SBY yang Dinilai ‘Lebay’ Diminta Lapor ke Bawaslu

SBY yang dinilai ‘lebay’ diminta lapor ke Bawaslu. Laporkan saja, tegas Adi Prayitno, agar tak tercipta kesan SBY hanya membangun sebuah opini.
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono berpidato pada Rapimnas Demokrat 2018. (Foto: Tagar/Gilang)

Jakarta, (Tagar 26/6/2018) – Pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait adanya oknum TNI, Polri, dan BIN yang tak bersikap netral, dinilai lebay.

Penilaian itu disampaikan oleh pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago. "SBY terkadang terlalu lebay juga. SBY mencoba mencari perhatian," ujarnya ketika dihubungi Tagar News, Senin, (25/6).

Menurut dia, sikap netral dari aparat lembaga negara yakni TNI, Polri, dan BIN belum bisa ditentukan sekarang. Sebab, hasilnya ditentukan setelah terjadinya pilkada serentak pada 27 Juni.

"Sebenarnya netral atau tidaknya dari hasil besok. Namun proses tetap kita ingin berjalan bagus," lanjut Pangi.

Di satu sisi, menurut Pangi, kecurigaan Presiden Keenam tersebut memang sesuatu yang wajar. Adanya dugaan TNI, Polri, dan BIN yang turut terlibat dalam politik praktis ini, semisal penunjukan Komisaris Jenderal Mochamad Iriawan menjadi Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat (Jabar).

"Sekarang banyak kecurigaan karena ada dugaan BIN, Polri dan TNI  diseret ke gelanggang politik praktis, yang paling nyata adalah penunjukan Komjen Irawan menjadi Plt gubernur Jabar," terangnya.

Entah nantinya kekhawatiran SBY terjadi atau tidak, menurut Pangi memang sudah sifat bawaan bahwa proses pilkada ada cacat bawaannya.

"Walaupun nanti kekhawatiran itu tidak ada atau tidak terjadi, misalnya cagub dari latar belakang pensiunan militer dan Polri tetap kalah. Namun proses pilkada tetap ada cacat bawaan," jelas Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting tersebut.

Sementara menurut pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno, SBY sebaiknya melaporkan tudingannya, daripada sekadar membuat pernyataan di depan publik.

Laporkan saja, tegas Adi Prayitno, agar tak tercipta kesan SBY hanya membangun sebuah opini.

"Biar tak ada kesan sedang membangun opini serta jadi strategi playing victim oleh pihak tertentu. Jika ada temuan keterlibatan aparat dalam pilkada, baiknya laporkan pada Bawaslu dan polisi disertai bukti-bukti valid," ungkapnya kepada Tagar News, Senin, (25/6).

Menurut Adi, dengan begitu, isu netralitas yang dilemparkan pun bisa diverifikasi kebenarannya. "Kan enak kalau sudah lapor ke polisi dan Bawaslu. Jadi mengencangkan isu netralitas aparat dalam Pilkada jadi sahih," imbuhnya.

Adi menjelaskan, untuk Polri, TNI, BIN, maupun ASN lainnya sudah ada regulasi yang jelas untuk bersikap netral. Bahkan bisa dilakukan pemecatan bila terbukti bersikap tidak netral. Jangankan turut berkampanye, berselfie maupun memasang foto di media sosial dengan kandidat tertentu pun sudah jelas dilarang.

"Tak boleh ikutan jadi pemain, cukup jadi pihak yang mengamankan saja. Sebab itu parpol peserta pilkada tak boleh menggunakan aparat negara sebagai instrumen kemenangan. Itu tidak sehat bagi demokrasi kita," paparnya.

Parpol sendiri tujuannya untuk mendewasakan publik dan memberikan pencerahan, bukan menghalalkan cara untuk menang dalam sebuah kontestasi.

Jadi, menurut dia, jika ada keterlibatan oknum dalam pilkada seperti kembali lagi ke zaman orde baru. "Kalau aparat ikut terlibat dukung paslon, demokrasi kita sudah kembali ke Orba. Demokrasinya hanya seolah-olah namun praktiknya tak ada demokrasi," terangnya.

Adi pun menilai perlunya mempertimbangan kembali usulan soal pencabutan hak politik ASN. Usulan ini guna mengontrol netralitas ASN, yang selama ini dirasa kurang maksimal.

"Karena kontrol terhadap netralitas ASN tak maksimal, bahkan cenderung diabaikan, penting rasanya mempertimbangkan usul untuk mencabut hak politik ASN. Biar mereka tak genit," tandas dosen sosiologi politik itu. (nhn)

Berita terkait
0
Vonis Bebas WN Malaysia Majikan Adelina Lisao Lukai Keadilan
Kemenlu katakan putusan Mahkamah Persekutuan Malaysia bebaskan terdakwa Ambika, majikan Adelina Lisao, mengecewakan dan lukai rasa keadilan