Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk telah menerima pengunduran diri Rahardja Alimhamzah sebagai Direktur Perbankan Bisnis perseroan. Informasi tersebut terungkap melalui keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa, 25 Februari 2020.
Dalam keterangannya, bank kategori BUKU IV tersebut mengungkapkan bahwa alasan pengunduran diri Rahardja Alimhamzah terkait persoalan pribadi. Rahardja sendiri mengirimkan surat resminya kepada perseroan pada 14 Februari 2020 silam.
“Merujuk pada Pasal 27 POJK Nomor 33 Tahun 2014 tentang Direksi dan Dewan Direksi, bersama ini kami sampaikan bahwa pada Jumat, 21 Februari 2020, CIMB Niaga telah menerima pengunduran diri yang bersangkutan,” ujar Direktur Sumber Daya Manusia CIMB Niaga Hedy Lapian dalam keterangan resminya.
Berdasarkan tata tertib perusahaan terbuka, maka pengunduran diri seorang anggota direksi harus mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Rencananya RUPS bakal digelar pada awal April mendatang.
“Pengunduran diri Saudara Rahardja Alimhamzah akan berlaku efektif pada 9 April 2020,” tutur Hedy.
Rahardja Alimhamzah diketahui merupakan bankir senior yang telah malang-melintang di berbagai entitas jasa keuangan di Tanah Air. Beberapa institusi perbankan kenamaan pernah menjadi bagian karir pria 51 tahun ini, seperti Standard Chartered Bank (1991 – 1994), Financial Institution American Express Bank, Jakarta Branch (1994 – 1995), Citibank N.A., Jakarta (1997 – 2003), Rabobank International Indonesia Jakarta (2003 – 2009), dan PT Bank DBS Indonesia (2014).
Adapun di CIMB Niaga, Rahardja mulai bergabung pada Agustus 2017 sebagai Business Banking Director. Dari sisi kinerja perseroan, bank pembayaran utama Gojek itu membukukan laba Rp 3,9 triliun pada sepanjang 2019.
Kemudian untuk fungsi intermediasi, penyaluran kredit CIMB Niaga tercatat naik 3,1 persen dibandingkan dengan periode 2018 menjadi Rp 194,2 triliun. Lonjakan tersebut diklaim perseroan terjadi akibat lonjakan pertumbuhan kredit konsumer.
Lalu, sumber likuiditas yang berasal dari dana pihak ketiga (DPK) diketahui berjumlah Rp 195,6 triliun dengan rasio dana murah sebesar 55,35 persen. Tabungan menjadi instrument dengan pertumbuhan paling tinggi dengan peningkatan 8,8 persen secara tahunan. []