Riyoyo Kupat Mini, Edukasi Anak Jadi Entrepreneur

Perayaan Riyoyo Kupat Mini ini merupakan tradisi. Penjualnya adalah anak-anak perempuan dan laki-laki.
Perayaan Riyoyo Kupat Mini di Kampung nelayan RW 02 Desa Sukolilo, Kelurahan Sukolilo Baru, Kecamatan Bulak, Surabaya. (Foto: Tagar/Ihwan Fajar)

Surabaya - Masyarakat Jawa mengenal Lebaran Kupat (Ketupat). Lebaran yang dilakukan setelah melakukan puasa syawal selama enam hari setelah Idul Fitri, pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga membudayakan dua kali "bakda", yaitu bakda Lebaran dan bakda Kupat. Sunan Kalijaga ingin menunjukkan tradisi bakda sebagai rasa syukur setelah diberi kekuatan dan kesempatan untuk mengamalkan hadist Rasululullah setelah menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan dan menjalankan puasa enam hari pada bulan Syawal.

Meski sebelumnya, sajian Ketupat bagi sebagian orang Jawa dan di beberapa negara Asia masih disakralkan. Sunan Kalijaga berupaya menggeser kesakralan ketupat tersebut dangan cara asimilatif.

Olehnya itu, yang dulu Ketupat adalah hal sakral, Sunan Kalijaga mengubahnya menjadi ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT setalah berpuasa enam hari di bulan Syawal.

Perayaan Kupat sendiri di Jawa ada berbagai macam nama dan acara, tergantung masing-masing daerah, seperti yang dilakukan kampung nelayan RW 02 Desa Sukolilo, Kelurahan Sukolilo Baru, Kecamatan Bulak, Surabaya.

Pagi itu, Rabu 12 Juni 2019 di Sukolilo Gang 4, Kelurahan Sukolilo Baru, Kecamatan Bulak, Surabaya ramai warga karena diadakannya Perayaan Riyoyo Kupat (Lebaran Ketupat) Mini.

Meski perayaan Riyoyo Kupat Mini ini merupakan tradisi sebagai ungkapan syukur kampung nelayan, ada hal yang menarik, yakni deretan penjual yang di mana penjualnya adalah anak-anak perempuan dan laki-laki.

Menariknya lagi, mereka berjualan dengan mengenakan baju adat Jawa dan Madura saat menjajakan makanan dan jajanan.

Anak-anak ini menawarkan kepada setiap warga menu makanan ketupat lengkap dengan kare rajungan, aneka masakan udang, sayur lodeh manisa, dan bahkan lobster yang merupakan masakan khas pesisir.

Salah satu anak yang menjual bernama Aqilah Al Mahbubah (10) terlihat gesit dan cekatan melayani pembeli yang dominan merupakan tetangganya sendiri.

Suasana ini pun tak ubahnya seperti anak-anak bermain pasar-pasaran. Siapa pun boleh datang. Tua, muda, maupun teman-temannya, ketika berminat makan mereka harus mengucapkan kata, Tuku atau Tumbas yang artinya beli. Walaupun ada ucapan jual beli tapi makanan itu dinikmati gratis.

"Gratis, kita kan sedang pasar-pasaran," ujar Aqilah yang merupakan siswa SD Muhammadiyah 9 Sukolilo.

Saat mencoba kuliner yang dijajakan, rasanya pun nikmat dan membuat pembeli ketagihan meski yang menjual adalah anak-anak. Beberapa kali harus tambah karena nikmatnya kuliner Kupat dan dicampur dengan sayur lodeh manisa serta lobster dan udang.

Ketua Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Bahari Sukolilo, Tri Eko Sulistiowati mengatakan tradisi ini sebagai bagian dari edukasi untuk anak-anak menjadi entrepreneur atau pengusaha.

"Jadi bagaimana anak-anak itu dilatih untuk menjadi entrepreneur dengan cara menjual. Jadi ada transaksi jual beli, tetapi tidak menggunakan uang, tetapi hanya ucapan lisan saja," ujarnya kepada Tagar.

Bunda Tri sapaan akrabnya menjelaskan dalam kegiatan tersebut hanya anak-anak usia dari satu tahun hingga 12 tahun yang bisa ikut dalam kegiatan Riyoyo Kupat Mini ini 

"Yang menjual kecil, di bawah usia 12 tahun. Maka kita sebutnya Festival Kupat Mini," ungkap dia.

Alasan kenapa batas usia, karena anak-anak yang sudah lewat umur 12 tahun malu untuk berjualan di kegiatan itu.

"Ini kan tradisinya di setiap rumah ada, kecuali rumah yang tidak memiliki anak-anak. Artinya anak-anak yang sudah dewasa berarti sudah nda bisa berjualan. Jadi kalau (umurnya) sudah di atas 12 tahun malu (berjualan)," ungkapnya.

Meski demikian, kuliner yang disajikan setiap rumah berbeda-beda, tergantung dari kemampuan.

"Banyak kuliner yang disediakan, tergantung masing-masing rumah, jadi anak-anak yang menjualnya. Ngukur dari biaya yang punya rumah. Kalau mau yang simpel dan murah, ya bikin jajanan pasar, kalau yang ingin mewah ya bikin soto daging, rawon atau tahu campur. Jadi tergantung dari masing-masing rumah," paparnya.

Bunda Tri mengaku kegiatan Riyoyo Kupat Mini tidak hanya digelar di Sukolilo Gang 4, tapi juga gang berikutnya. "Tidak hanya di Gang 4 saja, tetapi dari Gang 1 sampai Gang 8. Pokoknya warga RW 02," tegasnya.

Digelar Fashion Baju Lebaran

Sebelum perayaan Riyoyo Kupat Mini digelar, ada rangkaian acara lainnya yang juga melibatkan anak-anak yakni Fashion Baju Lebaran. Bunda Tri menjelaskan kegiatan tersebut digelar satu hari menjelang Idul Fitri.

"Jadi anak-anak kecil itu pakai baju Lebaran dengan keliling kampung. Kalau punya baju (baru) tiga, ya ganti tiga kali," sebutnya.

Bahkan untuk anak perempuan, kata dia, tidak hanya baju baru, tetapi juga dilengkapi dengan aksesori lengkap. "Justru kalau anak perempuan itu lengkap dengan aksesori, ada emasnya gitu," tutur dia.

Kegiatan Fashion Baju Lebaran tersebut digelar menjelang magrib. "Sore menjelang magrib, biasanya setelah ashar (sudah siap-siap) anak keliling pakai baju Lebaran. Nanti ada fotografer keliling yang mengabadikan atau foto-foto gitu," jelasnya.

Tradisi Turun-temurun

Perayaan Riyoyo Kupat Mini sendiri, merupakan tradisi turun temurun dari warga Sukolilo yang merupakan nelayan. Apalagi Jalan Sukolilo berdampingan dengan wisata Pantai Kenjeran, Surabaya.

"Ini tradisi turun temurun dan sudah generasi ke tiga. Ini sudah ada dilakukan kakek buyut saya," ungkap Bunda Tri.

Perayaan Riyoyo Kupat Mini, kata dia, merupakan ungkapan rasa syukur nelayan atas hasil laut yang melimpah dan memberikan nilai ekonomi bagi kampung nelayan.

"Di sinikan penduduknya adalah nelayan dan tradisinya masih sangat kental, termasuk juga kegiatan religi, karena pesisir Pantai Kenjeran ini tujuan," katanya.

Pantai Kenjeran, disebutnya sebagai tempat persinggahan para Wali Songo yang datang ke Surabaya pada waktu itu.

"Apalagi Pantai Kenjeran menjadi tujuan para pelancong, karena memang di sini dekat dengan (Makam Sunan) Ampel, juga sangat dekat dengan Tanjung Perak," tukasnya.

Sementara itu, Camat Bulak Prayit yang datang bersama ibu-ibu dharma wanita mengaku sangat mendukung dan mengapresiasi perayaan Riyoyo Kupat Mini yang digelar oleh warga RW 02.

Prayit mengaku Riyoyo Kupat Mini menjadi tradisi warga kampung nelayan Pantai Kenjeran sebagai bentuk ungkapan rasa syukur nelayan atas hasil laut yang diberikan Allah SWT.

Selain itu, kata Prayit perayaan Riyoyo Kupat Mini juga unik dan bisa mengundang wisatawan. Karena pelibatan sejumlah anak-anak yang berlagak sebagai penjual.

"Bahkan bayi pun ikut berjualan meski masih digendong oleh ibunya. Kegiatan ini terus kami dukung untuk digelar setiap tahunnya," pungkasnya.[]

Baca juga:

Berita terkait
0
5 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membeli Hunian di Sentul
Selain Bekasi dan Tangerang Selatan, Bogor menjadi kota incaran para pemburu hunian di sekitar Jakarta. Simak 5 hal ini yang perlu diperhatikan.