Qudratullah, Dosen Muda Berprestasi, Lajang Ganteng dari Bantaeng

Di bawah pucuk-pucuk pinus dan kabut tipis bumi perkemahan Trans Muntea, Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng.
Qudratullah, Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone, Sulawesi Selatan. (Foto: Dok Pribadi/Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng - Di bawah pucuk-pucuk pinus dan kabut tipis bumi perkemahan Trans Muntea, Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, seorang pemuda membawakan materi tentang Tantangan Pemuda Menghadapi Era Industri 4.0. 

Qudratullah, nama pemuda kelahiran Bantaeng, 6 Juni 1994 itu. Udara dingin siang itu seolah tak dirasakan oleh pria lajang berkacamata minus tersebut.

Tubuhnya yang jangkung berdiri di antara para peserta Kemah Buku Kebangsaan Jilid 3, di dalamnya diisi dengan kegiatan menjamurkan budaya literasi, yang diselenggarakan Aliansi Pemuda Ulu Ere.

Kepada puluhan peserta yang hadir dari berbagai wilayah di Sulawesi Selatan itu, Qudra, sapaan akrabnya, dengan bangga memperkenalkan diri sebagai pemuda asli Ulu Ere.

"Kampung halaman memang selalu jadi tempat terbaik untukku pulang, senang rasanya menikmati udara dingin dan kabut-kabut yang menyelimuti di sini. Ini adalah dingin yang dirindu-rindukan," ujarnya kala itu, Minggu, 27 Oktober 2019, saat pertama Tagar berjumpa dengannya.

Saat itu Qudra yang merupakan alumnus SMKN 1 Bantaeng, Jurusan Akuntansi, ini sangat banyak berbagi motivasi. Termasuk mengisahkan tentang kesehariannya sebagai aparatur sipil negara (ASN), yakni dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone, Sulawesi Selatan pada usianya yang saat ini baru menginjak 25 tahun.

Waktu itu, cahaya matahari siang pun seperti malu bersinar, kalah oleh pancaran rasa bangga dari diri Qudra saat menyampaikan materi dan kisahnya.

Meski rasa bangga tersirat jelas dari raut wajahnya, Qudra jauh dari kesan sombong. Penampilannya tak jauh berbeda dengan pemuda seusianya, bukan mengenakan jas rapi dan sepatu kulit, melainkan kemeja, celana jins, dan sepatu kets serta topi yang menutupi kepalanya.

Jika dilihat sekilas, orang tak akan menyangka pemuda ini merupakan wisudawan terbaik Jurusan Jurnalistik Universitas Islam Negeri Alauddin tahun 2015.

Berprestasi adalah bermanfaat bagi keluarga, agama, negara dan bangsa.

QudratullahQudratullah, saat ujian proposal disertasi (Foto: Dok Pribadi/Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Segudang Prestasi dan Karya

Pemuda yang telah melahirkan beberapa buku dan film ini, termasuk buku berjudul Nurdin Abdullah, Media dan Khalayak (2020), merupakan satu dari pemuda yang siap menanggapi tantangan era 4.0.

Era 4.0 menurutnya merupakan zaman saat waktu bukan satu-satunya teman dalam berpacu, tapi juga harus mampu berpacu dengan ego diri sendiri dan virus kemalasan. Untuk mengalahkan itu semua, kata dia, pemuda harus mampu aktif dalam segala hal, walaupun itu bukan merupakan tolok ukur kesuksesan.

Qudra bukan hanya mampu memberi materi tanpa praktik. Dia membuktikan yang diucapkan dengan karya-karyanya, seperti film berjudul Simfoni Hitam, pada tahun 2015, serta beberapa jurnal, di antaranya Peran dan Komunikasi Massa (2018) serta Media Massa Sebagai Sarana Dakwah Kontemporer (2019).

"Berprestasi adalah bermanfaat bagi keluarga, agama, negara dan bangsa," ujar pemuda mantan wartawan tersebut.

Baginya, berprestasi adalah sebuah ide yang dituangkan dalam bentuk nyata, dan orang-orang bisa merasakan manfaat dari ide tersebut.

Beberapa bulan setelah hari itu, tepatnya Rabu, 5 Februari 2020, Qudra kembali berbagi cerita dengan Tagar, meski hanya melalui aplikasi perpesanan instan, WhatsApp.

Qudra mengatakan ia tahun ini kembali dipercaya menjadi salah satu delegasi Indonesia untuk berkiprah di dunia internasional. Qudra terpilih untuk mengikuti kegiatan Changemaker Youth Excursion (CAYE) 2020 di Malaysia.

QudratullahBuku \'Nurdin Abdullah, Media dan Khalayak\', karya Qudratullah. (Foto: Dok Pribadi/Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Di sana, ia akan bertemu dengan puluhan pemuda dari berbagai provinsi dan negara. Mereka selanjutnya akan bersama-sama melakukan sebuah projek kepemudaan.

"Alhamdulillah kembali mendapat amanah untuk bergabung dengan putra-putri terbaik Indonesia untuk melakukan sebuah project kepemudaan di Malaysia," ucapnya penuh syukur.

Kegiatan tersebut, kata Qudra, tentunya akan memberikan bekal kepemimpinan dan daya saing tinggi kepada para peserta yang merupakan pemuda sekaligus penerus masa depan bangsa.

Ya, ini bukan kali pertama Qudra mewakili daerah dan bangsanya. Ia malang melintang dalam agenda-agenda kepemudaan taraf lokal maupun internasional.

Beberapa organisasi yang pernah digelutinya antara lain Aliansi Remaja Independen Makassar di tahun 2014, kemudian bergabung dalam forum Pelajar Asia Pasific di tahun 2016, juga menjadi delegasi Indonesia Youth Teaching Program (IYTP) di Malaysia pada 2018.

"Sebelumnya saya pernah menjadi delegasi IYTP 2018. Setelah itu, saya semakin terdorong untuk ikut dalam program kepemudaan. Setelah ini tentu saya akan merencanakan program lain yang akan saya ikuti," tuturnya.

Rencananya, CAYE 2020 akan digelar pada Maret 2020. Berbagai macam aktivitas akan mengisi hari-hari peserta nantinya.

Dalam kegiatan itu, para peserta akan belajar di Asia Pacific University dan International Islamic University of Malaysia, melakukan company visit, belajar budaya, FGD dan youth project.

Totalitasnya dalam berperan aktif tak lepas dari kepribadiannya yang memiliki jiwa sosialis dan aktif. Ia memang menyenangi hal-hal yang mengedepankan peran generasi muda dalam banyak hal.

"Saya tipikal orang yang sosialis, saya bahkan merasa mendapat banyak kesempatan dari sebuah relasi. Belajar pun saya tidak begitu fanatik. Apalagi saat ini banyak cara buat belajar. Saya banyak memanfaatkan teknologi untuk mencari asupan ilmu yang saya butuhkan," ucapnya.

QudratullahH. Abdul Latief, guru akuntansi SMKN 1 Bantaeng, mendidik Qudratullah saat bersekolah di SMK. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Pemuda Revolusioner

Prestasj yang ditorehkan Qudra rupanya bukan baru saja. Sejak masih sekolah di SMK Negeri 1 Bantaeng, yang berjarak kurang lebih 120 kilometer dari Kota Makassar, kualitas dan talenta Qudra sudah muncul.

Hal ini disampaikan Abdul Latief, guru akuntansi di SMKN 1 Bantaeng, di Jalan Elang Nomor 7, Kelurahan Pallantikang, Kecamatan Bantaeng Kabupaten Bantaeng. 

Kata Latief, Qudra merupakan siswa yang tak bisa tenang. Qudra selalu aktif dalam semua kegiatan sekolah, saat belajar di dalam kelas maupun dalam organisasi sekolah serta kegiatan ekstrakurikuler. Qudra juga dikenal sebagai siswa yang ramah dan hormat pada guru dan staf sekolah.

"Dia cerdas, baik dan memang aktif di dalam dan di luar kelas," puji Abdul Latief.

Menurutnya, jika saat ini beredar banyak kabar baik tentang Qudra, itu bukan sesuatu yang mengherankan. Kebaikan-kebaikan itu, kata Latief, memang pantas disandang Qudra. Bahkan Latief meyakini masih akan banyak hal luar biasa yang bisa dilakukan Qudra.

"Qudra itu bisa dibilang pemuda revolusioner, banyak berbuat bahkan sebelum hal itu dipikirkan rekan-rekan sebayanya. Pemikirannya maju, inovatif. Jiwa dan pemikirannya luas, ya Qudra seperti itu," tutur Latief.

Latief ingin Qudra berkunjung ke sekolahnya ini, menebar inspirasi untuk adik-adik kelas agar tumbuh qudra-qudra lain dari sini. []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Remaja Klitih di Yogyakarta Itu Ternyata Anak Manis
Saya percaya ia tidak pernah melakukan klitih. Anak saya jujur, manis. Ujar orang tua dari satu di antara enam anak ditangkap polisi di Yogyakarta.
Mantan Preman Jadi Penghapus Tato di Sleman
Prianggono 43 tahun, seorang mantan preman, membuka jasa menghilangkan tato gratis dan mendirikan panti asuhan bernama Daarul Qolbi di Sleman.
Saat Terakhir Gus Sholah di Ponpes Tebuireng
Lantunan ayat-ayat suci Alquran menggema di seluruh sudut Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, pada saat penghormatan terakhir untuk Gus Sholah.