Yogyakarta - Sebanyak puluhan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Yogyakarta melakukan pungutan liar atau pungli kepada siswa baru. Pihak sekolah menarik jutaan uang kepada siswanya. Hal itu diungkap oleh Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) yang melapor kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY pada Senin, 24 Agustus 2020.
Perwakilan AMPPY Dyah Roessusita mengatakan ada hal yang meresahkan terkait penerimaan peserta didik baru (PPDB) di tahun 2020. Pasalnya terdapat sejumlah pelanggaran yang dilakukan Disdikpora DIY dan kabupaten/kota. "Sekitar lebih dari 30 sekolah Negeri SMP dan SMA di DIY melakukan pelanggaran yaitu biaya awal masuk yang memberatkan siswa," kata Dyah kepada wartawan disela audiensi.
Dari jumlah puluhan sekolah tersebut, tercatat paling banyak yang melakukan pungli berada di wilayah kabupaten kota. Sementara Kabupaten Sleman dan Bantul masing-masing ada tiga sekolah yang dilaporkan. Pihak sekolah menarik biaya awal masuk sekitar 3 juta sampai 7 juta setiap anak.
"Biaya masuk PPDB yang cukup besar sekitar Rp 3 juta sampai Rp 7 juta yang dapat memberatkan siswa. Padahal siswa juga harus menyiapkan pulsa dan kuota untuk pembelajaran jarak jauh atau PJJ," ucapnya.
Sekitar lebih dari 30 sekolah Negeri SMP dan SMA di DIY melakukan pelanggaran yaitu biaya awal masuk yang memberatkan siswa.
Dyah juga menyayangkan terkait Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RABS) di saat pandemi virus corona yang disamakan dengan proses pembelajaran normal. Seharusnya RABS disusun sesuai dengan kurikulum darurat.
"Ini anggaran masuk malah dinaikkan. Bukanya ada empati orang lagi pada susah malah cari-cari kesempatan. Biaya masuk sebesar ini juga tidak transparan buat apa. Alasannya salah satunya akan digunakan untuk menyediakan pulsa kepada siswa selama belajar di rumah," ucapnya.
Baca Juga:
Selain itu, siswa pun juga harus membayar biaya seragam sekolah sekitar Rp 750 ribu-Rp 1,5 juta. Padahal, selama PJJ siswa belajar dari rumah tanpa mengenakan seragam. Meskipun demikian ada sekolah yang mewajibkan siswa mengenakan seragam lalu foto dikirim ke sekolah melalui daring.
"Meskipun PJJ, siswa diwajibkan membeli seragam di sekolah. Tapi kegiatan belajar normalnya akan diberlakukan pada akhir tahun, itu pun kalau pandemi selesai bisa saja diperpanjang," katanya.
Ada juga orang tua yang melapor jika siswa belum membayar uang sumbangan di awal tidak dapat melakukan daftar ulang. "Kalau enggak bayar sumbangan di awal, si anak enggak bisa daftar ulang. Padahal sudah disepakati dalam proses audiensi dengan Dikpora DIY kebijakan untuk meniadakan pungutan dalam PPBD di antaranya biaya masuk siswa baru serta pembelian seragam di lingkungan sekolah," ucapnya.
Baca Juga:
Meskipun sudah mengadu kepada Disdikpora DIY namun belum mendapatkan hasil. Laporan dari wali murid tentang pungutan liar semakin banyak tidak menutup kemungkinan juga dilakukan oleh sekolah swasta. "Kami laporkan dulu yang negeri. Kalau sudah terbukti, nanti yang swasta akan kelihata juga," ujarnya
Di era pandemi, AMPPY serius memutus mata rantai pelanggaran pemerintah yang sudah di tetapkan di dunia pendidikan. Dirinya berharap agar tahun depan tidak ada lagi kasus pungli.
Sementara itu, Kasi Penegakan Hukum Kejati DIY Jaka Wibisana mengatakan, pihaknya menerima laporan tersebut dan segera mempelajari bukti-bukti yang didapat dari pihak pelapor. "Laporanya kami terima dan segera kami pelajari," kata Jaka. []