TAGAR.id, Bangkok, Thailand - Ribuan turis Rusia memilih terbang ke Thailand untuk menghindari perang di Ukraina atau mempertimbangkan pindah ke negara itu. Tommy Walker melaporkannya untuk VOA.
Thailand menjadi surga bagi wisatawan Rusia yang ingin menghindari perang yang disulut Moskow di Ukraina dan kini memasuki tahun kedua.
Sejak Thailand membuka kembali perbatasannya dan mencabut pembatasan COVID-19 pada Oktober, turis Rusia menjadi negara pengunjung terbesar ketiga di Thailand setelah Malaysia dan India, menurut data pemerintah.
Kini ribuan orang Rusia sedang mencari rumah baru. Mereka khawatir dengan kesulitan ekonomi yang menghantui Rusia dan takut terkena wajib militer untuk berperang di Ukraina. Semua laki-laki warga negara Rusia yang berusia 18-27 tahun harus mengikuti wajib militer dan berdinas aktif di angkatan bersenjata selama satu tahun.
Thailand telah lama menjadi tujuan liburan populer bagi turis Rusia. Thailand dan Rusia adalah mitra dagang yang erat. Pada 2019, Rusia menjadi pasar pariwisata terbesar ketujuh Thailand. Negara Gajah Putih itu tidak mengikuti jejak negara-negara Barat dengan menerapkan sanksi atau melarang kedatangan wisatawan dari Rusia.
Turis Rusia memanfaatkan keleluasaan itu. Selama Oktober, November, dan Desember 2022, sebanyak 331.000 pelawat Rusia datang ke Thailand. Ini menurut data dari Kementerian Olahraga dan Pariwisata Thailand.
Ribuan pelawat Rusia itu juga berinvestasi, membeli properti atau menyewa properti untuk jangka panjang di Thailand.
"Lebih dari 90 persen (klien kami) adalah orang Rusia. Pada November, ketika puncak kedatangan pelawat, mereka membeli segalanya," kata Amin Ettayeb, manajer penjualan dari Moskow untuk InDreamsPhuket, agen real estat di kota resor Phuket kepada VOA.
Agen real estat milik keluarga itu melihat pembelian properti meningkat sebesar 10 persen sejak November. Ettayeb mengatakan harga vila yang dulu disewa kurang dari 9.000 dolar AS (sekitar Rp 135 juta) per bulan sekarang naik menjadi lebih dari 28.000 dolar AS.
"Bisnis penyewaan properti benar-benar kacau sekarang," kata Ettayeb. "Vila dulu 300.000 baht per bulan, beberapa di antaranya sekarang 1 juta baht per bulan, tapi orang masih mengambilnya."
Meskipun uang tidak menjadi masalah bagi sebagian orang, Ettayeb mengatakan tidak semua kliennya ingin tinggal di Thailand untuk jangka panjang.
“Tidak banyak orang yang ingin meninggalkan Rusia secara permanen, mereka hanya ingin memastikan bahwa mereka tidak harus berperang,” kata Ettayeb. "Ketika semuanya kembali normal, kemungkinan besar mereka akan kembali."
Data Bandara Internasional Phuket menyebutkan lebih dari 233.000 pelawat Rusia tiba di Phuket antara 1 November dan 21 Januari. Tahun lalu, orang Rusia membeli hampir 40 persen dari semua kondominium yang dijual kepada orang asing di Phuket, menurut Pusat Informasi Real Estat Thailand, VOA mengutip Al Jazeera.
Emil Saliani, yang berasal dari Ukraina, sudah tinggal di Thailand selama beberapa tahun. Dia bekerja sebagai agen penjualan properti dan mitra pengembangan Wyndham Grand dan Natai Beach Resort di Phuket.
"Kami memiliki hotel baru dan satu hotel (yang terletak di) tepi pantai, dan tingkat hunian kami hampir 100 persen. Sekarang kami memiliki lebih dari 50 persen orang Rusia yang tinggal selama 10-14 hari. Tidak ada masalah," kata Saliani.
Pada tahun lalu, ribuan turis Rusia terjebak di Thailand menyusul pengenaan sanksi Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat lainnya terhadap Rusia.
Penangguhan layanan kartu kredit Visa dan MasterCard dan penghapusan bank Rusia dari jaringan keuangan SWIFT mengakibatkan warga Rusia tidak bisa mengakses dana pribadi karena nilai tukar Rubel anjlok.
Kini, Rusia masih menghadapi sanksi berat seiring berlanjutnya perang di Ukraina.
“Alasan investasi karena ingin memindahkan uang (dari Rusia),” kata Saliani. "Ini situasi yang buruk. Mereka mengkhawatirkan mata uangnya."
Pasar properti di Phuket sudah sangat jenuh sehingga sekarang ada agen tanpa izin yang mencoba menghasilkan uang, kata Saliani.
“Sekarang, siapa pun bisa menjadi agen properti atau persewaan, dan (menagih) seratus kali lipat,” katanya. “Sulit dipercaya, ini seperti pasar liar yang tidak dapat dikendalikan oleh siapa pun.”
Outlet berita lokal di Thailand telah melaporkan bahwa beberapa pengunjung Rusia juga bekerja secara ilegal sebagai pemandu wisata dan supir taksi di Phuket.
Bhummikitti Ruktaengam, mantan presiden Asosiasi Pariwisata Phuket, dalam sebuah unggahan di facebook meminta pejabat untuk menyelidiki prospek orang Rusia yang bekerja secara ilegal di Thailand. (ah/ft)/voaindonesia.com. []