Seribu Gempa Susulan di Lombok

Seribu gempa susulan di Lombok, tepatnya 1.005 gempa susulan terjadi di Lombok.
Seribu Gempa Susulan di Lombok | Tiga orang melintas di areal parkir ruang tunggu yang retak akibat gempa, di Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur, NTB, Senin (20/8/2018). Retakan areal parkir sedalam sekitar 1 meter tersebut akibat gempa bumi berkekuatan 7 Skala Richter yang mengguncang Lombok pada Minggu malam pukul 22.56 Wita. (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)

Jakarta, (Tagar 22/8/2018) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan sebanyak 1.005 gempa susulan terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat hingga pukul 09.00 Wib pada Selasa (21/8).

"Dari gempa 7 SR sampai dengan kejadian dari gempa 6,9 SR pada 19 Agustus 2018 malam itu, ada susulan 825 kali gempa," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam Konferensi Pers Update Penanganan Dampak Gempa Nusa Tenggara Barat, di Jakarta, Selasa mengutip Antara.

Kemudian tanggal 19 Agustus siang terjadi gempa 6,5 SR yang selanjutnya rentetan gempa-gempa tadi memicu gempa baru yang terjadi pada tanggal 19 Agustus malam kemudian diikuti gempa susulan sampai pagi hari ini ada 180 gempa susulan, tambahnya.

Lombok juga telah dilanda sejumlah gempa berkekuatan besar. Sejak dilanda gempa awal berkekuatan sebesar 6,4 Skala Richter (SR) pada Minggu (29/7), Lombok diguncang kembali dengan gempa yang lebih kuat yakni berkekuatan 7 SR pada Minggu (5/8).

Selanjutnya, di antara gempa-gempa susulan yang terjadi, ada gempa berkekuatan 6,5 SR terjadi di Lombok pada Minggu siang (19/8), dan gempa 6,9 SR pada Minggu malam (19/8).

"Ini namanya adalah gempa-gempa kembar. Dan adanya guncangan rentetan-rentetan gempa yang berada di Lombok bagian barat telah menyebabkan akhirnya reruntuhan, adanya rekahan-rekahan sehingga memicu di bagian timurnya dan ini akan terus berlangsung terjadinya gempa susulan," jelasnya.

Dari kejadian gempa-gempa tersebut, BNPB mencatat korban meninggal akibat gempa bumi Lombok, hingga saat ini mencapai 515 jiwa dan 431.416 jiwa mengungsi.

"Jumlah korban meninggal sampai hari ini tercatat 515 orang, sedangkan luka-luka totalnya 7.145 orang," ujarnya.

Bencana Nasional?

Mengenai perlu tidaknya status bencana nasional pada gempa Lombok, Sutopo mengatakan status bencana nasional menunjukkan kelemahan negara dalam penanggulangan bencana.

"Tidak banyak negara di dunia ini, jarang di dunia ketika negara terkena bencana yang akhirnya mau menetapkan status bencana nasional karena itu menunjukkan kelemahan dari negara tersebut," katanya.

Sutopo mengatakan, Indonesia merupakan negara yang kuat dan mampu menangani bencana gempa bumi yang ada di Lombok sehingga tidak perlu adanya penetapan bencana di Lombok sebagai bencana nasional.

"Kita ingin menunjukkan bahwa kita sanggup mengatasi bencana yang ada di Lombok. Potensi nasional masih sanggup, yang kita tegakkan bahwa Indonesia adalah negara yang kuat, negara yang tangguh menghadapi bencana. Perkara nanti bantuannya penuh dari pusat tidak apa-apa, kita tegakkan tetap keberfungsian pemerintah daerah," ujarnya.

Status bencana nasional juga dapat menjadi masalah kedaulatan negara. Jika ditetapkan sebagai bencana nasional, dia mengatakan dunia internasional dapat memandang Indonesia tidak mampu menangani bencana.

Padahal, Indonesia sendiri pernah meraih penghargaan Global Champion for Disaster Risk Reduction dari Badan Perserikatan Bangsa Bangsa karena Indonesia mampu menekan risiko penanganan bencana alam sendiri.

Apalagi negara lain juga belajar dari pengalaman Indonesia menanggulangi bencana.

"Kalau dinyatakan status bencana nasional pasti juga ada banyak desakan internasional untuk mengirim bantuan ke Indonesia. Tapi bantuan internasional bisa masuk atau tidak tergantung dari 'declare' (pernyataan) dari presiden," ujarnya.

Dia mengatakan, sekalipun pemerintah daerah Lombok Timur dan Barat menyatakan tidak sanggup, tapi Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat sendiri menyatakan mampu. Ini harus dihormati dan dipahami bahwa daerah sendiri mampu menangani bencana, tentu dengan didukung dan diperkuat oleh pemerintah pusat.

"Status bencana nasional tidak diperlukan. Kenapa? skala penanganannya saat ini adalah sudah skala nasional," tegasnya.

Di dalam UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, kepala daerah adalah penanggung jawab utama penyelenggaraan penanggulangan bencana baik pra bencana, tanggap darurat pasca bencana.

"Pemerintah pusat mendampingi dan memperkuat daerah yang terkena bencana," tuturnya.

Sutopo menuturkan, kendala yang dihadapi di lapangan pascagempa bumi Lombok adalah keterbatasan jumlah terpal karena kebutuhan semakin banyak karena banyak warga mengungsi mandiri, tidak adanya alat pemotong besi di sejumlah penggunaan alat berat, jalur komunikasi belum normal dan belum pulihnya jaringan listrik di beberapa tempat.

Namun demikian, pemerintah terus berupaya menanggulangi bencana gempa di Lombok dan melakukan pemulihan. Bantuan demi bantuan terus mengalir dan didistribusikan. Rehabilitasi rumah warga yang mengalami kerusakan juga akan segera dilakukan.

Dalam peraturan perundang-undangan, status bencana didasarkan pada lima variabel, yaitu jumlah korban, kerugian, kerusakan sarana, cakupan luas wilayah, dan dampak sosial ekonomi.

Namun, Sutopo menuturkan ada satu indikator yang sulit diukur yakni kondisi pemerintah setempat baik keberadaan maupun fungsi apakah pemerintah daerah 'collapse' atau masih ada.

Pada kenyataannya, pemerintah daerah setempat tidak lumpuh total dan menyatakan sanggup menangani bencana ini seperti yang disampaikan gubernur Nusa Tenggara Barat. Dan penanggulangan bencana, pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa bumi di Lombok tentu juga menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. []

Berita terkait
0
Jokowi - Prabowo Berdampingan Salat Iduladha, Pesan Apa yang Ingin Disampaikan
Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berdampingan salat Iduladha di Masjid Istiqlal. Pesan apa yang ingin disampaikan Jokowi.