Saung Beratapkan Jerami di Lingkungan Ponpes Bahar Smith

Bangunan serupa saung beratapkan jerami berdinding anyaman bambu itu berdiri di belakang kerangka rumah Bahar Smith.
Santri mencuci motor di depan kerangka rumah Bahar Smith di lingkungan Ponpes Tajul Alwiyyin di Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang, Bogor, Kamis sore (29/11/2018). (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Jakarta, (Tagar 8/12/2018) - Empat bangunan serupa saung beratapkan jerami berdinding anyaman bambu berukuran tiga kali tiga meter itu berdiri di belakang kerangka rumah Bahar Smith yang lagi dibangun, di samping bangunan pondok utama di lingkungan Pondok Pesantren (Ponpes) Tajul Alwiyyin di Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang, Bogor.

Pada hari itu, Kamis sore (29/11) hujan deras sedang mengguyur. Sebagian anak santri berteduh di dalam saung tersebut.

Hamdan seorang santri berusia sekitar 18 tahun, mengaku sudah satu tahun tinggal di tempat ini. Ia mengatakan para santri di sini ditanamkan sedari awal untuk berusaha. Satu di antaranya dari hal terkecil, seperti membuat pondokan dari bambu beratapkan jerami, yang nantinya bakal dipergunakan sebagai ruang tidur utama para santri.

Baca juga: Tak Ada Pelajaran Bahasa Indonesia di Ponpes Bahar Smith

Di atas tanah seluas 1.700 meter ini tampak kerangka rumah Bahar Smith yang dalam proses pembangunan. 

"Ini juga lagi sambil bangun rumah Habib Bahar, beserta taman dan jalanan," kata Hamdan.

Santri lain bernama Ardi mengatakan, para santri di sini memang sedang dilatih membuat kamar dari bambu. 

"Kita rencananya mendirikan kamar tiga tingkat dengan susunan bambu, untuk tempat istirahat para murid," kata Ardi.

Ardi yang bercita-cita jadi pendakwah itu bercerita, dalam bangunan pondok tiga lantai, Bahar Smith kamarnya di lantai 1, sedangkan lantai 2 dan 3 dipergunakan untuk para santri dan tamu.

Saat Azan Asar Berkumandang

Azan asar berkumandang, namun banyak santri tak menghiraukan panggilan untuk salat berjamaah tersebut. Beberapa bocah polos dengan kebahagiaannya berlarian ke luar kompleks Ponpes, berbasah-basahan mandi hujan.

Ada yang sibuk mencuci tiga mobil yang terparkir di pelataran Ponpes, ada yang mencuci motor di depan kerangka bangunan rumah Bahar Smith. 

Kerangka bangunan rumah Bahar Smith itu berlantai dua, berpondasikan ulir dengan balutan beton tebal.

Azan asar selesai berkumandang. Di dalam tempat salat, tiga anak santri salawatan. Dua anak di antaranya bertugas sebagai penabuh rebana, sementara satu orang anak membaca surat demi surat dari kitab tipis bertuliskan huruf Arab gundul. Mereka salawatan selama kurang lebih lima belas menit.

Saat ditanyakan apakah Bahar Smith tidak keluar untuk salat berjamaah, seorang santri bernama Abdul Kodir menjawab, "Sekitar jam 5 atau setengah enam biasanya Habib akan ke luar," ucap bocah polos itu. Ia mengatakan Bahar Smith sedang tidur di kamarnya.

Santri Memasak Bergantian

Abdul Kodir bercerita, sehari-hari yang mempersiapkan makanan para santri adalah santri juga yang dilakukan secara bergantian. "Misalnya hari Senin, kamar 1 yang beli belanjaan lalu dimasak, selanjutnya hari Selasa kamar 2 yang belanja dan masak, untuk selanjutnya digilir setiap kamar seperti itu," katanya.

Santri asal Palembang ini juga bercerita, sehabis Subuh dimulai kegiatan belajar-mengajar hingga selesai pukul 09.00 WIB.

"Saat ini kita sedang libur, sudah habis ujian. Ujian biasa kita sekelas mengisi soal akhlak, fiqih dengan Bahasa Arab. Kalau soalnya Bahasa Arab, kita harus jawab pakai Bahasa Arab. Kalau pakai Bahasa Indonesia itu tidak dapat nilai, walaupun jawaban kita betul," kata Abdul Kodir.

Untuk berkomunikasi sehari-hari dengan sesama santri, kata Abdul, menggunakan Bahasa Indonesia. "Tapi kalau ngomong sama Habib pakai Bahasa Arab. Tapi tergantung Habibnya, kalau dia ngomong pakai Bahasa Arab, kita harus balas dengan Bahasa Arab. Kalau Habib ngomong pakai Bahasa Indonesia, kita harus jawab juga dengan Bahasa Indonesia," katanya.

Abdul mengatakan, kalau melanggar ketentuan soal bahasa, bisa mendapat omelan dari Habib, hal itu bertujuan agar keterampilan Bahasa Arab para santri dari hari ke hari semakin baik.

Daripada Hidup di Luar Nggak Jelas 

Hamdan mengatakan, mayoritas santri dimasukkan ke Ponpes ini atas kemauan orangtua. Namun, ada juga sebagian anak mengaku memang tertarik mendalami Syariat Islam sejak dini, menempa jalan panjang untuk menjadi ulama yang mampu menyelami ilmu nahu, tajwid, hadis, imlak, sorof, akhlaq dan mafudot.

"Daripada hidup di luar nggak jelas, lebih baik mondok di sini. Apalagi sekarang sudah banyak orang ngejar dunia, sedangkan pergaulan di luar agak kacau. Kita di sini kan tergantung imannya. Kalau iman seseorang kuat untuk mengikuti Syariat Islam kita pasti masuk ke jalan yang benar," kata remaja berusia sekitar 18 tahun itu.

Di sini, kata Hamdan, ia tidak boleh keluar dari pesantren, meskipun dengan alasan untuk mencari rezeki sekalipun.

"Habib Bahar bilang, 'Kalau ente nanti lulus dari sini, selanjutnya ente mengajar, dan membuka majelis'," Hamdan menirukan perkataan gurunya itu.

Ia bercerita, datang ke Ponpes ini diantar orangtuanya. Sepengetahuannya, untuk masuk Tajul Alwiyyin ini gratis, untuk iuran bulanan boleh membayar semampunya.

Ponpes Tajul Alwiyyin merupakan pusat pengajaran Syariat Islam, didirikan Bahar Smith pada tahun 2014. Ponpes ini dihuni sedikitnya 60 santri yang datang dari berbagai pelosok daerah di Indonesia, seperti Pontianak, Bima, Lampung, Palembang, Medan, Pasuruan, Banten, Sukabumi, Subang dan Bandung.

Menurut Ketua RT setempat bernama Mustak, sudah menjadi rahasia umum kegiatan santri di Ponpes Bahar Smith adalah membuat pondokan sendiri.

"Ya memang kalau santri juga di mana-mana seperti itu. Kalau pondokan, santri yang bikin. Kalau bahannya mungkin Habib yang menyediakan," kata Mustak.

"Biasanya kalau pondok pesantren kolektifan anak-anak memasak, secara patungan atau mungkin juga Habib Bahar menyumbangkan ke situ. Dengar-dengar sih seperti itu," lanjutnya. []

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.