Seberapa Tangguh Fiskal Indonesia Hadapi Covid-19

Covid-19 begitu dahsyat daya rusaknya hingga membuat kehidupan di muka bumi menjadi tidak normal. Seberapa tangguh fiskal Indonesia menghadapinya?
Presiden Jokowi memimpin langsung penanganan pandemi Covid-19. (Foto: Facebook/Presiden Joko Widodo)

Covid-19 ini begitu dahsyat daya rusaknya hingga membuat kehidupan di muka bumi menjadi tidak normal. Hal ini dapat dilihat dari munculnya fenomena yang tidak normal, yakni adanya pembatasan sosial berskala besar dan work from home

Fenomena tidak normal ini memicu terjadinya berbagai multiflier efek disruptif force. Antara lain terhadap sektor ekonomi dengan ditandai terjadinya pemutusan hubungan kerja secara masif, kolapsnya pelaku UMKM dan perusahaan, memicu krisis, resesi ekonomi. Dan maupun terhadap sektor sosial di mana terjadinya dan tidak terelakkannya fenomena mudik, pelarangan mudik, isolasi mandiri, physical distancing, dan sebagainya.

Semua negara telah kecolongan dengan Covid-19 ini. Ternyata protokol manajemen krisis yang dimiliki setiap negara termasuk Indonesia dalam menghadapi pandemi ini belum menunjukkan kemangkusannya. 

Sebut saja berbagai paket kebijakan stimulus baik fiskal maupun moneter yang sudah dilakukan dengan dikeluarkannya Perppu No. 1 Tahun 2020 Tanggal 31 Maret 2020 tentang Krisis Sistem Keuangan dan Kebijakan Keuangan Negara dalam menangani Pandemi Covid 19. Negara berdasarkan Perppu tersebut telah menggelontorkan anggaran yang fantastis, yakni sebesar Rp 405,1 triliun untuk pencegahan dan penangangan Covid-19 ini.

Pemerintah sebaiknya hanya memakai 1 instrumen jenis bantuan. Yaitu Instrumen BLT (Bantuan Langsung Tunai) dengan besaran nominal yang sama untuk setiap penerima BLT untuk setiap orang (bukan per KK) selama Covid-19 ini belum berakhir.

Selain anggaran Rp 405,1 T tersebut, Pemerintah melalui BI pun telah memutuskan menempuh empat langkah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah wabah Covid-19 ini. Yakni dengan menggelontorkan hampir Rp 420 T melalui stimulus paket kebijakan berikut ini:

1. Untuk stabilisasi dan penguatan nilai tukar rupiah melalui kebijakan "Triple Interventions" baik melalui Spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) dan pembelian SBN dari pasar sekunder.

2. Pelonggaran Moneter (Non Austerity Monetary Policy) melalui Quantitative Easing (QE) sebagai berikut:

  • Ekspansi operasi moneter melalui penyediaan Term Repo kepada perbankan dan korporasi dengan transaksi Underlying SUN/SBSN dengan tenor sampai dengan 1 (satu) tahun.
  • Menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah sebesar 200 bps untuk Bank Umum Konvensional dan 50 bps untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah.
  • Tidak memberlakukan kewajiban tambahan Giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) baik terhadap Bank Umum Konvensional maupun Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah untuk periode 1 (satu) tahun.

3. Untuk memperkuat manajemen likuiditas perbankan dan sehubungan dengan penurunan GWM Rupiah maka dilakukan penaikan Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 200 bps untuk Bank Umum Konvensional dan sebesar 50 bps untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah. Adapun Kenaikan PLM tersebut wajib dipenuhi melalui pembelian SUN/SBSN yang akan diterbitkan oleh Pemerintah di pasar perdana.

4. Memperluas penggunaan transaksi pembayaran secara non-tunai.

Selanjutnya dengan semakin meluasnya Covid-19 ini dan multiflier efeknya yang sangat dahsyat terhadap kehidupan bernegara dan terhadap perekonomian nasional, Pemerintah kita pun sudah menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional non alam berdasarkan Keppres No. 12 Tahun 2020 Tanggal 13 April 2020. Dan ini semakin menguji formula kebijakan protokol manajemen krisis yang sudah kita miliki berdasarkan Perppu No. 1 Tahun 2020.

Adapun yang krusial saat ini menurut penulis yang harus menjadi formula Kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) selama masa tanggap darurat adalah dengan melakukan bauran kebijakan berdasarkan "forward looking assestment" atas dampak Covid-19 ini. Yakni bauran kebijakan selain melakukan implementasi dari formula kebijakan fiskal dan moneter yang sudah ada dalam protokol manajemen krisis berikut ini:

1. Melakukan koordinasi dengan lembaga pemerintah terkait untuk intervensi kebijakan harga. Yakni harga yang ditetapkan pemerintah (administire price) untuk barang sembako, obat-obatan, alat-alat kesehatan, dan barang terkait lain (penetapan harga jual batas bawah dan harga jual batas atas).

2. Melakukan koordinasi dengan lembaga pemerintah terkait dalam rangka mengendalikan inflasi melalui lembaga terkait khususnya barang sembako, obat-obatan, alat-alat kesehatan, dan barang terkait lain.

3. Melakukan koordinasi dengan lembaga pemerintah terkait untuk mencegah terjadinya penimbunan (dumping/kartel/oligopsonis) khususnya barang sembako, obat-obatan, alat-alat kesehatan dan barang terkait lain.

4. Melakukan koordinasi dengan lembaga pemerintah terkait untuk mendorong pelaku usaha meningkatkan jumlah produksi khususnya barang sembako, obat-obatan, alat-alat kesehatan dan barang terkait lain.

5. Melakukan koordinasi dengan lembaga pemerintah terkait untuk memastikan ketersediaan stok pangan dan sembako.

6. Memastikan ketersediaan anggaran yang cukup yang bersumber dari pos anggaran pada APBN, Pandemi Bond ataupun Dana Abadi lain serta pengalihan dana proyek infrastruktur termasuk utang luar negeri jika kekuatan fiskal tidak memadai.

7. Melakukan penyederhanaan dan penyeragaman tehadap jenis stimulus/ bantuan yang diberikan kepada rakyat selama menghadapi Covid-19 ini dikarenakan perlunya sistem data yang akurat dan valid terhadap data kependudukan. 

Terkait hal ini, KSSK mengusulkan kepada Pemerintah sebaiknya hanya memakai 1 instrumen jenis bantuan. Yaitu Instrumen BLT (Bantuan Langsung Tunai) dengan besaran nominal yang sama untuk setiap penerima BLT untuk setiap orang (bukan per KK) selama Covid-19 ini belum berakhir. 

Hal tersebut agar tidak ada tumpang tindih (overlap) atau kesalahan data atas penerima manfaat stimulus selama Covid-19 ini. Dan selanjutnya untuk sementara PKH, BPNT, Kartu Sembako, Kartu Prakerja sebaiknya dibekukan atau di-hold dulu sementara hingga Covid-19 dinyatakan aman.

Mereka penerima manfaat tersebut saat ini dialihkan sebagai penerima manfaat BLT yang dimaksud. Penerima manfaat BLT ini adalah seluruh WNI tanpa terkecuali (kecuali ASN, TNI, POLRI, Pegawai BUMN, Pegawai BUMD atau yang terkait lain yang sumber income atau gajinya dibayarkan oleh Negara/ Pemerintah/ BUMN/ BUMD).

Sudah ada formula kebijakan protokol manajemen krisis berikut bauran kebijakan yang menjadi domain Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sebagai perumus kebijakan tersebut, terdiri dari Kemenkeu, BI, OJK dan LPS.

Kita harapkan KSSK dapat bekerja kredibel dan terukur sehingga KSSK dapat menjadi benteng formula kebijakan kita dalam menghadapi Covid-19. Dengan kerja sama semua lapisan masyarakat dalam mematuhi protokol yang ada, lockdown yang sesungguhnya dapat kita elakkan.

Cukuplah hanya sampai kebijakan PSBB kita dapat memutus rantai pandemi Covid-19. Sehingga kita tidak memerlukan anggaran fiskal yang fantastis yang lebih besar lagi apabila lockdown sesungguhnya tersebut benar-benar terjadi. Harapan kita semoga pandemi Covid-19 segera berakhir

*Praktisi Perbankan & Koperasi, Direktur Eksekutif Indo Syirkah Institute, Konsultan & Trainer Inklusi Syariah

Baca juga:

Berita terkait
Kapan IHSG dan Ekonomi Bangkit Kembali?
Setelah merebaknya wabah Virus Corona atau Covid-19 di akhir Januari 2020, Indeks Harga Gabungan Saham (IHSG) anjlok -36,1%.
Kredit Macet Melonjak, Harga Saham Bank BTN Ambruk
Harga Saham Bank BTN (BBTN) hingga akhir penutupan perdagangan tanggal 6 April 2020 berada di level Rp 1.005, seperti harga 5 tahun lalu.
Benarkah Tidak Ada Keringanan Cicilan Pinjaman Online
OJK mengeluarkan stimulus di bidang keuangan berupa keringanan cicilan pada bank dan multifinance, namun tidak diberikan pada pinjaman online.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.