Jakarta - Komisi B DPRD Sumatera Utara menindaklanjuti tuntutan masyarakat sekitar Kawasan Danau Toba (KDT) yang diwakili Forum Komunikasi Kawasan Danau Toba yang menyoal pada pelestarian lingkungan di kawasan pariwisata tersebut.
Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang berlangsung Senin, 27 Juli 2020 itu, DPRD Sumatera Utara mengundang perusahaan keramba jaring apung (KJA) yang dimiliki oleh PT. Aquafarm, dan PT. Suri Tani Pemuka.
Untuk mengembangkan sektor pariwisata Danau Toba sehingga perusahaan-perusahaan yang mengganggu harus segera disingkirkan, jangan malah mengorbankan masyarakat sekitar
Selain itu, mereka juga menyinggung soal rencana relokasi KJA milik Aquafarm yang akan dipindahkan ke Kecamatan Uluan, Porsea dan Balige di Kabupaten Toba. Hal itu tertulis dalam siaran pers yang diterima Tagar, Kamis, 30 Juli 2020.
Kepada Ketua Komisi B Viktor Silaen selaku pimpinan rapat, pihak Aquafarm yang diwakili oleh Dian Octavia selaku Community Affairs Senior Manager menyampaikan bahwa perusahaan mereka telah menyerap sekitar 500 orang tenaga kerja di seputaran Danau Toba, dimana lokasi KJA tersebut berada di Kabupaten Simalungun, Samosir, dan Toba.
Pihak Aquafarm juga mengaku bahwa perusahaan mereka memiliki Investment Strategy dengan jargon ‘kami peduli’ terhadap lingkungan dan komunitas.
Juru bicara Forum Komunikasi Kawasan Danau Toba, Mekar Sinurat dalam rapat tersebut menyampaikan bahwa sesuai Perpres 81 Tahun 2014, Danau toba adalah sebagai air kehidupan (aek natio) bagi masyarakat sehingga harus dijaga kelestariannya.
Menurutnya, keberadaan KJA itu justru sangat mencemari perairan di Danau Toba. Lantas, Mekar mempertanyakan lokasi keramba kepunyaan Aquafarm yang tidak sesuai dengan zonasi sebagaimana diatur dalam Perpres 81 Tahun 2014 tersebut.
Dia berpandangan, lokasi yang diizinkan harusnya berada di zona perairan 4 atau zona 4, yaitu kawasan pengurai atau dekomposer ekosistem alami dengan kedalaman lebih 100 meter, sementara lokasi yang saat ini berada di zona A3.1 dengan kedalam dibawah 100 meter.
Tak hanya itu, mereka juga mempertanyakan tentang keberadaan izin perusahaan-perusahaan tersebut, seperti izin pengambilan dan pemanfaatan air permukaan, usaha perikanan, serta lingkungan.
Namun, sangat disayangkan, kedua perusahaan tidak mampu memperlihatkan izin yang mereka miliki. Padahal dalam undangan rapat telah disampaikan perusahaan tersebut membawa semua kelengkapan dokumen perizinan yang dimiliki.
"Sehingga kami menilai bahwa pihak Aquafarm dan Suri Tani Pemuka menganggap sepele lembaga yang telah memanggil mereka," kata Mekar.
"Sesuai data yang kami miliki bahwa Balai Wilayah Sungai II Sumatera Utara telah pernah melakukan kajian lokasi terhadap lokasi-lokasi keramba yang dimohonkan Aquafarm dan BWS II menolak lokasi tersebut karena telah berada di luar kawasan zona A4," ucapnya menambahkan.
Hal senada juga disampaikan oleh Irwandi Sirait selaku perwakilan pemuda Ajibata, bahwa truk-truk perusahaan yang melintas di jalan Ajibata telah membuat banyak jalan rusak berat dan sangat mengganggu kenyamaan masyarakat.
"Dalam hal perekrutan tenaga kerja juga seringkali menimbulkan keributan sesama warga karena kurang transparannya pihak perusahaan. Kami masyarakat sangat dirugikan dengan kehadiran perusahaan ini," ujarnya.
Menanggapi persoalan itu, Wakil Ketua Komisi B Zeira Salim Ritonga menegaskan, perusahaan yang mengganggu pelestarian Kawasan Danau Toba harus disingkirkan.
"Danau Toba saat ini sudah masuk sebagai salah satu Kawasan Strategi Pariwisata Nasional untuk mengembangkan sektor pariwisata Danau Toba sehingga perusahaan-perusahaan yang mengganggu harus segera disingkirkan, jangan malah mengorbankan masyarakat sekitar," ujarnya.
Dia juga menyebut, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara mendapatkan beberapa temuan di lapangan. Ia pun mempertanyakan peran pemerintah dalam pelestarian KDT.
"Terkait limbah cair Aquafarm yang tidak sesuai baku mutu dan salah satu faktor bahwa Danau Toba sudah hancur. Jangan rakyat disuruh menjaga Danau Toba tapi pemerintah malah memasukkan perusahaan-perusahaan perusak Danau Toba," ucapnya.
Selain Zeira, anggota Komisi B lainnya pun angkat bicara, yakni Sugianto Makmur. Sugianto secara tegas mengatakan bahwa DPRD Sumatera Utara akan berpihak kepada masyarakat.
"Mereka adalah korban dari perusahaan-perusahaan yang merusak KDT. Tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan, bukan hanya sisa pakan, yang paling berbahaya adalah kotoran ikan yang dibudidaya. Saya baru dari sana dan masyarakat tidak percaya kalau pariwisata bisa bangkit sementara danau tercemar," ujarnya.
- Baca juga: Covid-19 Tak Halangi Pengembangan Wisata Danau Toba
- Baca juga: Toba Sebagai UGG, Cabut Izin Perusahaan Perusak KDT
Ketidakmampuan pihak Aquafarm menjawab persoalan yang dilontarkan oleh Komisi B membuat rapat tersebut dihentikan. DPRD pun meminta kedua perusahaan itu segera melengkapi izin-izin tersebut dalam waktu dekat.[]