Sedang Sakit, Pelaku Mesum Tetap Minta Dicambuk di Aceh

Setelah kedapatan bermesraan di salah satu warung di Aceh.
Pelanggar Qanun Aceh No 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat menjalani hukuman cambuk di Meunasah Rukoh, Kota Banda Aceh, Kamis (31/1/2019). (Foto: Tagar/Fahzian Aldevan)

Banda Aceh, (Tagar 1/2/2019) - Sebanyak empat pelanggar Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayah dicambuk di halaman Meunasah Gampong Rukoh, Banda Aceh, Kamis (31/01).

Berdasarkan hasil tuntutan jaksa Mahkamah Syariah Banda Aceh, empat pelaku divonis melanggar tindak pidana jarimah ikhtilat dan diberi hukuman masing-masing 20 cambukan, dipotong masa remisi.

Prosesi pencambukan berlangsung dramatis, di mana salah seorang terpidana dalam kondisi sakit, namun meminta cambuk tetap dilaksanakan. Namun pihak pelaksana mengurungkan niatan tersebut dan melakukan hukuman di hari yang akan ditentukan selanjutnya.

Terpidana yang gagal dicambuk itu berinisial MF. Perempuan berusia 40 tahun itu mendapat hukuman cambuk di muka umum sebanyak 22 kali, setelah dipotong masa tahanan tiga kali.

MF gagal dicambuk, setelah petugas kesehatan menyatakan bahwa terpidana sedang sakit dan bila dilanjutkan bisa berbahaya bagi kesehatannya.

Sedangkan eksekusi terhadap tiga terpidana lainnya berlangsung lancar. Ketiga terpidana dimaksud adalah SR, laki-laki (35 tahun) dengan hukuman 22 kali cambuk setelah dipotong masa tahanan tiga kali.

SR ditangkap petugas pada Oktober 2018, setelah kedapatan berduaan dan bermesraan bersama MF di salah satu warung di kawasan Gampong Geuceu Kayee Jato, Kota Banda Aceh.

Baca juga: Beramai-ramai Menonton Sambil Merekam Prosesi Cambuk di Halaman Masjid

Selanjutnya, eksekusi juga dilakukan terhadap laki-laki berinisial AS (18), dan pasangannya perempuan berinisial NS (18), dengan hukuman 17 kali cambuk, setelah dipotong masa tahanan tiga kali.

Mereka ditangkap petugas pada November 2018 lalu setelah kedapatan berdua-duaan dan bermesraan di halaman Masjid Raya Baiturrahaman Banda Aceh.

Wakil Wali Kota Banda Aceh, Zainal Arifin, mengatakan pelaksanaan hukum cambuk menjadi bukti Pemkot Banda Aceh berkomitmen kuat dalam penegakkan syariat Islam.

"Bisa jadi kita lebih jelek dari orang yang dicambuk, tapi Allah masih menutup aib kita," ujarnya.

Menurut Cek Zainal, pelaksanaan uqubat cambuk ini semata-mata adalah untuk dijadikan ikhtibar atau pelajaran bagi kita semua.

"Pelaksanaan ini sangat toleran, sangat manusiawi, syariat islam ini bukan untuk mencederai," ungkapnya.

Disaksikan juga prosesi cambuk oleh pelajar dan mahasiswa, Cek Zainal meminta kepada semua untuk menjauhi perbuatan tercela dalam agama.

"Kepada adinda anak-anak yang kami sayangi, yang berkuliah di Banda Aceh, jangan kalian khianati orangtua kalian," pintanya.

Terkait dengan keluarnya Pergub, di mana pelanggar Qanun Jinayah akan dicambuk di Lapas, Cek Zainal mengatakan belum bisa dilakukan karena belum ada turunannya seperti petunjuk teknis.

"Untuk sementara ini kita jalankan sesuai aturan yang telah ada," pungkasnya.

Berita terkait