Remaja Mabuk Rebusan Pembalut, Perlu Diperiksa Tertular HIV/AIDS?

Selain itu meneliti kandungan gel dalam pembalut yang terbukti dipakai untuk mabuk.
Kepolisian Resor Pekalongan melalui Polsek Wiradesa, mengamankan belasan remaja saat menggelar pesta minuman keras di daerah Wiradesa, Kecamatan Wiradesa, Kabupaten Pekalongan, Jum'at (27/4). Dari tangan mereka petugas mengamankan setidak-tidaknya 3 botol besar anggur cap orang tua dan 2 botol arak ciu. (Yon)

Semarang, (Tagar 10/11/2018) - Plt Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Tengah, Sri Winarna mendorong pihak terkait meneliti kandungan gel dalam pembalut yang terbukti dipakai untuk mabuk. Diikuti, kata Sri, remaja yang tertangkap mabuk rebusan pembalut bekas.

Alasan Sri jelas, kasus minum air rebusan pembalut wanita pernah terjadi sebelumnya. Saat itu, cairan sebagai bahan mabuk berasal dari bekas rebusan pembalut wanita. Karena itu, ia menyarankan pihak terkait memeriksa kesehatan remaja yang tertangkap mabuk rebusan pembalut bekas.

"Jika itu pembalut bekas, apakah ada potensi penularan HIV/AIDS atau penyakit lainnya?" kata Sri di kantornya, di Semarang, Jumat (9/11).

Meski menyarankan untuk memeriksa, Sri mengaku pihaknya belum mendapat laporan ataupun menemukan kasus remaja mabuk rebusan air pembalut bekas di Jateng. Langkah-langkah konritnya saat ini, menemukan dan siap menerjunkan tim guna melakukan pendampingan.

"Tentunya kami siap melakukan pendampingan psikologis maupun hukum jika memang ada temuan maupun laporan tersebut," lanjutnya.

Pendampingan yang dimaksud Sri terkait pemenuhan hak anak. Sekaligus merangkul guna memulihkan psikologis anak, lalu membimbing agar tidak mengulangi. Peran keluarga sama besarnya. Dikatakan Sri, keluarga menjadi benteng terdekat anak untuk mengawasi lingkungan bermain agar kesehatan mental dan perilaku anak tejaga.  

"Pendampingan hukum semisal si anak tersebut terkena persoalan hukum sebagai dampak penggunaan rebusan pembalut itu. Tidak ada fenomena itu pun, jika terkena kasus hukum, baik pidana umum maupun perda, kami juga melakukan pendampingan, utamanya untuk memastikan hak anak terpenuhi," tegas Sri.

Sri menambahkan, fenomena remaja mengonsumsi rebusan pembalut untuk mabuk adalah kreatifitas yang keliru. Sama halnya saat tren mabuk jamur tletong (kotoran sapi/kerbau). "

"Anak ini pinter, kreatif tapi salah jalan. Mungkin kita paham di pembalut itu ada bahan-bahan seperti itu, seperti ini. Tapi kita tidak paham ternyata bisa memabukkan dan anak jalanan tahu itu," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, BNNP Jateng mengungkapkan adanya fenomena minum air rebusan pembalut untuk mendapat sensasi mabuk. Selain Semarang, kebiasaan yang dikenal dengan sebutan nyair itu juga ditemukan di wilayah Purwodadi, Kudus, Pati maupun Rembang.

"Rata-rata remaja usia 13-16 tahun, mayoritas anak jalanan," tutur Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Jawa Tengah, AKBP Suprinarto. []

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.