Ribuan Pegawai Negeri Terpidana Korupsi Masih Dapat Gaji

Ribuan pegawai negeri terpidana korupsi masih dapat gaji. Mereka harusnya sudah dipecat dengan tidak hormat.
Ilustrasi anti korupsi. (Foto: The Kharkiv Times)

Jakarta, (Tagar 5/9/2018) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk segera memberhentikan dengan tidak hormat pegawai negeri sipil (PNS) aktif yang telah menjadi terpidana perkara korupsi.

Sebelumnya, Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat terdapat 2.357 PNS aktif telah menjadi terpidana perkara korupsi. Sebanyak 2.357 data PNS itu pun telah diblokir BKN untuk mencegah potensi kerugian negara.

"Untuk pemblokiran berdampak pada proses kepegawaiannya seperti kenaikan pangkat, promosi, mutasi menjadi terhenti," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Rabu (5/9) dilansir Antara.

Namun, kata dia, pembayaran gaji tidak dapat dihentikan sampai adanya keputusan pemberhentian PNS tersebut.

"Karena itu, seharusnya para PPK harus segera menindaklanjuti pemblokiran ini dengan pemberhentian dengan tidak hormat. Kami minta para PPK tidak bersikap toleran atau kompromi dengan pelaku korupsi," ujar Febri.

Sebelumnya, Selasa (4/9) Badan Kepegawaian Negara (BKN) menginformasikan bahwa terdapat 2.357 pegawai negeri sipil (PNS) aktif telah menjadi terpidana perkara korupsi.

"Kami menemukan sejumlah 2.674 PNS dengan rincian 317 sudah diberhentikan dengan tidak hormat, sisanya 2.357 masih aktif sebagai PNS. Data ini terus akan berkembang sesuai validasi dan tambahan data yang kami peroleh," kata Kepala BKN Bima Haria Wibisana, saat konferensi pers di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jakarta.

Lebih lanjut, Bima mengatakan lembaganya sejak 2015 melaksanakan pendataan ulang PNS yang merupakan tugas dari BKN sebagaimana diatur Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 untuk memperoleh data PNS yang akurat, terpercaya, dan terintegrasi.

Diblokir

Bima Haria Wibisana menjelaskan, pendataan ulang itu untuk menyikapi permasalahan belum diberhentikan PNS terpidana korupsi yang telah dijatuhi hukuman pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht.

"Dari hasil pendataan ulang PNS (PUPNS) 2015 itu kami menemukan 97 ribu PNS yang tidak mendaftarkan diri kembali dengan berbagai sebab. Sebanyak 97 ribu itu banyak di antaranya tidak mengisi karena menjalani masa tahanan. Mereka ada di dalam penjara, sehingga tidak bisa mengisi. Berdasarkan hasil itu, kemudian kami melakukan pendalaman-pendalaman lebih lanjut," katanya pula.

Menurut dia, berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menyatakan PNS diberhentikan dengan tidak hormat apabila dipenjara atau menjalani kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah inkracht karena melakukan tindak pidana jabatan atau tindak pidana yang ada hubungannya dengan jabatan.

"Kami mencoba menelusuri, memverikasi, dan memvalidasi data itu, namun kami mengalami kesulitan karena putusan pengadilan itu tidak tersedia, jadi putusan pengadilan itu hanya diberikan kepada yang bersangkutan," ujarnya lagi.

Pihaknya pun bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapatkan data-data PNS perkara korupsi tersebut.

"Data-data itu ada banyak ada sekitar 7 ribu lebih. Kami juga mengalami kesulitan untuk menelusuri data-data itu, karena putusan pengadilan ini tidak tercantum NIP-nya jadi kami harus memastikan yang bersangkutan betul-betul PNS," kata Bima lagi.

Ia menyatakan pula bahwa KPK melalui Deputi Pencegahan telah menyurati BKN pada 1 Maret 2018 tentang pengawasan dan pengendalian kepegawaian terkait pemblokiran data PNS perkara korupsi tersebut.

"Jadi, kami sudah merespons, dan berdasarkan pertemuan dengan KPK kemudian 2.357 data PNS itu telah kami blokir. Ini untuk mencegah potensi kerugian negara," ujar Bima. []

Berita terkait
0
Negara Mana Penyumbang Terbesar ACT, Apa Motifnya
Negara mana saja penyumbang terbesar untuk yayasan ACT atau Aksi Cepat Tanggap. Dan negara mana saja menerima dana terbesar dari ACT. Apa motifnya.