Robikin Sebut Ulama Tidak Lahir dari Rekayasa Sosial

“Predikat alim atau ulama dalam sejarahnya tidak lahir dari rekayasa sosial, apalagi dimaksudkan demi kepentingan duniawi berupa pencitraan politik,” kata Robikin Emhas.
Bakal Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno. (Foto: Ant/Dhemas Reviyanto)

Jakarta, (Tagar 19/9/2018) – Menyusul pernyataan Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayar Nur Wahid yang menyebut calon wakil presiden (cawapres) Sandiaga Uno sebagai ulama, mengundang Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas untuk angkat bicara.

Robikin mengatakan, sebutan ulama pada orang tidak sekadar yang bersangkutan menguasai disiplin ilmu tertentu, tetapi juga mempraktikkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Robikin, dalam perjalanan kebudayaan, predikat alim atau ulama dilekatkan kepada orang yang menguasai di bidang ilmu agama dan secara sosial layak menjadi panutan masyarakat karena dinilai kredibel dan konsisten dalam mengamalkan ilmu agamanya.

"Penguasaan ilmu agama, konsisten, kredibel, dan panutan adalah kata kuncinya. Tidak semua orang yang menguasai ilmu agama layak disebut alim atau ulama," kata Robikin di Jakarta, Rabu (19/9).

Dia seperti dikutip Antaranews lantas mencontohkan Snouck Hurgronje, seorang orientalis Belanda dan ahli politik imperialis pada era kolonial, yang dikenal sebagai orang yang belajar dan menguasai Quran.

"Kalau dasarnya hanya penguasaan ilmu, Snouck Hurgronje pun layak disebut ulama," ujar Robikin.

Namun, lanjutnya menggarisbawahi, tak seorang pun yang menyebut Snouck Hurgronje sebagai pribadi yang alim sebagai ulama. Apalagi, menjadikannya sebagai panutan.

"Karena ia tidak mengamalkan ilmu yang dipelajarinya. Bahkan, mempelajari Quran untuk maksud dan tujuan yang berbeda sehingga tidak menunjukkan adanya konsistensi pada dirinya," kata dia.

Hal lain yang tak kalah penting, kata Robikin, predikat alim atau ulama dalam sejarahnya tidak lahir dari rekayasa sosial, apalagi dimaksudkan demi kepentingan duniawi berupa pencitraan politik, misalnya.

Selain itu, predikat alim atau ulama adalah status sosial, bukan jabatan politik atau gelar akademik produk lembaga atau forum tertentu.

"Predikat alim atau ulama secara alamiah lahir dari rahim sosial, bukan dilahirkan atas dasar kesepakatan bersama dalam suatu forum permusyawaratan," kata Robikin.

Sebelumnya, Hidayar Nur Wahid menyebut Sandiaga Salahuddin Uno termasuk dalam golongan ulama. Hal ini, kata dia, sesuai dengan pedoman surat As Syura dan Al-Fatih di Al-Quran.

"Ulama itu justru tidak terkait dengan keahlian ilmu agama Islam. Satu tentang ilmu sejarah yaitu dalam surat As Syura, dan surat Al Fatir itu justru science, scientis. Jadi kalau kemudian Pak Sandi, menurut saya sih Pak Sandi itu ya ulama, dari kacamata tadi," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/9).

Sandi, kata Hidayat, memiliki kepribadian yang sesuai dengan kategori ulama di Al-Quran, yakni mulai dari rajin melakukan ibadah sunah, santun, tawaduk, tidak berperilaku mungkar, dan berilmu.

"Jadi orang yang berilmu dalam bidang ilmu apa pun kemudian menghadirkan sikap hidup yang tidak arogan tapi tawaduk melaksanakan ajaran Allah SWT gitu, takut pada Allah, takut melanggar aturan Allah, tidak melakukan perilaku yang mungkar," ujarnya.

"Kita liat Pak Sandi melakukan semuanya. Orangnya santun, melaksanakan ajaran agama dengan baik, dan sunah-sunah pun dilaksanakan minus poligami dan beliau juga perilakunya menghormati ulama itu perilakunya para ulama jadi kalau kemudian definisi ulama dikembalikan kepada Alquran maka kategori itu masuk," imbuhnya.

Hidayat mengakui, Sandi memang tidak memiliki predikat Kiai Haji. Namun, kata dia, predikat Kiai Haji itu tidak harus diberikan karena predikat Kiai Haji adalah kebiasaan masyarakat Indonesia.

"Kiai Haji adalah khas Indonesia kita menghormati para ulama, tentunya yang menggunakan kiai haji termasuk Kiai Ma'ruf termasuk Kiai Ma'ruf Amin pastilah beliau adalah ulama karena beliau Ketua MUI. Tapi sekali lagi kalau kita kembali ke Al-Quran sebagai rujukan tentang terminologi ulama begitulah kondisinya kalau yang belum paham silakan ngaji lagi," ucapnya. []

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.