Rujukan Berjenjang BPJS, RS Tipe A dan B Terancam Kolaps

Rujukan berjenjang BPJS dinilai menyulitkan pasien BPJS mendapat haknya, juga hal itu membuat RS tipe A dan B terancam kolaps.
Pasien peserta BPJS tak bisa lagi memilih rumah sakit yang diinginkan karena ketentuan rujukan berjenjang online BPJS. Ketentuan tersebut dinilai merepotkan masyarakat dan dikhawatirkan membuat kolaps rumah sakit tipe A dan B. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Semarang, (Tagar 1/10/2018) - Penerapan kebijakan rujukan berjenjang online oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dikeluhkan Asosiasi Rumah Sakit Daerah (ARSADA) Provinsi Jawa Tengah (Jateng). Selain menyulitkan pasien peserta BPJS mendapat haknya, ketentuan tersebut juga dapat mengancam keberlangsungan hidup rumah sakit (RS), khususnya RS bertipe A dan B.

"Pemberlakuan sistem rujukan online berbasis kompetensi dari BPJS Kesehatan, pada kenyataannya dilaksanakan berdasarkan kelas rumah sakit dan bukan berdasarkan kompetensi dan jarak," kata tutur Sekretaris Arsada Jateng, Susi Herawati, Senin (1/10).

Menurut Susi, pihaknya menerima banyak keluhan pasien peserta BPJS Kesehatan lantaran merasa dipersulit dalam mendapatkan akses pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut, terutama di  rumah sakit umum daerah (RSUD) tipe B.

"Masyarakat tidak mendapatkan keadilan dan  merasa diperlakukan secara diskriminatif karena tidak dapat memilih  rumah sakit yang diinginkan," tegas dia.

Padahal pemerintah daerah telah berupaya memenuhi sarana dan prasarana di RSUD sesuai kebutuhan masyarakat. "Sehingga investasi yang telah difasilitasi oleh pemerintah tersebut tidak sesuai tujuan yang diharapkan," kata Susi.

Di sisi lain, dengan diberlakukan aturan rujukan online BPJS, maka semua rujukan penyakit dalam diarahkan ke RS tipe D hingga maksimal, baru kemudian ke tipe C. 

"Spesialis penyakit dalam di RS tipe B tidak akan menerima pasien, kecuali ke subspesialis metabolik endokrin dan Ginjal Hipertensi," ujar dia.

Dengan demikian akan terjadi penumpukan pasien di RS tipe C dan D serta di klinik kesehatan. Sedangkan pasien di RS tipe B dan A akan sangat berkurang drastis karena sudah dikerjakan di RS tipe yang lebih rendah.

Dampaknya, dokter spesialis di RS tipe tinggi, A dan B, akan banyak menganggur. Hal yang dimungkinkan terjadi adalah eksodus dokter dari RS bertipe besar ke RS kecil.

"Rumah sakit yang bisa bertahan adalah rumah sakit kecil, peralatan sederhana dan berbiaya murah. Sedangkan rumah sakit besar yang cenderung berbiaya operasional besar akan rentan kolaps karena kehilangan pasien, " beber dia.

Atas permasalahan itu, Arsada akan mengirim surat ke Presiden RI Joko Widodo guna mendapat solusi. 

"Kami memohon kepada Bapak Presiden Republik Indonesia sebagai bapak rakyat seluruh Indonesia untuk dapat mempertimbangkan. Tentunya dengan mengedepankan kepentingan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan secara berkualitas," imbuh Susi.

Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Jateng Ngargono menyatakan konsumen, dalam hal ini pasien rumah sakit peserta BPJS, punya hak untuk memilih pelayanan kesehatan di rumah sakit yang diinginkan.

"Selama dia tidak menyalahi ketentuan maka konsumen, termasuk memilih fasilitas kesehatan yang lain. Itu diatur di UU Perlindungan Konsumen," kata dia.

Di masa mendatang, lanjut Ngargono, perlu diatur agar konsumen bisa mudah memilih sekaligus pindah ke fasilitas kesehatan yang diinginkannya. 

"Yang penting dia pindah sesuai koridor BPJS," ujar dia.

Bagi Ngargono, pengalaman di RSI Sultan Agung, Semarang, perlu menjadi pembelajaran bagi penyelenggara kesehatan Tanah Air. Dimana pasien yang datang,  mengeluhkan sakit namun dipersulit mendapat pelayanan kesehatan. Sehingga pasien tersebut meluapkan kekecewaan dengan memberikan ancaman bom.

"Apa pun alasannya, rumah sakit tidak boleh mempersulit pasien yang datang. Terlebih jika memang pasien itu benar-benar sakit dan sangat membutuhkan pelayanan. Dan jika konsumen merasa kecewa tentu bisa menggugat penyelenggara pelayanan, baik lewat legal standing maupun class action," tukas Ngargono. []

Berita terkait
0
Cara Beli Pertalite Pakai Aplikasi MyPertamina
Wacana penggunaan aplikaai MyPertamina untuk pembelian Pertalite dan Solar masih terus diupayakan untuk diterapkan secepatnya.