Rupiah Bertengger di Rp 14.800, Kubu Jokowi Minta Stop Politisasi

“Berhentilah mempolitisasi rupiah, toh kritikan kubu oposisi itu tidak ada dampak positifnya,” kata Waras Wasisto.
Ketua Fraksi PDIP DPRD Jawa Barat (Jabar) Waras Wasisto. (Foto: Tagar/Fitri Rachmawati)

Bandung, (Tagar 13/9/2018) - Kubu pendukung pasangan Joko Widodo dengan KH Ma’ruf Amien meminta kubu Prabowo Subianto dengan Sandiaga Uno berhenti mempolitisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar yang masih melemah. Kritikan yang dikeluarkan kubu oposisi dinilai cenderung tidak memberikan solusi, justru menyudutkan pemerintah yang saat ini tengah gesit mengatasi nilai tukar rupiah yang mulai menguat meski terkerek sedikit.

“Berhentilah mempolitisasi rupiah, toh kritikan kubu oposisi itu tidak ada dampak positifnya terhadap perubahan menguatnya nilai rupiah. Apalagi bicara tidak berdasarkan data yang membanding-bandingkan dengan pemerintahan sebelumnya,” tutur Ketua Fraksi PDIP DPRD Jawa Barat (Jabar) Waras Wasisto, di Bandung, Kamis (13/9/18).

Apalagi, jelas Waras yang juga sekaligus Bendaraha DPD PDIP Jabar itu, kritikan oposisi atau kubu Prabowo Subianto dengan Sandiaga Uno yang membanding-bandingkan pemerintah saat ini dengan pemerintah sebelumnya tidak berdasarkan data-data yang valid, dan sebenarnya sama sekali berbeda.

“Kita melihat kondisi melemahnya nilai tukar rupiah dikait-kaitkan dengan kondisi 1998, yaitu periode krisis moneter. Jelas kondisinya sangat berbeda, seharusnya kubu oposisi melihat data dengan benar,” jelasnya.

Waras menerangkan, kondisi makro 1998 dengan saat ini dinilai lebih baik di 2018. Selain itu, kubu oposisi pun seharusnya melihat faktor penyebab anjloknya nilai tukar rupiah saat ini dengan 1998 salah satunya, di 1998 lebih kuat didorong oleh politik dan ini dijadikan alat untuk menumbangkan pemerintah saat itu.

“Sedangkan kondisi (nilai tukar rupiah terhadap dolar) saat ini lebih banyak atau kuat dipengaruhi oleh faktor ekonomi makro (global) seperti sentimen kebijakan moneter negara lain dinilai cukup berpengaruh terhadap Indonesia,” tukasnya.

Artinya, tambah dia, kubu oposisi mengkritik tanpa data dan solusi mumpuni untuk memperbaiki kondisi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang saat ini mulai terkerek naik meski kecil. Tetapi, setidaknya ada penurunan.

Pihaknya mengimbau kepada kubu oposisi, daripada mengkritik tanpa solusi apalagi data lebih baik memberikan solusi nyata yang paling sederhana seperti melepas dollar ke rupiah saja.

Di tempat yang berbeda, Politisi PAN sekaligus Sekretaris Jenderal PAN Jawa Barat, Herry Dermawan berharap Presiden Joko Widodo jujur terhadap kondisi perekonomian Indonesia yang sedang melemah, khususnya di tengah-tengah nilai rupiah terhadap mata uang dollar kian merosot tajam.

“Saya hanya meminta   Pemerintah (Presiden Jokowi) jujur terhadap kondisi ekonomi Kita saat ini, dampaknya sudah terasa di daerah harga beras naik, rupiah melemah, apa bedanya kartu sehat dengan kartu serupa pada sebelumnya, dan kejujuran Presiden terhadap cicilan utang kita berapa. Jangan balik menuduh kami tidak jujur atau berbicara tidak menggunakan data. Padahal soal hutang itu Ketua MPR justru mengutip pernyataan dari Menteri Keuangan,” tuturnya.

Lebih lanjut Herry menjelaskan, dirinya sangat khawatir atas melemahnya nilai tukar rupiah sampai tembus diangka sekitar Rp 14.000-Rp 15.000. Sebab, hal tersebut tentunya akan mengerek harga-harga dan tentunya ini akan memberatkan masyarakat ekonomi lemah.

“Ya pasti akan berdampak kepada harga-harga naik dan ini sangat bahaya bagi masyarakat. Saat ini belum naik saja, masyarakat sudah kelimpungan, apalagi nanti apabila sudah naik,” jelasnya.

Kondisi seperti ini, terang dia, hanya menguntungkan bagi para eksportir saja tetapi kebanyakan eksportir biasanya menyimpan uangnya tidak di Indonesia tetapi di luar negeri sehingga akan memperparah kondisi.

“Untuk itulah, saya sangat berharap Pemerintah memiliki sensitivitas atas kondisi ini, karena meskipun tidak ada masyarakat yang mendemo sebagai respons negatif atau keresahan atas kondisi ini Pemerintah Pusat harus segera berbuat sesuatu untuk menekan nilai tukar rupiah yang terus melemah ini,” terang dia.

Sebab, upaya Pemerintah dalam menahan laju melemahnya nilai tukar rupiah ini sudah menjadi kewajibannya. Kami di daerah tidak bisa berbuat apa-apa, meski di daerah pun akan terkena dampaknya.

“Kondisi ini untuk orang kaya tidak mengapa karena kebanyakan mereka menyimpan uang dalam mata uang dollar. Berbeda halnya dengan masyarakat miskin yang sudah sangat susah yang akan terkena dampaknya,” kata dia.

Oleh karena itu, tambah Herry, dirinya sangat berharap pemerintah segera mempercepat upaya menekan nilai rupiah yang saat ini lemah, dan segera mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengatasi hal ini terutama dampak negatifnya terhadap masyarakat.

“Meskipun cadangan uang masih banyak di BI, tetapi tetap saja apabila tidak ada cepat merespons dikhawatirkan akan terjadi kembali kejadian 1998,” ujarnya.

Adapun Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Barat, Irfan Suryanegara mengakui dirinya sangat heran di tengah-tengah anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang tembus sampai Rp 15.000 dan saat ini mulai menurun kurang lebih Rp 14.900, respons masyarakat nampak diam atau tidak ada penolakan atau desakan untuk segera mengantisipasi dari masyarakat.

“Saya heran, kenapa tidak ada penolakan dari masyarakat seperti berdemo atau sikap lainnya. Dahulu di jaman SBY BBM naik demo, sekarang aneh BBM naik tidak ada yang berdemo. Lama-lama kok seperti ini ya (tidak kondusif),” tuturnya.

Tetapi terang Irfan, jangan juga naiknya nilai tukar rupiah terhadap dolar ini langsung meminta ganti presiden dengan cara-cara yang tidak konstitusional karena dampaknya yang merusak, dan gerakan menggantikan presiden  seperti 1998 sangat berbiaya tinggi.

“Jadi, jangan dengan cara-cara yang menjatuhkan kekuasaaan pemerintah yang sah saat ini dengan cara seperti di tahun 2018,” terangnya.

Namun demikian kata Irfan, melihat fenomena reaksi masyarakat Indonesia tidak hanya di Jawa Barat yang nyaris tanpa reaksi nampak aneh, dan seperti dininabobokan (dikelabui) dengan citra Joko Widodo terutama kinerjanya dengan pemberitaan yang masif sehingga, terbentuk opini masyarakat bahwa ekonomi di Indonesia baik-baik saja. Padahal nyatanya tidak seperti itu.

“Seharusnya peemerintah melihat dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar ini. Seperti pabrik-pabrik yang utangnya pakai dolar dipastikan akan banyak mem-PHK-an pegawainya. Harga-harga tentunya akan terkerek naik, lihat saja saat ini mulai nampak kenaikan di mana-mana dan jangan sampai hal ini justru menjadi kristal dan memuncak menggelembung yang akhirnya masyarakat meminta turunkan atau ganti presiden dengan cara tidak konstitusional,” kata dia. []

Berita terkait
0
Barcelona Disebut Akan Jadi Pilihan Terakhir Cristiano Ronaldo
Pakar Portugis sebut dia ingin meninggalkan Manchester United dengan pilihan Barcelona dan kemudian ada Atletico