Sepeda Rakitan Seharga Motor Vario Baru di Semarang

Tak enak hati dipinjami sepeda, warga Semarang merakit sendiri sepeda MTB. Setelah jadi ternyata biayanya setara dengan Vario 150 keluaran terbaru.
Goweser Semarang, Krisnaji Satriawan atau Aji, saat menjajal lintasan alam dengan sepeda MTB rakitannya. Butuh perjuangan untuk merakit sepeda, menghabiskan uang setara dengan motor Vario baru. (Foto: Dok Pribadi Aji)

Semarang - Demi hobi, seorang goweser di Semarang rela merogeh kocek dalam untuk merakit sepeda. Sepeda gunung atau mountain bike (MTB) rakitannya setara dengan harga Honda Vario 150 keluaran terbaru.   

Berawal dari meminjam sepeda milik rekannya, pada sekitar tahun 2009, membuat Krisnaji Satriawan, 40 tahun, ketagihan untuk gowes. Ketimbang tak enak hati keterusan pinjam sepeda, warga Sampangan, Semarang ini akhirnya memutuskan untuk merakit sendiri sepeda impian. 

Sepeda yang dirakit miliknya tersebut adalah jenis sepeda gunung atau biasa dikenal dengan sebutan MTB. Jenis yang dipilihnya memang berbeda dari jenis sepeda lainnya, seperti sepeda lipat (seli), dan sport jalan raya. 

Bukan tanpa alasan jika Aji lebih memilih MTB. Pasalnya, bagi dia dibandingkan jenis sepeda lain, MTB dengan ragam rutenya lebih menantang. Dengan MTB ia bisa blusukan melintasi alam dengan medan yang berat sekalipun. Sekaligus menyalurkan jiwa petualangannya.

"Kebetulan sejak remaja memang suka menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan. Jadi sekalian memadukan hal yang disukai dengan menjaga kesehatan," ujar dia saat ditemui Tagar di kediamannya, Selasa, 7 Juli 2020.  

Butuh waktu lama, sekitar setahun, untuk merakit hingga sepeda idamannya jadi utuh dan bisa digunakan. Profesinya sebagai jurnalis, menjadi salah satu faktor yang membuatnya tidak bisa intens untuk meluangkan waktu demi membeli satu per satu spare part yang dibutuhkan. Apalagi harga onderdil MTB jauh lebih mahal ketimbang sepeda jalan raya.  

"Memang yang namanya hobi dan kepuasan itu mahal. Mulai dari harus meluangkan waktu sampai biayanya," ujarnya terkekeh. 

Bermodal frame atau kerangka sepeda yang telah dimiliki. Kerangka sepeda itu bukan dari merk ternama, tapi dinilai punya ketahanan yang lebih dibanding sepeda pada umumnya. Yakni merk United Patrol 512.

Dari kerangka sepeda itu, lalu dikembangkannya dengan membeli komponen lainnya. Seperti ban sepeda dengan merek Maxxis ukuran 26, pedal dan sadel sepeda. Setelah itu, Aji baru melengkapi satu persatu secara bertahap dengan komponen lainnya sehingga menjadi sepeda yang utuh. 

Cuma beli grupset saja bisa dapet beli Vario.

sepeda2Krisnaji Satriawan alias Aji bersama komunitas sepeda MTB di Kota Semarang. (Foto: Dok Pribadi Aji)

Untuk harga komponen yang paling mahal bila dibandingkan dengan komponen yang lainnya, Aji menyebut grupset. Onderdil ini merupakan satu set komponen dari sepeda jenis MTB, terdiri atas rear derailleur (RD), front derailleur (FD), crank dan chainring serta rantai sepeda.

“Kalau harga grupset keluaran Shimano yang SLX itu sekitar Rp 6 jutaan, Mas. Itu sudah satu set yang terdiri dari RD, FD, crank, chainring, chain, shifter atau pemindah gear dan break,” papar dia. 

Merek grupset tersebut, Shimano memang direkomendasikan kawan-kawannya, sesama pegowes MTB, selain SRam. Komponen dari dua merek itu dengan kenal kuat dan baik. 

MTB memang identik dengan onderdil yang berkualitas lantaran akan berpengaruh pada saat dipakai di lintasan yang berat. Seperti naik tanjakan tajam, maupun medan turunan yang ekstrem, tarikan sepeda saat digowes terasa akan lebih ringan. 

Namun, untuk memperoleh komponen yang berkualitas tersebut pegowes harus punya modal lebih. “Ada yang paling mahal harganya cuma grupset keluaran terbaru jenis XTR bisa sampai Rp 15 juta. Cuma beli grupset saja bisa dapet beli Vario,” ujar Aji kembali tersenyum.

Karena harganya yang terbilang mahal ini lah, impian Aji tidak serta merta terwujud. Berbulan-bulan lamanya ia sabar dan telaten mengumpulkan uang demi membeli satu persatu onderdil yang dibutuhkannya. 

“Memang butuh kesabaran dan proses untuk memiliki sepeda dengan merakit sendiri. Total biaya saya hitung-hitung saat itu untuk merakit sepeda MTB habis lebih dari Rp 20 juta. Itu belum termasuk kelengkapan lain seperti helm, sarung tangan, pelindung tubuh,” tutur dia.  

Memang untuk merakit sepeda sendiri butuh pengorbanan tidak hanya dari sisi waktu dan biaya. Aji harus mengatur betul pengeluaran hobinya itu agar kebutuhan rumah tangganya tidak goyah. 

“Pernah tabungan yang saya kumpulkan untuk membeli komponen sepeda, tapi tiba-tiba tertunda. Karena tabungan itu harus dipakai untuk kebutuhan yang lebih penting dulu, untuk keperluan anak sekolah,” kata dia.

Sebisa mungkin Aji menghindari utang atau kas bon ke pemilik penyedia onderdil MTB meski sudah dikenalnya baik. "Tidak pernah sampai utang maupun pinjam uang ke temen hanya untuk merakit sepeda. Kalau bisa jangan sampai utang demi sepeda," ucap dia.

Tapi dengan niat yang besar dan kesabaran akhirnya sepeda rakitan selesai juga dan bisa dikendarai. "Ada perasaan kepuasan batin tersendiri saat sepeda idaman jadi. Selain itu, tidak pinjem temen lagi, kan isin (malu) kalau pinjang," ujar pria humoris ini. 

Jadi Gaya Hidup

Bersepeda atau gowes saat ini sudah menjadi kebutuhan gaya hidup dirinya. Hal itu tidak dipungkiri oleh Aji, meski medan yang diambilnya beda dengan rute goweser pada umumnya. Setidaknya dalam sepekan dirinya mengayuh sepeda MTB-nya bisa tiga sampai empay kali. 

“Kalau gowesnya yang rutin dengan komunitas, yang anggotanya adalah rekan waktu sekolah SMA dulu. Biasanya setiap hari Sabtu dan Minggu. Rute yang diambil, kalau dengan komunitas, ambil jaraknya yang jauh dan medan yang dilalui juga cukup berat,” beber dia. 

Sementara di hari biasa, Aji juga selalu menyempatkan waktu tiap pagi bersepeda sendiri atau bersama istri. “Kadang bareng istri gowesnya, pas hari biasa. Pas longgar saja, dengan durasi satu jam, mulai jam 05.30 WIB sampai 06.30 WIB pagi. Cari rute pendek sekitar rumah saja, itu sudah cukup sekedar mencari kerigat, terus pulang,” katanya. 

Berbagi cerita saat menjajal rute gowes bersama komunitasnya, X Smansa Bike Community (XSBC), Aji punya pengalaman yang tidak enak. Ia pernah terjatuh saat gowes bersama di acara lintas alam komunitas pesepeda gunung di Salib Putih, Salatiga. 

Akibat kecelakaan tersebut kakinya terkilir. "Meski cedera, dan kaki saya terkilir tapi masih bisa gowes pelan-pelan, "tutur Aji. 

Terjatuh saat bersepeda memang sudah menjadi risiko bagi pegowes. Sehingga bagi pegowes pemula, terutama MTB, dibutuhkan banyak jam terbang. Mulai dari melatih otot-otot kaki agar kuat mengayuh tanjakan, juga ada trik-trik sendiri melintasi medan ekstrem. 

"Awalnya melatih diri seperti memindahkan gigi sepeda, dan mengenali komponen sepeda. Untuk awal medannya cari yang mudah dulu. Kalau sudah bisa baru mencoba dengan trek yang lebih ekstrem," kata Aji. 

Jangan sampai ingin sehat tapi malah akhirnya masuk rumah sakit.

sepeda3Perilaku baik dan tertib goweser saat bersepeda akan mempengaruhi keamanannya saat melintasi jalan raya. {Foto: Tagar/Yulianto)

Aji juga membagikan tips bagi goweser pemula yang ingin aman dari terpapar Covid-19 saat olahraga di tengah pandemi. Ia merekomendasikan tidak mengenakan masker saat di atas sepeda. Masker digunakan hanya di saat istirahat dan tetap dengan menjaga jarak aman.  

“Kalau masker tetap mau dipakai, maskernya dibuka sedikit sampai mulut. Karena kalau dipaksakan hidung tertutup maskerm dikhawatirkan berbahaya bagi kesehatan, bisa mengalami sesak napas,” ujarnya. 

Tidak lupa, Aji mengingatkan untuk membawa minuman dan makanan kecil sendiri dari rumah. Ia dan kawan-kawannya sudah paham hal itu dan berupaya tidak berhenti di warung untuk sekadar minum atau mengisi perut.  

“Saya sebisa mungkin menghindari makan di warung, apalagi saat dilihat warungnya penuh dan berdesak-desakan lebih baik cari yang lebih sepi,” ucap dia.  

Di sisi lain, rute gowesnya selama ini memang tidak banyak mengharuskan berhenti di warung. Makan ia biasakan setelah gowes, di rumah. 

"Kalau di tengah hutan, tidak ada warung, saya selalu membawa buah pisang. Cukup dua atau tiga sisir pisang, bisa membuat kenyang tapi tidak kekenyangan. Sehingga tetap bisa olahraga dengan nyaman,"katanya. 

Aji pun mengaku tak menyangka jika di masa pademi tren bersepeda masyarakat menunjukkan grafik peningkatan signifikan. Dia berharap aktivitas itu bisa tetap eksis, tidak hanya musiman. 

Ia pun berpesan agar para goweser memperhatikan keamanan diri maupun pengguna jalan. Sebab ia mencermati banyak perilaku pesepeda yang mengabaikan aturan lalu lintas. Kendati aturan itu bukan untuk para goweser namun ketika tertib dan menaati rambu lalu lintas, kejadian yang tidak diinginkan bisa dihindari. 

“Kalau saya melihat banyak pesepeda yang kurang tertib saat berada di jalan raya, kadang berjejer ke samping hingga tiga atau orang sehingga memenuhi badan jalan. Kan jadi bahaya kalau hal itu dilakukan di jalan raya," tuturnya. 

Seorang goweser yang baik tentu juga harus punya etika dan menghormati pengguna jalan raya lain. "Yang pakai jalan kan tidak hanya pesepeda dan pemotor. Ada mobil, bus dan truk yang kecepatannya juga cukup tinggi kalau sedang melaju,” kata dia. 

Aji menyarankan pesepeda maksimal berjejer maksimal dua sepeda saja, tidak perlu dengan bergerombol. Dan goweser lain bisa mengambil posisi di belakang dengan rapi. "Jangan sampai ingin sehat tapi malah akhirnya masuk rumah sakit," tutupnya. []  

 Baca juga: 

Berita terkait
Komunitas Sepeda Makassar Galang Donasi untuk Lutra
Komunitas sepeda Epic Makassar galang donasi untuk korban bencana banjir di Kabupaten Luwu Utara.
Tips Bersepeda dari Spesialis Kedokteran Olahraga
dr Michael Triangto memberikan sejumlah tips bagi masyarakat yang sedang menggandrungi olahraga bersepeda.
Cara Aman Bersepeda di Tengah Pandemi Corona
Belakangan ini marak aktivitas bersepeda di luar rumah. Sementara kondisi di Tanah Air belum bebas dari Covid-19. Simak tips berikut agar aman.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.