Ribuan Sapi Pemakan Sampah Jelang Idul Adha di Bantul

Jelang Idul Adha di Bantul, Yogyakrta, ribuan sapi makan sampah di tempat pembuangan sampah. Di antara sapi disembelih ditemukan kawat dalam perut.
Kawanan sapi di area Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Kabupaten Bantul, Jumat, 3 Juli 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Bantul - Suara mesin menderu mengiringi gerak lamban garpu ekskavator mengaduk-aduk sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Kabupaten Bantul, pagi itu, Jumat, 3 Juli 2020. Puluhan pemulung seperti berlomba dengan garpu ekskavator itu, mengaduk, memilah, dan memungut sampah-sampah yang dianggap masih memiliki nilai ekonomis. Mereka bersenjatakan gancu, karung, atau keranjang.

Aroma khas sampah menusuk hidung, tidak mampu diredam masker kain, tapi mereka seolah tak peduli. Demikian pula peluh mereka yang mengkilap tertimpa sinar matahari pagi, tak dihiraukan. Sambil terus mengais di tumpukan sampah, sesekali terdengar suara mereka bercanda satu sama lain, terkadang diselingi lenguhan sapi. Ya, selain ekskavator dan para pemulung, ratusan sapi juga berkumpul di tempat itu.

Sama seperti mereka, sapi-sapi itu juga mengais sampah. Terkadang dengan ujung moncongnya, namun tak jarang juga menggunakan kedua kaki depannya. Binatang mamalia itu mencari makanan di bukit sampah.

Jumlah total sapi di tempat itu mencapai ribuan, sekitar 1.100 ekor. Sapi-sapi di sana tidak kurus, meski tidak juga terlalu gemuk. Tapi sebagian besar mereka bermata sayu.

"Sapi-sapi untuk sekarang jumlahnya kurang lebih 1.100. Kurang lebih 85 pemilik. Itu perorangan yang punya. Ada yang punya 10 ekor, 15 ekor dan sebagainya. Enggak ada yang milik kelompok. Kalau untuk kambingnya ada 200-an ekor," ucap Maryono, Ketua Komunitas Pemulung 'Mardiko' TPST Piyungan, Bantul.

Keluar dalam bentuk daging kan sudah enggak bisa terkontrol. Ya mungkin dari tekstur sama warna beda, tapi orang awam susah membedakan.

Sapi Makan SampahKawanan sapi di area Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Kabupaten Bantul, Jumat, 3 Juli 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Para pemilik sapi itu seluruhnya merupakan warga sekitar TPST Piyungan. Kalaupun ada sapi milik orang di luar area TPST, biasanya mereka bekerja sama dengan warga di situ.

"Misalnya orang kota atau orang mana, tanam modal misalnya Rp 10 juta. Kalau ditabung setahun kan cuma dapat berapa puluh ribu atau ratus ribu rupiah. Tapi kalau diinvestasikan dengan sapi, beli sapi Rp 10 juta mungkin setahun bisa dijual Rp 14 juta. Jadi, bagi hasil, masing-masing Rp 2 juta," ujarnya.

Maryono mengatakan di area seluas 12.5 hektare ini ribuan sapi yang tersebar di beberapa titik tersebut memakan beberapa jenis sampah, seperti roti, sayur-mayur, buah-buahan, atau nasi. Mereka dilepasliarkan sejak pagi hingga sore.

Tapi ada juga pemilik sapi yang melepasliarkan sapi-sapi miliknya selama beberapa hari. Para pemilik itu, kata Maryono, tidak khawatir sapinya akan hilang. "Tidak akan hilang. Bahkan yang tidak dibawa pulang ini sudah tahu namanya sendiri-sendiri. Ada yang namanya Kliwon, Legi, Pahing, ada yang diberi nama bintang film, Rino, Wilda. Kalau yang panggil yang punya, dia datang."

Sapi Makan SampahMaryono, Ketua Komunitas Pemulung "Mardiko" TPST Piyungan, Bantul. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Mati Keracunan dan Terlindas

Walaupun dengan dilepasliarkannya sapi di bukit sampah membuat pemiliknya tidak repot mencarikan makan, tapi bukan berarti mereka tidak memiliki risiko. Pemilik sapi itu bisa saja kehilangan sapi peliharaannya. Bukan hilang karena pergi atau dicuri, tetapi mati.

Ada tiga penyebab sapi-sapi itu mati, kata Maryono. Pertama, karena minum air limbah. Kedua, dari makanan, misalnya memakan makanan yang mengandung racun tikus, dan terakhir karena tergilas alat-alat berat semacam ekskavator. "Misalnya ada racun tikus dalam makanan, kemudian dimakan sapi, kejang-kejang lalu mati."

Apa pun penyebab kematian sapi-sapi itu, pihak pengelola TPST Piyungan tidak bertanggung jawab atas kematiannya. Sebab, sejak awal sudah ada perjanjian bahwa tidak ada ganti rugi atas kejadian di lokasi TPST.

"Enggak ada ganti ruginya, karena dari awal sudah ada perjanjian, boleh memulung dan boleh dilepasliarkan sapi, tetapi kalau ada kecelakaan satu rupiah pun tidak ada ganti rugi. Karena termasuk mengganggu aktivitas pengolahan sampah," tutur Maryono.

Dalam sepekan terakhir, menurut Maryono, setiap hari ada seekor sapi yang mati. Namun Maryono mengaku tidak tahu pasti penyebab kematiannya.

Terkait Hari Raya Idul Adha dan hewan kurban, Maryono memastikan bahwa sapi-sapi yang dilepasliarkan di situ tidak akan dijual sebagai hewab kurban. Satu di antara alasannya karena para pemilik sudah mengetahui bahwa sapi yang dilepasliarkan itu mengandung timbal, yang bisa menyebabkan kanker.

"Nah dari dinas kesehatan ada imbauan, sapi yang dilepasliarkan di sampah, kalau mau sehat harus dikarantina kurang lebih tiga bulan," ujarnya.

Selama karantina tersebut, sapi-sapi dikandangkan dan tidak dilepasliarkan. Mereka hanya memakan rumput yang diberikan para pemilik. Setelah melewati masa karantina, sapi-sapi itu boleh dijual karena dinilai sudah tidak mengandung timbal.

"Tidak ada. Tidak ada yang beli hewan kurban di sini. Dipastikan tidak ada, karena kami dari awal pembuangan jadi tahu persis. Dari UGM juga pernah meneliti untuk daging sapi yang dilepasliarkan di sini kurang bagus," bebernya.

Sapi Makan SampahBeberapa ekor sapi di TPST Piyungan, Bantul, mencari makan di dekat excavator, Jumat, 3 Juli 2020. Sapi-sapi itu rawan terlindas alat berat. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Risiko untuk Para Belantik

Petugas Unit Pelaksana Teknis Pengelola PTST Piyungan, Ibnu Zulkarnanto, mengatakan para belantik atau makelar penjual ternak tidak berani mengambil risiko dengan menjual sapi dari TPST. 

Sebab, jika pembeli mengetahui bahwa sapi atau hewan kurban yang dijual merupakan hewan yang dilepasliarkan di TPST, ke depannya mereka tidak akan menggunakan atau membeli dari belantik yang bersangkutan.

"Kalau ketahuan itu sapi dari TPA biasanya belantiknya tidak dipakai lagi sama pembeli. Karena ketahuan itu. Kalau untuk kurban mungkin hanya warga sekitar yang menyembelih. Tapi kalau keluar biasanya sudah dalam wujud daging," ujarnya.

Sapi-sapi dari situ, biasanya dibeli dan disembelih di salah satu rumah pemotongan hewan (RPH) yang tidak jauh dari lokasi tersebut, kata Ibnu. Sehingga saat didstribusikan keluar sudah dalam bentuk daging. "Keluar dalam bentuk daging kan sudah enggak bisa terkontrol. Ya mungkin dari tekstur sama warna beda, tapi orang awam susah membedakan."

Mengenai adanya sapi yang mati terlindas alat berat pengelola TPST, Ibnu membenarkan penjelasan Maryono, bahwa kejadian semacam itu pernah ada. "Ada kesepakatan ketika mungkin sapi tergilas, mati atau bagaimana, itu sudah lepas dari tanggung jawab kita."

Sapi Makan SampahBeberapa ekor sapi beristirahat di tumpukan sampah TPST Piyungan Bantul, Jumat, 3 Juli 2020. Sapi-sapi di situ juga rawan keracunan limbah dan makanan. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Menurut Ibnu, ada semacam perjanjian tidak tertulis antara pihak pengelola dan pemulung serta pemilik sapi. Salah satunya adalah bahwa mereka dibolehkan berada di situ selama tidak mengganggu operasional pengolahan sampah. Walaupun, kata Ibnu, sapi-sapi itu sudah pasti mengganggu karena jumlahnya mencapai ribuan. Apalagi saat proses pendorongan sampah seusai pembongkaran.

Setelah sampah dibongkar di lokasi pengelolaan, seharusnya langsung didorong, ditata, dan diratakan. "Tapi karena ada sapi dan ada sebagian pemulung, ya istilahnya sithik eding (sedikit berbagi), toleransilah, monggo dicari dulu, setelah selesai itu kemudian kita dorong," ucapnya.

Di area pengolahan sampah terdapat papan bertuliskan dilarang menggembala, karena desain awalnya mereka sebetulnya sanitary landville. Kalau sanitary harusnya bebas dari itu semua. Tapi, karena adanya sapi-sapi tersebut, akhirnya sistem pengolahan yang tadinya direncanakan dengan sanitary landville diturunkan menjadi control landville.

Ibnu mengatakan pihak pengelola juga sempat mewacanakan penutupan lokasi untuk pengolahan gas metan, tapi muncul gejolak dari warga sekitar. "Istilahnya kita juga ngemong, kita menjaga sosialnya, kita menjaga dampak sosial yang ditimbulkan. Untuk mengurangi mungkin enggak secara langsung, tapi misalnya kita terapkan teknologi apa, yang dengan sendirinya nanti tersisih sendiri."

Sapi Makan SampahDua pemulung mencari sampah yang bisa didaur ulang, tidak jauh dari puluhan sapi yang sedang mencari makan di TPST Piyungan, Bantul, Jumat, 3 Juli 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Perut Sapi Berisi Kawat

Saat ditanya tentang jenis sampah yang dimakan sapi-sapi itu, Ibnu mengatakan mereka biasanya hanya memakan buah atau roti, atau sisa sayuran dari pasar. Tapi ada kemungkinan hewan-hewan itu memakan plastik atau barang-barang lain. "Sapi enggak makan langsung plastik, tapi kan kalau ada buah atau roti yang dibungkus plastik, kadang sebagian masuk."

Bahkan, kata Ibnu, pada 2017 ia melihat sendiri, ada sapi disembelih, di dalam perut sapi itu berisi semacam buntelan berisi kawat, plastik, dan sandal jepit.

Tentang sosialisasi pada warga pemilik sapi dan pemulung mengenai kesehatan sapi dan yang harus dilakukan, Ibnu menuturkan, saat awal dirinya bertugas di TPST Piyungan, pihaknya beberapa kali melakukan sosialisasi tersebut. 

Waktu itu pihaknya masuk melalui beberapa kegiatan yang dilakukan semacam paguyuban pemilik sapi. Tapi sejak beberapa waktu lalu, paguyuban itu pasif beraktivitas. "Jadi itu kan ada pertemuan kayak Selasa Pahing atau Jumat Kliwon. Ada arisan dan lain-lain. Nah, jadi kita masuknya pas ada kegiatan kayak gitu. Misalnya kalau dijual kita suruh karantina selama dua bulan dan lain-lain." []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Jimat di Klithikan Pasar Beringharjo Yogyakarta
Katanya ada jimat di pasar barang antik atau Klithikan di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Benarkah. Kita ikuti perjalanan kunjungan Tagar ke sana.
Sunyinya Pasar Kebon Empring Bantul Jelang New Normal
Matahari sore menyinari jembatan gantung yang melintang di atas aliran Sungai Gawe, Desa Srimulya, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul Yogyakarta.
Laki-laki yang Kunikahi Ternyata Perempuan
Memakai jas hitam, peci menutupi rambut cepaknya, dia tampak gagah layaknya pria tangguh. Hingga kemudian rahasianya terungkap. Dia perempuan.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.