih dan mengganggu jalannya pilpres.

Namun, jalan yang harus ditempuh Facebook masih berliku. Kritikus yang berada di luar perusahaan raksasa itu, atau bahkan sebagian karyawan Facebook sendiri, mengatakan upaya perusahaan itu untuk merevisi aturannya dan memperketat pengamanannya masih belum cukup; meskipun perusahaan itu telah menghabiskan miliaran dolar untuk melakukan hal itu. Para kritikus ini merujuk pada ketikdaksediaan perusahaan mengambil tindakan yang lebih tegas.

“Apakah saya prihatin dengan pilpres? Saya ketakutan!” ujar Roger McNamee, seorang pemodal ventura dan salah seorang dari sedikit investor Facebook yang pertama kali menyampaikan kritik tajam. “Pada skala perusahaan saat ini, jelas ini merupakan bahaya bagi demokrasi dan keamanan nasional,” tegasnya sebagaimana dilaporkan Associated Press.

ceo facebookCEO Facebook, Mark Zuckerberg, bersaksi di sidang House Financial Services Committee di Washington. (Foto: voaindonesia.com/Reuters)

CEO Facebook, Mark Zuckerberg, dengan santai merujuk kemungkinan hasil yang tidak terbayangkan pada pilpres tahu 2016, juga kemungkinan kerusuhan sipil dan kemungkinan sengketa pemilu yang dapat dengan mudah bergulir menjadi lebih buruk, sebagai tantangan-tantangan yang kini dihadapi platform itu.

“Pilpres kali ini tidak akan seperti pilpres biasanya,” tulis Zuckerberg di akun Facebook-nya pada bulan September 2020, dia menggariskan upaya Facebook mendorong warga untuk memberikan suara dan menghapus informasi yang salah di platform itu. “Kita semua bertanggungjawab melindungi demokrasi kita,” tegasnya.

1. Eksekutif Facebook Tak Siap Platformnya Digunakan Untuk Tujuan Jahat

Meskipun demikian selama bertahun-tahun para eksekutif Facebook tampaknya tidak siap ketika platform mereka – yang diciptakan untuk menghubungkan warga dunia – digunakan untuk tujuan-tujuan jahat. Selama bertahun-tahun Zuckerberg telah menyampaikan beragam permohonan maaf, karena tidak seorang pun memperkirakan bahwa orang-orang akan menggunakan Facebook untuk menyiarkan secara langsung pembunuhan dan aksi bunuh diri, memicu pembersihan atau pemusnahan etnis, mempromosikan pengobatan kanker palsu atau memanipulasi hasil pemilu.

Ketika platform lain seperti Twitter dan YouTube juga berupaya keras mengatasi misinformasi dan konten yang penuh kebencian, reaksi Facebook – yang tampil berbeda karena skala dan jangkauan luasnya dibanding banyak platform lain – dinilai lebih lambat; terutama untuk mengidentifikasi tantangan-tantangan yang dihadapi pada tahun 2016.

Facebook mengeluarkan serangkaian permohonan maaf karena kelambatannya mengambil tindakan terhadap ancaman dalam pilpres 2016 dan berjanji akan bertindak lebih baik. “Saya kira mereka jadi pendengar yang lebih baik,” ujar David Kirkpatrick, penulis buku tentang kebangkitan Facebook. “Yang berubah adalah semakin banyak orang yang memberitahu mereka bahwa mereka harus melakukan sesuatu.”

2. Facebook Ambil Langkah

Perusahaan telah mempekerjakan sejumlah orang untuk memeriksa fakta, menambahkan pembatasan dan lebih banyak lagi pembatasan terhadap iklan-iklan politik, juga membekukan ribuan akun, halaman dan kelompok yang dinilai telah terlibat dalam “perilaku tidak otentik yang terkoordinasi.” Ini merupakan terminologi yang digunakan Facebook bagi akun-akun palsu dan kelompok-kelompok yang menarget diskursus politik di negara-negara, mulai dari Albania hingga Zimbabwe.

Facebook juga mulai memberikan peringatan-peringatan tambahan pada pernyataan atau posting yang berisi informasi yang salah tentang pemungutan suara, dan sejak saat itu telah mengambil sejumlah tindakan untuk membatasi sirkulasi pesan-pesan yang menyesatkan.

Dalam beberapa minggu terakhir ini platform itu juga melarang pesan-pesan yang membantah terjadinya holocaust. Facebook bersama Twitter juga membatasi menyebarnya laporan politik yang tidak dapat diverifikasi tentang Hunter Biden, putra calon presiden Partai Demokrat Joe Biden, yang dipublikasikan oleh suratkabar konservatif New York Post.

kantor baru facebookKantor baru Facebook seluas 130.000 kaki persegi, yang menempati tiga lantai teratas gedung Cambridge, 9 Januari 2019. (Foto: voaindonesia.com - AP/Elise Amendola)

Hal-hal ini menempatkan Facebook di posisi yang lebih baik dibanding empat tahun lalu. Namun, tidak berarti ia benar-benar siap. Alih-alih mengetatkan aturan yang melarang, sejumlah milisi garis keras masih menggunakan platform Facebook untuk mengorganisir kelompok. Ini mencakup rencana menculik gubernur Michigan baru-baru ini, yang berhasil digagalkan aparat keamanan.

Empat tahun setelah pilpres terakhir, pendapatan Facebook dan jumlah penggunanya meningkat pesat. Tahun ini sejumlah analis memperkirakan perusahaan itu akan meraih keuntungan 23,2 miliar dolar AS dari pendapatan yang mencapai 80 miliar dolar AS. Saat ini Facebook mengatakan memiliki 2,7 miliar pengguna di seluruh dunia, naik dari 1,8 miliar pengguna pada tahun 2016. ([em/jm)/voaindonesia.com/Associated Press. []

Berita terkait
Pemenang Pilpres Amerika Serikat: Donald Trump atau Biden
Pemilu Amerika Serikat akan dilangsung tanggal 3 November 2020, pemenang bisa saja ditentukan oleh segelintir negara bagian
Biaya Pilpres Amerika Serikat 2020 Capai Rp 164 Triliun
Pemerhati keuangan memperkirakan biaya Pemilu Presiden Amerika Serikat tahun 2020 mencapai Rp 164 triliun
Pilpres di Amerika Serikat Dipastikan 3 November
Kepala Staf Gedung Putih, Mark Meadows memastikan pemilihan presiden (Pilpres) di Amerika Serikat akan dilaksanakan pada 3 November 2020.