Saudari Pelaku Serangan di New York, Kakaknya Mungkin Telah Dicuci Otak

Saudari pelaku serangan di New York asal asal Uzbekistan, mengatakan bahwa kakaknya mungkin telah dicuci otak
Sayfullo Saipov, terduga pelaku serangan di New York. (Foto:LATimes)

Alma Ata, (Tagar 4/11/2017) - Saudari pelaku serangan di New York asal asal Uzbekistan, mengatakan bahwa kakaknya mungkin telah dicuci otak dan meminta Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Jumat untuk memastikan dia mendapat pengadilan adil.

Sayfullo Saipov, 29, didakwa di pengadilan federal pada Rabu atas tindakannya mengendarai truk pikap sewaan menyusuri jalur sepeda di tepi sungai, menabrak pejalan kaki dan pengendara sepeda untuk tindakan mendukung IS.

Puluhan orang terluka dalam serangan tunggal paling berdarah di kota tersebut sejak 11 September 2001. Trump meminta Saipov mendapatkan hukuman mati.

Saat berbicara dari Tashkent, ibu kota Uzbekistan, adik Saipov, Umida Saipova, mengatakan berharap Trump dapat membantu memastikan adiknya diberi lebih banyak waktu dan pengadilan adil.

Dia mengatakan melalui telepon bahwa dia dan keluarganya telah terkejut melihat Saipov menumbuhkan janggut panjang setelah dia menikah pada 2013. Umida Saipova mengatakan kepada Radio Free Europe (RFE) bahwa keluarganya percaya kakaknya mungkin telah dicuci otaknya.

"Kami tidak tahu siapa yang telah mencuci otaknya," ujar Saipova. "Mungkin dia menjadi bagian dari kelompok yang terorganisir. Saya tidak tahu, sejujurnya, berapa lama waktu yang dibutuhkan kepalanya untuk menyingkirkan racun itu, tapi saya yakin dia akan sadar, InsyaAllah," katanya. Dia mengatakan bahwa dirinya telah berbicara dengan saudara laki-lakinya sehari sebelum serangan tersebut.

"Suasana hatinya sedang dalam keadaan baik. Itu perbincangan biasa dan menyenangkan," katanya pada RFE. Ibu Saipov, Mukaddas, mengatakan bahwa dia terakhir kali melihat anaknya pada Agustus saat dia mengunjungi Amerika Serikat. Menurutnya, serangan tersebut merupakan "kejutan total" bagi keluarga tersebut.

"Saya sangat terkejut dengan berita tersebut dan saya berada di rumah sakit (sejak saat itu) sampai sore ini," katanya. Mukaddas mengatakan Sayfullo berkata kepadanya pada Agustus bahwa dia merindukan Tashkent. Dia ingin membawanya pulang, tapi tidak bisa karena anak bungsunya baru berusia 20 hari, katanya.

Sayfullo tidak pernah mengeluh tentang hidupnya di Amerika Serikat dan mampu menghidupi keluarganya serta membantu orang tuanya pada saat bersamaan, ungkapnya. "Dia baik dengan semua temannya," kata Mukaddas.

"Tidak, dia tidak religius dan tidak pernah mengunjungi masjid karena dia selalu sibuk belajar dan kemudian bekerja," kata Mukaddas.

Trump telah mencuitkan tentang dari Saipov: "harus tindak cepat. HUKUM MATI!" Umida Saipova mengatakan kepada RFE bahwa ia dan keluarganya mengharapkan kakaknya tidak akan dihukum mati dalam persidangan dalam waktu dekat.(ant/wwn)

Berita terkait