Sebut Monyet di Facebook, Wanita Ini Dituntut Penjara

Seorang wanita yang menulis kata monyet dan ditujukan kepada wanita lainnya via akun Facebook dituntut penjara 1 tahun 6 bulan.
Suasana sidang kasus pencemaran nama baik melalui akun Facebook di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa, 20 Oktober 2020. (Foto: Tagar/Nila Sofianty)

Denpasar - Seorang wanita yang menulis kata monyet dan ditujukan kepada wanita lainnya via akun Facebook bakal disidangkan kembali Selasa, 27 Oktober 2020 mendatang dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim. Korban kasus pencemaran nama baik itu berharap terdakwa bisa ditahan untuk menimbulkan efek jera.

"Saya berharap terdakwa ditahan untuk menimbulkan efek jera," tutur Simone Christine, selaku korban pencemaran nama baik, Kamis, 22 Oktober 2020.

Ia juga menceritakan saat sidang kasus pencemaran nama baik dengan Nomor 623/Pid. Sus/2020/PN Denpasar pada Selasa 20 Oktober 2020 lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetap bersikukuh menyatakan dan meyakinkan bahwa terdakwa harus dinyatakan terbukti bersalah.

Keyakinan itu menurut JPU sudah memenuhi unsur sebagaimana pasal 27 ayat (3) juncto pasal 45 (3) UU ITE Jo pasal 310 ayat (1 dan 2) pasal 311 ayat (1) KUHP.

Hal itu diutarakan JPU saat membacakan replik atas jawaban pledoi dari penasehat hukum terdakwa Linda Fitria Paruntu Rempas (LFPR).

Linda dianggap JPU terbukti melakukan penghinaan dengan kata ‘Monyet’ yang ditujukan kepada Simone Christine Polhutri sebagai korban pada postingan Facebook yang ternyata di tag ke semua teman dan sejawatnya.

Walaupun postingan berisi penghinaan itu telah dihapus terdakwa ketika diperiksa oleh penyidik, namun tim cyber kepolisian berhasil memunculkan jejak digitalnya.

Baca juga: Bule Australia Ditemukan Tewas dalam Vila di Bali

Dalam sidang itu penasehat hukum terdakwa menyatakan tidak mengajukan duplik atau tanggapan atas jawaban replik JPU.

Namun, Simone Christine Polhutri, ibu 3 anak yang menjadi korban penghinaan di medsos ini merasa heran dengan sikap gestur terdakwa Linda Fitria Paruntu Rempas (LFPR) yang mengacungkan jari membentuk simbol V sebagai pertanda Victory (kemenangan, red) usai persidangan terakhir.

“Ini menunjukkan sifat angkuh terdakwa meskipun telah melewati proses panjang pemeriksaan, baik di polda maupun di kejaksaan," katanya.

Meskipun telah dituntut oleh JPU dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan serta denda Rp 3 juta subsider 2 bulan kurungan, menurut korban, terdakwa seolah tidak menyesal.

"Gesturnya tetap tidak memperlihatkan sedikitpun dia menunjukkan rasa bersalah atau penyesalan," imbuh Simone.

Malahan, kata Simone dia merasa bisa lolos dari ancaman hukuman. Korban percaya bahwa Majelis Hakim akan memberikan putusan yang setimpal dengan perbuatannya dalam melakukan penghinaan. Serta merendahkan martabat terhadap korban dengan perkataan “monyet” dan hinaan lainnya.

"Untuk terdakwa sebaiknya dia menyadari bahwa ‘She can’t always get what she wants” (Dia tidak selalu bisa mendapatkan keinginannya),” demikian diutarakan Simone.

Sementara itu Mayor Sus Erwin Dwiyanto dari Dinas Hukum Mabes TNI yang mendampingi korban juga berharap persidangan nantinya bisa memenuhi rasa keadilan.

“Tinggal menunggu keputusan nanti pekan depan, kalau ternyata dia tidak ditahan maka untuk apa ada Undang-undang ITE dibuat," ujarnya.[]

Berita terkait
Bule Australia Ditemukan Tewas dalam Vila di Bali
Warga negara asing (WNA) asal Australia ditemukan tewas dalam sebuah vila di Denpasar Timur, Bali.
Sidang Jerinx, Ahli Bahasa: Kata Kacung Punya 2 Konotasi
Ahli bahasa Udayana menilai untuk memahami bahasa yang ditulis penulis harus sampai kepada dimensi komponen mental Jerinx.
Pedagang Pakaian di Makassar Dilapor Pencemaran Nama Baik
Seorang pedagang pakaian di Pasar Butung Makassar berinisial FH dilapor ke pihak kepolisian. Ini kasusnya
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.