RUU KUHP Alot, DPR Bimbang Untuk Hapus Pasal Penghinaan Presiden

Perdebatan muncul, jika penghinaan terhadap kepala negara asing di negara kita dipidana, mengapa penghinaan terhadap kepala negara sendiri dibiarkan tanpa dipidana.
Suasana rapat pembahasan RUU KUHP di Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/2). (Foto: Nuranisa)

Jakarta, (Tagar 5/2/2018) - Pasal mengenai penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dalam Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi pasal yang masih alot diperdebatkan di Komisi III DPR.

Dalam RUU KUHP ini, penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dimuat dalam pasal 262-264 Tindak Pidana terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden. Komisi III mengusulkan agar pasal ini dihapus.

“Pasal yang berkenaan dengan kepala negara ini kami mengusulkan supaya itu dihapus,” ujar Wakil Ketua Komisi III Benny K. Harman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/2).

Penghapusan pasal tersebut diperdebatkan karena dinilai dapat menghalangi kebebasan publik mengutarakan pendapat. Namun, perdebatan lain juga muncul, karena jika penghinaan terhadap kepala negara asing di negara kita dipidana, mengapa penghinaan terhadap kepala negara sendiri dibiarkan tanpa dipidana.

“Ya itu yang kita persoalkan. Mengapa penghinaan terhadap kepala-kepala negara asing itu dipidana. Sedangkan penghinaan terhadap kepala negara kita sendiri tidak dipidana,” ujar politikus Partai Demokrat ini.

“Tapi kita ingatkan supaya pasal ini tidak boleh dieliminasi. Eksistensi freedom of speechfreedom of control, kontrol terhadap kekuasaan,” sambungnya.

Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP, tengah dibahas di Komisi III DPR bersama tim perumus dan tim sinkronisasi pemerintah dari Kementerian Hukum dan HAM.

Pembahasan kali ini tim perumus dan tim sinkronisasi membahas sejumlah pasal dengan memberikan pasal alternatif seperti besar kecilnya hukuman dari setiap pasal.

“Itu alternatif-alternatif yang disampaikan tadi. Kalau soal besar kecilnya hukuman itu ada metodenya ada sejumlah metode yang bisa digunakan tetapi pemerintah dan dewan telah mengambil keputusan untuk menentukan satu metode,” ungkap Benny.

Perlu diketahui, sejumlah pasal yang masih tertunda dan alot tidak hanya pasal penghinaan presiden. Pasal-pasal tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.

• Pasal 2 ayat 1 Asas Legalitas dan Hukum yang Hidup dalam Masyarakat

• Pasal 67 yang berubah menjadi pasal 69A Hukuman Mati

• Pasal 72 ayat 1 huruf a Pertimbangan Usia untuk dapat Dipidana

• Pasal 135 Akan Memperingan dan Memberat Pidana, Pasal 220 Ajaran Komunisme/Marxisme/Leninisme,

• Pasal 234 Dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana benda paling banyak Kategori II, setiap orang yang tanpa wewenang: memasuki wilayah yang sedang dibangun untuk keperluan pertahanan keamanan negara dalam jarak kurang dari 500 meter, kecuali pada jalan besar untuk lalu lintas umum (pending TNI/Polri)

• Pasal 262-264 Tindak Pidana terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden

• Pasal 484 tentang Perluasan Zina

• Pasal 488 Kumpul Kebo

• Pasal 495 LGBT

• Pasal 505 Perjudian

• Bab Tindakan Pidana Khusus terkait Tipikor, tindak pidana Narkotika, pelanggaran HAM berat, Terorisme dan TPPU.

Benny sendiri belum bisa memastikan bisa menyelesaikan RUU KUHP untuk kemudian bisa dibawa ke paripurna. Padahal, pembahasan RUU KUHP ini telah dibahas selama tiga tahun ini. Dalam perjalanannya, Komisi III telah melakukan serangkaian pertemuan meminta masukan dari sejumlah ahli pidana, kalangan universitas, LSM, dan Aparat Penegak Hukum (APH). (nhn)

Berita terkait