Sangat Ironis Jika Stok Darah di PMI Sampai Langka

Jika unit-unit PMI menerapkan filosofi transfusi darah, tidak akan pernah terjadi kelangkaan stok darah di PMI karena darah diganti dengan darah
Ilustrasi. (Foto: vecteezy.com)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

TAGAR.id - “Stok Darah di PMI Langka Akibat Jumlah Pendonor Darah yang Turun”. Ini running text di CNN Indonesia, 26 Maret 2020. Kondisi ini jelas tidak masuk akal dan merupakan ironi yang seharusnya tidak akan pernah terjadi. 

Soalnya, secara teoritis persediaan darah di unit-unit transfusi darah (UTD) PMI (Palang Merah Indonesia) tidak akan (pernah) habis kalau filosofi transfusi darah diberlakukan secara konsisten dan konsekuen.

Darah diganti dengan darah. Itulah landasan filosofis transfusi darah. Artinya, kalau Anda mengambil darah ke unit-unit PMI maka Anda harus menggantinya dengan darah. Bisa membawa anggota keluarga, kerabat atau teman ke unit PMI. Misalnya, seseorang mengambil tiga kantong darah dari PMI, maka dia harus membawa tiga donor untuk mengganti darah yang diambil.

1. Uang pengganti biaya pengolahan darah

Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Darah diganti dengan uang. Ini tentu saja bisa dikategorikan sebagai jual-beli darah. Tapi, PMI berkelit dengan menyebut pengenaan biaya selama ini hanya untuk mengganti ongkos produksi pengolahan darah bukan jual-beli darah yang disebut sebagai Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD).

BPPD antara lain untuk harga kantong darah dan skrining darah donor untuk menapis penyakit menular yaitu hepatitis, sifilis, malaria dan HIV/AIDS. Untuk skrining HIV/AIDS dipakai reagen ELISA.

Yang mengambil darah dari unit-unit PMI memang harus membayar BPPD dan harga kantong darah, tapi mereka tetap harus membawa donor pengganti. Ini mutlak karena darah untuk transfusi bersifat sosial bukan komersial.

Maka, kalau unit-unit PMI tidak menerapkan filosofi transfusi tidak ada kemungkinan persediaan darah habis atau menipis di PMI. Tapi, karena darah diganti uang maka persediaan darah pun habis. Apalagi di bulan puasa donor berkurang dan ketika pandemi virus corona (Covid-19) donor pun berkurang sedangkan permintaan melonjak apalagi pada wabah Demam Berdarah Dengue (DBD).

Persoalan besar juga muncul ketika PMI tidak konsekuen menerapkan filosofi transfusi darah terhadap darah dengan golongan yang langka, seperti AB dan yang mempunyai rhesus+. Golongan darah ini langka, begitu juga dengan rhesus+. Seorang teman di Tangerang kelabakan cari darah Gol AB untuk anaknya, terpaksa minta bantuan teman-teman di berbagai media sosial menyuarakan hal ini. Memang berhasil tapi hanya untuk anak itu sedangkan stok di PMI tetap kosong.

2. Pelayanan transfusi darah dengan standar ISO

Sudah rahasia umum rumah-rumah sakit swasta hanya menyuruh kurir mengambil darah ke PMI dengan membawa ongkos produksi. Sedangkan ‘wong cilik’ terkadang dipaksa bawa donor pengganti. Himbauan untuk menjadi donor sukarela terus berkumandang, tapi pengambilan darah dengan imbalan ’ongkos produksi’ terus berlangsung dengan mengabaikan filosofi transfusi darah.

Biar pun ada skrining darah donor di PMI, tapi dengan memakai reagen ELISA tetap ada risiko terkait dengan HIV/AIDS. Soalnya, yang dicari ELISA bukan virus (HIV), tapi antibody HIV yang baru terbentuk paling cepat tiga bulan setelah tertular. Dari tertular sampai antibodi HIV terbentuk disebut masa jendela. Maka, jika darah donor yang diuji ada di masa jendela hasilnya bisa negatif palsu (HIV ada di darah tapi uji saring darah dengan ELISA non reaktif) atau positif palsu (HIV tidak ada di darah tapi hasil uji saring darah dengan ELISA reaktif).

Kalau darah hasil skrining di PMI positif, biarpun positif palsu, maka tidak ada persoalan karena darah itu tidak dipakai. Tapi, kalau hasilnya negatif palsu maka ini yang membuat celaka. Hasil tes negatif tapi HIV sudah ada di dalam darah dan ditransfusikan.

Kalau saja PMI mau menerapkan tes awal kepada calon donor, maka masa jendela bisa dihindari. Dalam formulir isian harus ada pertanyaan: Kapan Anda terakhir melakukan hubungan seksual di dalam atau di luar nikah tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan? Kalau jawabannya di bawah tiga bulan maka calon donor bisa ditolak karena hasil skrining bisa negatif atau positif palsu.

Malaysia lebih maju karena kerajaan itu pernah didenda 100 juta ringgit kepada seorang perempuan guru mengaji yang tertular HIV dari transfusi darah di rumah sakit kerajaan. Untuk mengantisipasi kemungkinan penularan HIV melalui transfusi darah Malaysia menetapkan pelayanan transfusi darah dengan standar ISO (International Organization for Standardization) melalui standar ISO/ICE 17025:1999 (general requirements for the competence of testing and calibration laboratories).

Cara yang ditempuh Malaysia itu dapat menjadi cermin bagi kita. Biarpun biaya untuk mendapatkan sertifikat ISO besar, tapi akan lebih baik daripada dituntut ratusan miliar rupiah. []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di Tagar.id

Berita terkait
Covid-19 dan Stok Darah di Yogyakarta
Stok darah di Yogyakarta mengalami penurunan 40 persen sebagai dampak merebaknya Coronavirus.
Menyoal Skrining Darah di PMI Kota Makassar
Skrining darah terhadap HIV di PMI dilakukan dengan cara unlinked anonymous yaitu yang diskrining HIV adalah darah donor bukan donor darah
0
Kapolri: NU Teruji Jaga Keutuhan NKRI
Ia menilai upaya menjaga kekompakan dan persatuan di antara Nahdliyin amat lah penting.