Untuk Indonesia

Setiap Generasi Selalu Berkorban untuk Generasi Berikutnya

Judul di atas sebenarnya solusi untuk sebuah kondisi yang lazim disebut dengan istilah "Generasi Sandwich".
Ilustrasi Generasi Roti Isi alias Sandwich Generation. (Foto: Thrive Global)

*Oleh: Didi Sunardi 

Judul di atas sebenarnya solusi untuk sebuah kondisi yang lazim disebut dengan istilah "Generasi Sandwich", yakni sebuah situasi di mana seseorang harus ikut menanggung hidup orang tua dan saudaranya, di samping harus memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Isu ini beberapa waktu lalu ramai diperbincangkan di sosial media terutama di Twitter.

Tak sedikit orang berkonflik dengan keluarganya karena merasa terbebani dengan keadaan itu. Bahkan ada yang merasa bahwa orangtuanya sebagai parasit yang hanya merepotkan hidupnya.

Mereka menganggap apa yang sudah orangtuanya berikan adalah sebagai konsekuensi dan tanggung jawab karena telah melahirkannya, jadi tidak ada alasan untuk memberi balasan untuk apa yang telah orang tuanya berikan.

Pendapat ini jelas bertentangan dengan kelompok orang yang punya keyakinan bahwa kita harus membalas jasa orang tua kita yang sudah membesarkan hingga bisa seperti sekarang ini.

Mereka memakai sudut pandang agama yang menempatkan orang tua di posisi begitu terhormat, bahkan meyakini bahwa "ridho Tuhan tergantung ridho orang tua". Maka, menuruti atau membantu orang tua termasuk dalam melaksanakan perintah Tuhannya.

Meskipun mengakui bahwa membesarkan anak yang dilahirkan merupakan tanggung jawab orang tua, tapi kewajiban itu tidak lantas dianggap sesuatu yang tidak perlu ada timbal baliknya. Mereka tetap menganggap bahwa tanggung jawab itu adalah sebuah kebaikan yang harus dibalas dengan kebaikan.

Kelompok pertama menganggap bahwa melahirkan itu mutlak keinginan orang tua yang harus dipertanggungjawabkan dengan membiayai sampai mereka mampu hidup sendiri, lalu setelah itu orang tua tidak punya hak apa-apa dari anak tersebut, karena mereka merasa memiliki hak penuh untuk menentukan hidupnya sendiri tanpa ada beban dan aturan lagi oleh orang tua.

Sementara kelompok kedua yang melihat dari sudut pandang agama, menganggap bahwa melahirkan adalah sebuah pengorbanan, yang mungkin karena itu lah mereka berkeyakinan bahwa betapa pun berbaktinya seorang anak, tidak akan mampu membalas jasa orang tua.

Lalu apa hubungannya dengan judul di atas?

Ini adalah sudut pandang berbeda dari pemikiran kedua kelompok tersebut. Saya tidak mau ikut kelompok pertama karena agak bertentangan dengan keyakinan saya, tapi saya juga tidak sepenuhnya setuju pada kelompok kedua karena cenderung pasrah dengan keadaan karena agak mengabaikan kepentingan pribadi dan mungkin berdampak juga kepada keturunannya nanti.

Jadi sebagai generasi yang ingin mengubah suatu keadaan ke keadaan yang lebih baik, maka kitalah yang harus berkorban untuk mengubahnya tanpa harus mengorbankan generasi awal atau generasi ke depannya.

Seperti pada judul "Setiap Generasi Selalu Berkorban untuk Generasi Berikutnya". Para pejuang berkorban untuk kemerdekaan generasi berikutnya, ilmuwan menghabiskan waktunya untuk sebuah penemuan yang bisa dinikmati oleh generasi berikutnya.

Yang harus kita pahami bahwa semua yang berkorban itu, mengorbankan hidupnya sendiri tanpa mengorbankan yang lain. 

Dalam hal peperangan, sepenting-pentingnya kemerdekaan untuk generasi nanti, tetapi tidak mengobankan yang tidak berdaya.

Di jaman peperangan, orang tua yang sudah udzur dan anak-anak tidak diajak perang. Mereka membiarkan orang tua menikmati sisa hidupnya dengan tenang, mereka juga menjaga anaknya tidak sampai jadi korban perang agar bisa menikmati kemerdekaan.

Sekarang yang kita hadapi bukanlah penjajah, tapi kesulitan ekonomi yang mengharuskan kita membantu keluarga. Sama halnya melawan penjajah, kita lah yang harus berkorban tanpa harus mengorbankan orang tua yang sudah tidak berdaya dengan tidak membantu ekonominya.

Tidak juga mengorbankan keturunan kita untuk terus di lingkaran Generasi Sandwich. Jadi kita yang harus berjuang dua kali lipat untuk bekerja keras.

Susah.... Memang susah.

Generasi di era penjajahan juga kurang susah apa?

Mereka harus berkorban nyawa dengan tidak melibakan orang tua yang sudah tidak berdaya dan anak-anak.

Akhir kata, mari kita berjuang untuk generasi masa depan tanpa harus mengorbankan yang tidak berdaya. []

Didi Sunardi

Komika Stand Up Comedy, Aktor, dan Pegiat Media Sosial

(20 Desember 2020)

Berita terkait
Gaya Hidup Wah Jaksa Pinangki
Jaksa Pinangki menggunakan uang dari buron Djoko Tjandra untuk memenuhi gaya hidup mewahnya. Tidak pantas menjadi jaksa.
Benarkah Orang Yahudi Sangat Menjengkelkan?
Orang Yahudi dianggap sangat menjengkelkan. Banyak dari kita menganggap bahwa Yahudi yang menjengkelkan itu tidak akan berubah sampai akhir zaman.
Anggota TNI dan Polri Dipecat Karena Perilaku Seksual
TNI dan Polri memecat anggotanya yang terlibat dalam hubungan seksual sesama jenis, tapi itu adalah perilaku seksual bukan orientasi seksual
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.