Secercah Asa Warga Serang di Tengah Pandemi Corona

Umar dan Teti menyimpan secercah asa untuk bangkit dari keterpurukan yang menimpa di tengah wabah corona di Serang, Banten.
Umar dan Teti saat diwawancarai Tagar, di Serang, Banten, Senin, 6 April 2020. (foto: Tagar/Moh Jumri).

Serang - Tepat di belakang Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Umar (43) dan Teti (40) berjuang dalam segala kecemasan dan keterbatasannya, menghadapi pandemi virus corona atau Covid-19 yang kian bertambah hari, korbannya makin membengkak. 

Pasangan suami istri itu bermukim di kampung Ujung Tebu, Kelurahan Suka Jaya Kecamatan Curug Kota Serang. Rumahnya berada di jantung kota Serang, terletak persis di belakang kantor Gubernur Banten.

Namun, apa mau dikata, Umar dan Teti nasibnya tidak semujur para pejabat di KP3B, yang setiap hari bisa makan-makanan enak di mana saja, bahkan bergonta-ganti kendaraan roda empat khusus menuju kantor. 

Bagi mereka sekeluarga, untuk tidak keroncongan sehari saja sudah menjadi sebuah anugerah dan karunia yang amat luar biasa. 

Saya orang enggak punya, mau makan dari mana kalau kita di rumah saja.

Baca juga: Ratusan Desa di Serang Siap Perangi Corona

Umar, hanyalah seorang pekerja serabutan. Tenaganya biasa terkuras saat mendapat objekan, seperti membangun ataupun merenovasi rumah. Dia adalah buruh bangunan harian yang bekerja dengan penghasilan tak menentu. 

Terlebih, kata Umar, semenjak wabah virus corona melanda Serang, Banten, kehidupan keluarganya ikut terimbas dengan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang tidak menganjurkan masyarakat ke luar rumah

Wajahnya muram, sesekali dia mendesis kesakitan, menahan rasa ngilu di tangannya. Setelah itu dia pamit sejenak untuk ke belakang, mengobati lukanya agar tidak kian menginfeksi.

Kemudian, sambil menitikkan air mata, gantian Teti yang mencurahkan isi hatinya. Semenjak virus corona melanda, suami dan anaknya yang menjadi tulang punggung keluarga tidak bisa lagi mencari nafkah. 

Bahkan, untuk membeli kebutuhan pokok beras saja keluarganya sudah tidak mampu, sangat berharap dengan datangnya dermawan ataupun relawan yang bersedia menutup pilu yang dia rasa.

Sesekali emosinya membuncah, meluapkan protes terhadap apa yang terjadi saat ini. Otaknya seperti membeku kala mengingat dalam kondisi ekonomi terhimpit, dengan datangnya wabah corona, maka peluang bekerja pun semakin sempit. Menggenggam rupiah pun seperti menjadi mitos baginya dan keluarga. 

"Ke sini enggak boleh, ke sana enggak boleh, kerja bangunan saja enggak boleh, enggak boleh kumpul-kumpul. Sementara saya orang enggak punya, mau makan dari mana kalau kita di rumah saja," kata Teti dengan menggerutu saat ditemui Tagar di kediamannya, Senin, 6 April 2020.

Teti menuturkan, semenjak turun Maklumat Kapolri yang melarang warga untuk berkerumun, sang suami yang biasa kerja serabutan itu terpaksa harus berdiam diri di rumah. Terisolasi hanya bisa merenung dan berpasrah diri terhadap nasib.

Terlebih, kondisi sang suami saat ini sedang tidak baik, karena mengalami infeksi nanah di tangannya. Dia tak tahu harus membawa berobat ke mana. 

Sambil menghela napas panjang, yang Teti ketahui, di luar rumah sana kondisinya sudah tidak lagi nyaman. Di mana hanya terdapat mata-mata menatap penuh curiga, takut tertular virus corona. 

"(Suami) Kerja serabutan, itu juga kalau ada. Kalau enggak ada mah udah menganggur saja, apalagi tangannya sudah kumat itu pada kena nanah itu, kena eksem semen. Kayaknya, saya mah orang menderita saja lah," ucapnya menerangkan.

Pengen cepat selesai wabah ini biar bisa aktivitas lagi, biarpun sakit juga saya cepat sembuh, suami saya cepat sembuh, kerja lagi, apa saja kerjanya yang penting halal.

Umar dan Teti menikah pada tahun 1991 dan bahtera rumah tangganya awet sampai sekarang. Pasutri ini telah dikaruniai tiga orang anak, terdiri dari seorang laki-laki dan dua perempuan. 

Kini mereka semua hanya bisa pasrah kepada Allah SWT dengan musibah dan misteri yang terjadi di hari esok. 

Teti menceritakan, dia memiliki seorang menantu yang juga berkegiatan sebagai pekerja lepas. Namun, mau tak mau kini harus mengikuti Maklumat Kapolri untuk berdiam diri saja di rumah.

Kawasan Pemerintahan Provinsi bantenKawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten nampak sepi saat wabah virus Corona, 7 April 2020. (foto: Tagar/Moh Jumri).

 Sementara anak keduanya yang pria, usianya saat ini sudah 20 tahun, sempat bekerja di Kantin Puspemrov Banten. Namun, dia terpaksa dirumahkan lantaran para Aparatur Sipil Negara (ASN) menerapkan work from home (WFH). Alhasil, kantin Puspemrov Banten itu ditutup sementara sampai tanggal yang belum bisa ditentukan.

"Tadinya kerja di bengkel, tapi kemarin sempat kerja di kantin (Puspemprov Banten), tapi baru sehari kerja kantin sepi karena corona, akhirnya di rumah saja," ucapnya seraya menggelengkan kepala.

Teti ternyata ingin meluapkan apa yang dia rasa, karena selama satu tahun belakangan ini dia sudah mulai pesakitan. Dia berkata hanya mengalami batuk-batuk dan flu biasa. 

Baca juga: Kota Serang Siapkan 25 Ribu Sembako untuk Pedagang

Meskipun rumahnya berdekatan dengan kantor Pemerintahan Provinsi Banten, dia tetap tidak bisa berbuat banyak, dan tidak terpikir sedikit pun untuk mengemis, meminta belas kasihan dari orang lain. 

Kadang kala dia terpikir untuk berobat, namun terkendala tidak punya ongkos dan tidak memiliki kendaraan. Oleh sebab itu, dia memilih berdiam diri saja di rumah, merenungkan nasib yang tak pasti.

"Sakit sudah satu tahun, batuk, berobat mah berobat, tapi buat ongkos saja susah, memang pakai BPJS Kesehatan di Puskesmas Curug, tapi kan buat ke sananya itu butuh bensin, enggak ada motor, paling minjem," ucapnya terkekeh.

Maka itu, Teti berharap betul pandemi corona ini dapat segera berakhir dan keluarganya bisa mencari nafkah seperti sediakala. Tak banyak yang dia minta dari suami dan anak, asalkan dapur rumah bisa ngebul saja, dirinya sudah sangat bersyukur.

"Pengen cepat selesai wabah ini biar bisa aktivitas lagi, biarpun sakit juga saya cepat sembuh, suami saya cepat sembuh, kerja lagi, apa saja kerjanya yang penting halal," kata Teti.

Keberadaan Umar dan Teti diketahui dari informasi salah seorang guru PAUD, bernama Isah yang menyebarkan pesan WhatsApp, lalu diterima Tim Milenial Banten Berbagi (MBB). 

Isah saat itu menjelaskan, meski rumah sederhana yang ditempati Umar dan Teti persis berdiri di belakang Gedung Puspemprov Banten, namun selama ini, pasutri itu belum menerima bantuan logistik dari pemerintah.

"Walaupun dekat dengan KP3B (Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten), tapi bantuan itu enggak ada," ucapnya.

Sebelumnya, Pemerintah Kota Serang berjanji akan memberikan bantuan sembako bagi 25 ribu jiwa pekerja informal seperti pedagang dan pengangguran baru yang semula bekerja. 

Hal tersebut dikatakan Wakil Walikota Serang Subadri Usuludin kepada awak media usai rapat refocusing anggaran di kantor Bappeda Kota Serang, Senin, 6 April 2020.

Subadri menyatakan, pihaknya sudah melakukan pendataan melalui Dinas Sosial yang bekerja sama dengan BPS. Untuk jumlah yang akan diberikan bantuan sekitar 25 ribu jiwa.

"Sepertinya kita lihat nanti apa yang dibutuhkan masyarakat. Tapi, karena memang diarahkan untuk makan, jadi kayaknya daripada uang lebih baik berupa barang (sembako)," ujarnya di Serang, Banten. []

Berita terkait
Pandemi Virus Corona Dijadikan Momentum Serang Jokowi
Pengamat Intelijen Stanislaus Riyanta menilai banyak pihak yang mengambil kesempatan menyerang pemerintah Jokowi di tengah musibah virus corona.
Karantina Wilayah, Pemkot Serang Tunggu Arahan Pusat
Wali kota Serang Syafrudin mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Serang memutuskan tidak akan mengambil langkah untuk karantina wilayah.
Terminal Pakupatan Kota Serang Masih Ramai Penumpang
Terminal Pakupatan Kota Serang masih ramai penumpang, walaupun sudah ada anjuran untuk tetap di rumah untuk mencegah penyebaran virus Corona.
0
Kejaksaan Agung dan Kementerian BUMN Bersihkan PT Garuda Indonesia
Hasil audit menyebutkan negara mengalami kerugian hingga Rp 8,8 triliun akibat pengadaan pesawat pada kurun waktu 2011-2021