Rokok Tingkatkan Risiko Bukan Redakan Corona

Komnas PT, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menjelaskan perilaku merokok terhadap virus corona.
Petugas menunjukkan tata cara etika batuk pada sosialisasi pencegahan Covid-19 di Rumah Sakit Pertamina Plaju Palembang, Sumsel, Kamis, 12 Maret 2020.(Foto: Antara/Feny Selly/hp)

Jakarta - Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menjelaskan perilaku merokok dapat memperparah pasien yang teridentifikasi virus corona (COVID-19) di Indonesia.

"Karena perilaku merokok merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko infeksi COVID-19 dan memperparah komplikasi penyakit yang diakibatkannya," ucap pihak Komnas PT dalam keterangan tertulis yang diterima Tagar, Jumat, 13 Maret 2020.

Data tersebut, sejalan dengan pernyataan WHO Indonesia. WHO Representative Indonesia Dr. N. Paranietharan mengingatkan masyarakat Indonesia berhati-hati karena corona berdampak pada perilaku merokok.

"Smokers are at high risk for heart disease and respiratory disease, which are high risk factors for developing severe or critical disease with COVID-19. Therefore, smokers in Indonesia are at high risk for COVID-19," kata Dr. N. Paranietharan, Minggu, 8 Maret 2020.

"Perokok berisiko tinggi untuk penyakit jantung dan penyakit pernapasan, yang merupakan faktor risiko tinggi untuk mengembangkan penyakit parah atau kritis dengan COVID-19. Karena itu, perokok di Indonesia berisiko tinggi terkena COVID-19."

RokokIlustrasi. (Foto: Pixabay/Gerd Altmann)

Pernyataan ini sejalan dengan hasil beberapa temuan yang terbit dalam berbagai literatur yang menyebutkan hubungan antara perokok dan karakteristik pasien terinfeksi COVID-19, di antaranya sebagai berikut.

1. Epidemiological and clinical features of the 2019 novel coronavirus outbreak in China (Yang Yang, dkk, medRxiv, 2020) Sekelompok peneliti dari Cina dengan beragam latar belakang institusi, di antaranya Beijing Institute of Microbiology and Epidemiology, University of Florida, dan Chinese Centre for Disease Control and Prevention, menyebutkan keparahan corona pada laki-laki di China lebih tinggi dibandingkan perempuan, hal ini dapat disebabkan karena laki-laki di China kebanyakan adalah perokok berat. Studi ini juga menyebutkan 61,5 persen penderita pneumonia berat akibat coronavirus adalah laki-laki dan tingkat kematian 4,45 persen pada pasien laki-laki dan 1,25 persen pada pasien perempuan.

2. Analysis of factors associated with disease outcomes in hospitalized patients with 2019 novel coronavirus disease (Wei Liu, dkk., Chinese Medical Journal, 2020). Dalam studinya menyebutkan, 78 pasien COVID-19 dengan pneumonia selama 2 minggu perawatan ditemukan bahwa 11 pasien memburuk dan 67 pasien kondisinya membaik, dengan 27 persen dari kelompok yang memburuk memiliki riwayat merokok, sementara dari kelompok yang kondisinya membaik hanya 3 persen yang punya riwayat merokok.

3. Epidemiological and clinical characteristics of 99 cases of 2019 novel coronavirus pneumonia in Wuhan, China: a descriptive study (Prof. Nanshan Chen, dkk, The Lancet, 2020) Studi ini menyebutkan 99 orang pasien dari Wuhan Jinyintan Hospital dirawat selama 20 hari, 11 orang meninggal pada akhir penelitian, 3 adalah perokok dengan 2 kematian pertama adalah perokok laki-laki.

"Melihat temuan-temuan di atas, masyarakat perlu mengetahui bagaimana perilaku merokok memiliki risiko lebih tinggi terhadap infeksi dan perparah komplikasi COVID-19, sehingga masyarakat lebih waspada mengingat Indonesia adalah negara dengan jumlah perokok pria yang sangat tinggi," ucap Kepala Lembaga Biologi dan Pendidikan Tinggi Eijkman Prof.Dr. Amin Soebandrio, PhD, SpMK (K).

Hal tersebut, senada dengan Ketua Pokja Masalah Rokok Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Dr. Feni Fitriani Sp.P(K). Ia mengatakan merokok meningkatkan reseptor ACE 2, yang kita tahu juga menjadi reseptor virus corona penyebab COVID-19.

Sehingga makin banyak virus corona penyebab COVID-19 yang hinggap atau menempati reseptor tersebut, jadi perokok makin besar risiko kena COVID-19.

"Ini juga meluruskan disinformasi yang beredar yang menyebutkan merokok atau asap rokok bisa membantu meredakan COVID-19. Ini sama sekali salah. Maka, untuk mengurangi atau mencegah risiko corona dan komplikasinya, kurangi merokok. Berhenti lebih baik," ucapnya.

Untuk itu, pemerintah juga diharapkan lebih jelas menyampaikan kepada masyarakat salah satu pencegahan yang harus dilakukan adalah dengan berhenti atau setidaknya mengurangi merokok dan menyediakan panduan serta program pendampingan bagi masyarakat yang mau berhenti merokok demi melindungi mereka dari pandemi global COVID-19. []

Berita terkait
Corona, 19 Industri Dapat Relaksasi Bahan Baku Impor
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan terdapat 19 industri yang mendapat relaksasi bea masuk bahan baku impor dampak corona.
4 Pasien Kasus Virus Corona Meninggal Dunia
Dari 69 kasus virus corona yang ditangani pemerintah di beberapa rumah sakit 4 diantaranya meninggal dunia yaitu pasien nomor 25, 35, 36 dan 50
Kasus Positif Covid-19 RI Bertambah, Total 69 Orang
Juru Bicara Pemerintah untuk virus corona atau COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan pasien yang positif teridentifikasi menjadi 69 orang.
0
Uni Eropa Hentikan Penjualan Mobil BBM Mulai 2035
Kebijakan Uni Eropa untuk meredam perubahan iklim ulai tahun 2035 hanya mobil dengan nol emisi C02 yang boleh dijual di Uni Eropa