Ribuan Penenun Desa Troso Pecahkan Rekor Penenun Terbanyak

Perajin tenun asal Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, (Jawa Tengah) berhasil memecahkan rekor penenun terbanyak, dan memecahkan rekor dunia Muri.
Proses pemecahan rekor dunia menenun dengan peserta terbanyak di Lapangan Ampel, Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara - Jawa Tengah, Sabtu 13 juli 2019. (Foto: Tagar/Padhang Pranoto)

Jepara - Perajin tenun asal Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, (Jawa Tengah) berhasil mencatatkan namanya pada buku rekor dunia Muri. Sebanyak 1.408 penenun, menenun secara bersamaan di Lapangan Datuk Ampel desa setempat, pada Sabtu, 13 Juli 2019 siang.

Rekor tersebut, sekaligus menumbangkan rekor peragaan menenun sebelumnya yang dipegang oleh Pemerintah Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Pencatatan rekor itu dilakukan untuk membuktikan, desa yang terletak 13 kilometer dari pusat kota Jepara itu, memang memiliki tradisi menenun yang kuat. Hal itu juga dibuktikan dengan 111 motif tenun khas Troso yang telah diakui sebagai kekayaan intelektual.

Proses pemecahan rekor tersebut dilakukan dalam 44 putaran, dimana setiap putaran sebanyak 32 penenun yang menggarap kain tenun. Alat yang disediakan adalah ATBM atau Alat Tenun Bukan Mesin.

Panitia kegiatan itu, Abdul Jamal mengatakan, kegiatan itu sedianya di ikuti oleh 1.500 penenun. Namun, hingga putaran ke 44, hanya bisa mengumpulkan 1.408 penenun yang merupakan warga setempat.

Ia menyebut, ajang ini juga merupakan upaya unjuk gigi kepada warga Indonesia akan kemampuan produksi kain tenun. Selain itu, kegiatan ini ditujukan untuk melaunching empat motif tenun baru yang otentik.

"Kami juga meluncurkan empat motif khas tenun khas Desa Troso, di ilhami oleh kegiatan sehari-hari warga yang tersebar di dukuh-dukuh. Diantaranya, motif Kranjangan, motif Ampel, motif Belik Boyolali dan motif Si Cengkir," tuturnya.

Dengan di luncurkannya motif baru ini akan memperkaya motif lokal dari daerah Troso. Sebelumnya, desa ini sudah memiliki 111 motif. Sehingga bila ditotal kini, sudah memiliki 115 motif

Jamal menjelaskan, di Desa Troso ada 282 unit usaha tenun dengan enam ribu pekerja. Adapun pangsa pasar tenun asal desa ini, terutama wilayah Indonesia bagian timur, mulai dari Bali, NTT dan Lombok.

"Untuk produksinya, setiap hari Kamis saja, kami bisa mengirim sebanyak 5000 meter kain tenun ke Denpasar (Bali)," urainya.

Namun demikian, seiring masuknya pemodal asing yang bergerak di bidang tekstil, perajin tenun di Troso mulai kekurangan pegawai. Ia menyebut kekurangan pekerja hampir mencapai 1000 orang.

Manager Museum Rekor Dunia Indonesia Ariyani Siregar, mengatakan, rekor yang dicapai oleh penenun-penenun dari Desa Troso mematahkan rekor sebelumnya. Pada 12 Juli 2012 di Sumba Barat Daya ada 1.100 penenun yang menenun serentak.

"Oleh karena itu, kami berikan sertifikat dan apresiasi kepada pemerintah desa Troso, Pokdarwis Desa Troso dan Cluster Tenun Limo yang mengadakan acara ini. Semoga, produk lokal Jepara dapat mengangkat nama kabupaten ini ketingkat yang lebih tinggi," paparnya.

Sejarah Tenun Troso

Tenun di Desa Troso dipercaya oleh warga setempat sudah ada sejak kedatangan Ki Senu dan Nyai Senu, sekitar tahun 1575 Masehi. Ia dipercaya sebagai cikal bakal desa tersebut.

Ia juga dipercaya, mengajarkan tentang pengetahuan menenun kepada warga setempat. Saat itu dipercaya, tenun belum memiliki motif seperti saat ini. Masih polos.

"Ki Senu dan Nyai Senu yang mengajarkan warga menenun kain polos," ujar Abdul Jamal.

Ketua Paguyuban Koperasi Tenun Troso, Sunarto, mengatakan, perkembangan tenun Troso dimulai perlahan sebelum Indonesia Merdeka.

Saat itu pada tahun 1930, teknologi tenun gendong beralih menjadi tenun yang menggunakan alat sederhana. Peralihan itu membutuhkan waktu sampai 10 tahun, hingga pada tahun 1940 digunakan teknik pancal (tendang).

"Teknologi itu diyakini diadopsi dari wilayah Desa Bakalan, Kecamatan Kalinyamatan, Jepara. Namun adapula  yang menyebut teknologi itu diadopsi dari wilayah Pekalongan dan Tegal dimana tradisi menenun telah lebih dahulu berkembang," ujarnya.

Ia melanjutkan, teknologi tersebut terus berkembang, hingga tahun 1960 yang kemudian tercipta Alat Tenun Bukan Mesin atau ATBM. Disaat itu pula, teknik pemotifan dengan mengikat kain mulai diadopsi dan dikembangkan oleh perajin-perajin dari Desa Troso.

Dengan berkembangnya teknik pemotifan, pada tahun 1970 perajin tenun dari Desa Troso mulai melakukan ekspansi bisnis. Saat itulah, perajin mulai mengerjakan pesanan dari pengusaha Yogyakarta yang bekerjasama dengan pasar dari Bali.

Setelah jaya selama 10 tahun, produksi kerajinan tenun di Troso menurun pada akhir tahun 1980. Hal itu mengakibatkan banyak penenun dari Troso eksodus ke wilayah Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten - Jawa Tengah.

"Periode Ke emasan Tenun Troso terjadi pada kurun waktu 1990 sampai dengan 1997. Saat itu Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mewajibkan pegawainya menggunakan seragam berbahan tenun. Saat itulah perajin jaya, punya mesin banyak dan pekerjanya juga banyak," ungkap Sunarto.

Namun kejayaan itu tak berselang lama. Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia, produksi tenun Troso ambruk. pada tahun 1998 Sunarto mengaku tak punya order menenun sama sekali. Hal itu juga dialami oleh juragan-juragan tenun lain.

Setelah badai itu, perajin mulai bangkit pada awal tahun milenium. Hingga pada tahun 2005 sampai 2010 terciptalah motif "SBY" (motif tenun yang dipakai oleh Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Ke-6 RI) yang laku keras di pasaran.

"Namun pada tahun 2015 ketika pemodal asing masuk kami mulai kekurangan pekerja. Akan tetapi pesanan banyak, sehingga itu mengurangi kecepatan proses produksi," pungkas Sunarto. []

Berita terkait
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi