Rizieq Shihab Bukan Tokoh Untouchable, Polri Diminta Tegas

Almisbat menyerukan dan mendukung Polri bersikap tegas terhadap Petinggi Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab.
Pengamat politik LIPI memprediksi apabila FPI dibubarkan, massa Habib Rizieq Shihab di DKI Jakarta dan Jawa Barat bisa gaduh. (ANTARA FOTO /Arif Firmansyah).

Jakarta - Sebanyak enam orang Laskar Khusus Front Pembela Islam (FPI) tewas di tangan personel Polda Metro Jaya saat mengawal Muhammad Rizieq Shihab (MRS). Persoalan ini masih menyisakan serangkaian kontroversi di ranah publik.

Pandangan pro dan kontra, dengan rasionalitasnya masing-masing, muncul secara intens di berbagai media. Hingga kini, ruang publik masih diisi dengan perbedaan cara pandang atas tewasnya enam orang anggota FPI itu.

Polri harus menunjukkan ke publik bahwa tidak seorang pun di negeri ini yang memperoleh perlakukan istimewa dan tidak tersentuh oleh hukum apapun alasannya

Pihak polisi mengklaim bahwa peristiwa tersebut muncul karena para pengawal MRS lebih dulu menyerang polisi, sebaliknya FPI menyatakan bahwa enam Laskar FPI tewas merupakan korban dari apa yang disebut sebagai extra judicial killing oleh polisi.

Sebab, saling klaim antar polisi dan FPI merupakan dua titik pandang yang saling berseberangan.

Kendati demikian, terlepas dari kasus yang sesungguhnya, Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Indonesia Hebat (Almisbat) menyesalkan peristiwa tersebut.

Melalui keterangan yang diterima Tagar, Almisbat menyatakan berbelasungkawa atas wafatnya keenam anggota FPI tersebut.

"Bagaimanapun juga, peristiwa yang merengut 6 orang anggota masyarakat seperti itu, tidak sepatutnya terjadi," kata Ketua Umum Almisbat Hendrik Sirait, dikutip dari keterangannya, Kamis, 10 Desember 2020.

Sebagai bagian dari masyarakat sipil, dalam hal ini Almisbat dituntut bersikap kritis terhadap polisi terkait tewasnya enam pengikut Rizieq Shihab tersebut.

"Pengusutan lebih lanjut atau upaya meminta pertanggungjawaban Polri agar kasus ini transparan juga harus dilakukan (apapun hasilnya), termasuk penyelidikan yang dilakukan PROPAM Mabes Polri atau penyelidikan yang tengah dilakukan Komnas HAM," ujarnya.

Disisi lain, Almisbat memandang dan menggarisbawahi bahwa semua pihak harus turut bersikap kritis terhadap sikap FPI terkait kasus ini.

"Untuk itu, Almisbat menyerukan agar masyarakat tidak menerima begitu saja sikap/pernyataan FPI bahwa kasus kematian 6 anggota FPI itu merupakan 100 persen extra judicial killing. Klaim semacam itu perlu pembuktian lebih lanjut," kata dia.

"Penting untuk dicatat bahwa sejak kedatangannya kembali ke Jakarta, MRS cenderung membuat resah dan mengusik ketenangan pubik. Alih-alih membuat tenteram masyarakat, sekembalinya MRS, mendengungkan kembali narasi yang menyuarakan ekspresi kebencian," ucap Hendrik menambahkan.

Lebih lanjut, Almisbat menegaskan, pernyataan yang seolah memberi legitimasi bagi pemenggalan kepala dari orang-orang yang mengkritik Islam telah memanaskan situasi sosial dan memperuncing relasi-relasi sosial keagamaan di Tanah Air.

Dia menjelaskan, hingga kini masyarakat Indonesia masih menyimpan memori tentang bagaimana rekam jejak tindak kekerasan, teror MRS dan FPI terhadap kelompok-kelompok rentan termasuk minoritas agama di Indonesia.

"Kita mencatat bahwa berbagai tindakan persekusi yang dilakukan FPI terhadap kelompok-kelompok minoritas agama di Tanah Air terjadi beberapa kali di sejumlah tempat di Indonesia," ujarnya.

Tambah Almisbat, salah satu bentuk aksi kekerasan yang dilakukan FPI adalah penganiayaan terhadap para aktivis Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, yang berdemo memprotes surat keputusan bersama tentang Ahmadiyah pada 1 Juni 2008 di lapangan Monas, Jakarta.

Di samping itu, FPI juga melakukan tindakan yang mengarah pada upaya menghalangi kebebasan menyatakan pendapat di ruang publik. Sedikitnya, selama ini tercatat FPI telah lima kali melakukan aksi pembubaran paksa.

Almisbat pun merangkum beberapa pembubaran yang dilakukan ormas FPI, yakni:

Pembubaran diskusi publik SETARA Institue

FPI pernah membubarkan kegiatan diskusi publik yang di gelar SETARA Institute dengan tema "Menghapus Diskriminasi, Membangun Perlindungan Holistik Jaminan Beragama/Berkeyakinan di Jawa Barat.

Acara itu diadakan bersama para korban diskriminasi dan kekerasan atas nama agama, perwakilan organisasi keagamaan dan sejumlah LSM pegiat HAM, di sebuah hotel The Amaroossa, Bandung, Jawa Barat, Kamis, 6 Januari 2011.

FPI menggeruduk acara tersebut karena menuding pemberitaan yang dilakukan Setara Institute sering membuat laporan-laporan yang mendiskreditkan umat Islam

FPI geruduk diskusi lintas agama di Surabaya

Puluhan anggota Front Pembela Islam (FPI) Surabaya membubarkan rencana diskusi terbatas forum lintas agama di Hotel Inna Simpang, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Kamis, 13 Januari 2013 silam. Mereka menggeruduk hotel dan meminta agar pengelola hotel membatalkan kegiatan tersebut.

Ketua Tanfidziyah FPI Surabaya, Muhammad Mahdi al-Habsyi mengatakan, dia bergerak dengan alasan pertemuan lintas agama itu telah ditunggangi oleh Ahmadiyah dan kelompok gay serta lesbian. Mereka menggunakan momentum kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menggelar seminar.

FPI bubarkan paksa diskusi teologi Islam-Kristen

Sebanyak 10 anggota Front Pembela Islam (FPI) membubarkan diskusi dan bedah topik teologi Islam-Kristen di Surabaya, Jawa Timur, (13 Juni 2013). Mereka memaksa masuk ke dalam area acara dan menghentikan pembahasan yang ada dalam kitab suci agama Kristen dan Islam itu.

FPI bubarkan diskusi buku di Salihara

Diskusi dan peluncuran buku di Komunitas Salihara, Jalan Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dibubarkan polisi dengan alasan tidak memiliki izin. Pembubaran itu atas desakan ratusan massa Front Pembela Islam (FPI) yang datang ke lokasi kuliah umum dan peluncuran buku Iman, Cinta dan Kebebasan oleh tokoh feminis asal Kanada, Irshad Manji, Jumat, 4 Mei 2012.

FPI bubarkan diskusi buku Tan Malaka di Surabaya

Acara bedah buku Tan Malaka di C20 Library Jalan Dr Cipto, Surabaya, Jawa Timur batal digelar. Sebab, selain sempat dilarang pihak kepolisian, acara itu juga disoroti oleh pihak Front Pembela Islam (FPI) Jawa Timur, Jumat, 7 Februari 2014.

Selain FPI, hadir juga beberapa elemen yang tergabung dalam Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jawa Timur. Mereka memprotes keras gelar acara tersebut, sebab sosok Tan Malaka adalah tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka menyatakan tak peduli, meski Tan Malaka juga salah satu tokoh pejuang.

Yang lebih mengerikan, kata Hendrik, jargon atau kampanye tentang NKRI bersyariah yang acap di suarakan seperti menjadi upaya Rizieq dan FPI ingin merubah bentuk dasar negara yang sudah final sehingga berpretensi mengancam kohesi kebangsaan direkatkan pada kesatuan yang dilandasi pada keberagaman.

Lebih dari itu, posisi MRS saat ini juga penting untuk dinilai secara kritis. Sejak kedatangannya kembali ke Indonesia, para pengikutnya cenderung memposisikannya sebagai tokoh Untouchable (tidak tersentuh). 

"Oleh karenanya, berbagai protokol kesehatan menyangkut Covid-19 dilanggar oleh MRS sejak kedatangannya ke kembali ke tanah air. Kerumunan massa, dalam berbagai event kedatangannya, muncul berkali-kali di ruang publik," tuturnya.

Kemudian, upaya MRS yang selalu menghindari pemanggilan polisi terkait kerumunan yang bersumber dari dirinya, ditambah dengan upaya menghalangi petugas oleh para pengikut MRS, justru memperkuat penilaian publik bahwa dirinya sama sekali tidak patut dijadikan teladan.

Berbeda dengan pejabat publik seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Wagub DKI Ahmad Riza Patria, serta Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang semuanya bersedia dipanggil pihak kepolisian untuk memberikan klarifikasi terhadap kerumunan massa, MRS justru menolaknya. 

"Sikap MRS ini memperlihatkan bahwa dirinya digdaya di mata hukum dan mau menang sendiri. Belum lagi ketidakterbukaan dan pembangkangannya terhadap upaya pemeriksaan status kesehatannya oleh Dinas Kesehatan Kota Bogor saat di rawat di salah satu Rumah Sakit Swasta di Bogor, semakin menjadi bukti ketidakpatuhannya terhadap aturan," ucap Hendrik.

Dia menegaskan, MRS yang memperlakukan dirinya secara istimewa di publik sesungguhnya secara langsung ataupun tidak langsung menggambarkan bahwa petinggi FPI itu dapat melakukan apa saja secara semena-mena terhadap siapapun termasuk aparatus negara. 

"Terkait soal ini Almisbat menyerukan sekaligus mendukung upaya Polri untuk dapat lebih bersikap tegas terhadap MRS. Polri harus menunjukkan ke publik bahwa tidak seorang pun di negeri ini yang memperoleh perlakukan istimewa dan tidak tersentuh oleh hukum apapun alasannya," ucap Ketua Umum Almisbat Hendrik Sirait.[]

Berita terkait
Dialog Empat Mata Jokowi - Rizieq Dapat Selesaikan Konflik
Dialog empat mata antara Presiden Jokowi dan Pentolan FPI Habib Rizieq Shihab diyakini dapat menyelesaikan konflik kebangsaan.
Polisi Buru 4 Anggota Pengawal Habib Rizieq yang Lolos
Polisi terus mengejar keberadaan empat pengawal Habib Rizieq Shihab yang berhasil melarikan diri dalam insiden berdarah di Tol Jakarta-Cikampek.
Penyebab Oknum Polisi Pekalongan Ancam Sembelih Habib Rizieq
Propam Polda Jateng memeriksa kondisi kejiwaan oknum polisi Pekalongan yang ancam Habib Rizieq Shihab. Ternyata lagi ada masalah keluarga.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.