Respon Walhi Jatim Pembangunan PLTP Arjuno-Welirang

Walhi Jawa Timur menyoroti proses survei yang dilakukan tanpa memikirkan efek lingkungan dari pembangunan PLTP Arjuno-Welirang.
Lima Gunung yang Terkenal Angker di Indonesia. (Foto: Istimewa)

Malang – Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Gunung Arjuno, Welirang, Cangar dan Songgoriti mendapat respon organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur. Mereka menilai pemerintah terkesan memaksakan kehendak dan tergesa-gesa hanya demi kepentingan sepihak.

Direktur Eksekutif Walhi Jatim Rere Kristanto mengatakan memaksakan kehendak tersebut diartikan tidak pernah ada keterbukaan publik dalam setiap prosesnya. Dia menyebutkan hanya saja proyeknya tiba-tiba sudah dilelang dan dilakukan survei agar pembangunannya bisa segera dilakukan.

Kalau pembangkit lisrik geothermal ini disebut ramah lingkungan, ya harus dilihat lagi.

Hal itu, kata dia, juga dalam kajiannya tidak melihat dampak lingkungan maupun sosial serta pemanfaatan secara keseluruhan. Rere menyampaikan kajian terkait rencana pembangunaan PLTP itu hanya menyebutkan ramah lingkungan dan tingkat eksploitasinya sedikit.

Padahal, dia menyebutkan dalam catatan Walhi bahwa betapa tidak ramahnya pembangkit listrik tersebut. Hal itu setelah membandingkannya dengan kasus di beberapa daerah ataupun di negara lainnya.

Baca juga:

”Kalau pembangkit lisrik geothermal ini disebut ramah lingkungan, ya harus dilihat lagi. Kalau hanya dibandingkan dengan batu bara ya memang ramah lingkungan,” ujarnya kepada Tagar melalui sambungan telepon, Kamis, 30 Juli 2020.

Ia mencontohkan pengoperasian pembangkit listrik geothermal di Selandia Baru berdampak dengan meningkat tajamnya kadar arsenik di beberapa sungainya. Hal itu dikatakakannya disebebakan pembangkit listrik tersebut dioperasikan di wilayah itu.

Kemudian, kejadian di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan munculnya semburan-semburan gas bercampur belerang di persawahan dan perkampungan warganya sejak dioperasikannya pembangkit listrik geothermal.

”Itu kan ada beberapa contoh kasus pengoperasian geothermal yang malah menyebabkan peracunan disekitar wilayahnya. Makanya, kalau ini dibilang ramah lingkungan. Harus dilihat lagi,” kata dia.

Selain dua contoh kasus itu, Rere menyampaikan pembangunan pembangkit listrik geothermal dengan cara pengeboran itu berdampak pada pergerakan lapisan tanah bumi. Hal itu dikatakannya bisa menyebabkan longsor, gempa hingga kehancuran geiser.

Sedangkan berdasarakan catatan Walhi Jatim bahwa tingkat kerentanan kebencanaan di Gunung Arjuno dan Welirang cukup tinggi. Terutama pergerakan tanah longsor. Ditambah di wilayah tersebut ada sumber atau hulunya Sungai Brantas yang bisa terancam teracuni arsenik.

”Pertanyaannya, apakah teknologi yang dimiliki geothermal bisa mencegah situasi kerentanan itu. Sedangkan melihat dibeberapa wilayah lain banyak terjadi seperti itu (longsor hingga gempa) imbas pengeborannya,” tutur Rere.

Dia mencontohkan sebagaimana kejadian gempa berkekuatan Magnitudo 5,4 menggetarkan Pelabuhan Tenggara Pohang, Korea Selatan pada November 2017 lalu. Kejadian itupun, kata dia, menyebabkan belasan orang terluka dan lebih dari 1.500 kehilangan tempat tinggal hingga harus diungsikan.

Selang dua tahun berlalu, kejadian gempa itu dikatakannya ternyata disebabkan imbas pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga panas bumi di kota dengan populasi terbesar di Gyeongsang Utara ini.

”Di Pohang kemarin. Satu kota harus diungsikan karena gempa itu. Begitu juga (gempa) di Basel, Swiss. Dan itu masih banyak sekali contoh kasusnya,” ucapnya.

Untuk itu, Rere menyebutkan jika pemerintah menyebutkan itu sudah dilakukan survei serta kajian bahwa dampaknya tidak begitu besar tidak ada buktinya. Apalagi, dia menyebutkan prosesnya PLTP tersebut juga terkesan tertutup dengan hasil survei dan kajiannya tidak pernah disampaikan ke publik.

Disebutkannya seperti di mana titik tepatnya pembangunan PLTP ini, seperti apa teknologinya serta kajiannya bagaimana tidak pernah dipublikasikan ke publik. Semestinya, hal-hal tersebut harus disampaikan ke publik jika memang apa yang disampaikan pemerintah dampaknya tidak terlalu besar. Terutama kepada lingkungan.

”Kami belum mengetahui dan belum bisa pastikan titiknya dimana. Hanya saja, kami khawatir disana kan secara ekologis berada di kawasan hulu sungai yang diketahui berada di wilayah konservasi,” ujarnya.

Wilayah konservasi tersebut, kata Rere, yaitu Taman Hutan Raya Raden Soerjo atau disingkat Tahura R. Soerjo yang merupakan berada di wilayah Gunung Arjuno, Gunung Welirang dan Gunung Anjasmoro. Di wilayah tersebut dikatakannya terdapat pemandian air panas, air terjun serta sejumlah satwa liar langka.

”Di sana kan ada biota langka. Apakah tidak menggangu itu (PLTP Gunung Arjuno, Welirang, Cangar dan Songgoriti,” kata dia.

Disisi lain, dia menambahkan alasan dipilihnya wilayah tersebut tidak pernah disampaikan oleh pemerintah dengan hanya berdalih sebagai membantu kebutuhan listrik di Indonesia. Khususnya di daerah sekitar wilayah tempat pembangunan PLTP tersebut.

Padahal, kata Rere, daerah-daerah di sekitar kawasan PLTP meliputi Pasuruan, Malang dan beberapa daerah lainnya untuk kebutuhan listrik sudah tercukupi. Dia menyampaikan bahwa jika berencana melakukan pembangunan pembangkit listrik baru seharusnya disesuaikan dengan kondisi daerahnya.

Apakah wilayah tersebut kekurangan listrik. Sehingga dia mengatakan pemerintah harus memaksakan untuk membangun pembangkit listrik.

”Seberapa besar sih kebutuhan listrik di Jawa Timur. Sehingga harus dipaksakan membangun listrik baru. Padahal, masih banyak daerah di luar Jawa Timur yang tidak teraliri listrik,” ucapnya.

”Mengapa tidak melakukan usaha (pembangunan tenaga listrik baru) dengan mendekatakan energi terhadap ketersediannya (sumber daya). Seharusnya kan memperhatikan kondisi geografis dan sosialnya di wilayah itu,” tutur Rere.

Oleh sebab itu, dia menduga pembangunan listrik geothermal ini hanya untuk keperluan industri. Bukan untuk kepentingan publik. Apalagi, dengan tidak adanya keterbukaan informasi terkait pembangunannya.

”Saya pikir, itu yang terkesan diam-diam. Tidak ada keterbukaan informasi bahwa pembangkit listrik ini memang untuk kepentingan umum,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Energi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur Oni Setiawan sebelumnya mengungkapkan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di daerah Gunung Arjuno, Welirang, Cangar dan Songgoriti masih terus berlanjut. Sampai saat ini, dia menyebutkan sudah sampai pada tahap proses pelelangan di pusat.

Dia juga mengungkapkan bahwa PLTP di wilayah tersebut sudah ditetapkan sebagai wilayah kerja panas bumi (WKP) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI. Hal tersebut setelah dilakukan survey bahwa di wilayah itu memiliki estimasi potensi tenaga panas bumi sebesar 189 mega watt (MW).

”Sudah ditetapkan WKP panas buminya oleh Kementerian ESDM. Sekarang masih dalam tahap pelelangan dengan sesuai mekanisme lelang ketenagalistrikan. Mohon ditunggu saja perkembangannya,” kata dia dalam workshop daring bertema Masa Depan Pengembangan Energi Terbarukan di Jawa Timur, Jumat, 24 Juli 2020 lalu.

Oni juga mengatakan pihaknya cukup menyayangkan dengan adanya penolakan dari beberapa aktivis lingkungan seperti Walhi. Hal tersebut disebutkannya karena ada beberapa alasan bahwa pembangkit listrik geothermal ini sangat bermanfaat untuk kepentingan masyarakat umum dan ramah lingkungan.

Kemudian, dia menambahkan tingkat ekploitasi yang menghasilkan kerusakan lingkungan imbas pembangunan PLTP ini sangat sedikit. Terutama pada saat pekerjaan pengambilan potensi air untuk injection atau sirkulasi dikatakannya dilakukan dengan mekanisme sistem recycle.

”Tentunya itu akan sangat menghemat potensi sumber daya alam yang ada. Jadi, pembangkit listrik panas bumi itu merupakan energi yang cukup ramah lingkungan,” kata dia.

Maka dari itulah, selama PLTP tersebut dikatakannya bisa bermanfaat untuk masyarakat luas. Seharusnya, Oni berharap pembangunannya tersebut bisa didukung.

”Saya sebagai aparatur cukup menyayangkan. Kalaupun Walhi sebagai penggiat lingkungan, harusnya kan mendukung EBT di Indonesia,” tuturnya.

Sebagaimana diketahui, kegiatan PLTP di Gunung Arjuno Welirang ini telah mendapat izin sejak 2017 lalu. Perusahaan dari Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) yaitu PT Gio Dipa Energi telah ditunjuk akan menggarapnya. [](PEN)

Berita terkait
Mahasiswa di Malang Ditangkap Tanam Ganja di Kos
Polresta Malang menangkap seorang mahasiswa karena menanam ganja di lingkungan kosnya. Ganja ditanam untuk dikonsumsi pelaku.
Laporan Jumlah Pasien Positif Covid di Malang Keliru
Wali Kota Malang Sutiaji mengungkapkan adanya kekeliruan data laporan pasien konfirmasi positif Covid-19 dalam rentang waktu tiga hari.
Kondisi Terkini Bupati Pemalang Usai Positif Covid
Bupati Pemalang Junaedi tampil dihadapan publik lewat Instagram. Ia terlihat santai dan sehat usai dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19.