Bandung- Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jawa Barat mendorong diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Mikro dan Komunitas (PSBMK) bagi daerah yang angka kasus Covid-19-nya masih tinggi, seperti Bogor, Depok dan Bekasi (Bodebek) serta Bandung Raya.
Alasannya, bercermin dari tren angka kasus Covid-19 di Kota Bogor sempat menurun pasca penerapan PSBMK secara ketat. Seperti mengatur pembatasa jam operasional toko, mal atau pusat kegiatan lainnya hingga pukul 18.00 WIB serta penerapan jam malam setelah pukul 21.00 WIB, serta masifnya kegiatan razia masker.
“Ada penurunan kasus di Kota Bogor, sehingga manajemen jam malam (PSBMK) kelihatannya memiliki pengaruh yang positif. Jadi, Gugus Tugas Jabar merekomendasikan kepada tempat yang kenaikan (kasus) tinggi melakukan pola yang sama (yaitu PSBMK),” kata Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jawa Barat, Ridwan Kamil, dalam keterangan tertulis yang diterima di Bandung, 10 September 2020.
Masih tingginya angka kasus Covid-19 di Jawa Barat, lanjut Kang Emil, panggilan Ridwan Kamil, salah satunya disebabkan pergerakan masyarakat dalam minggu ini hampir sama dengan mobilisasi sebelum diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Pada periode 31 Agustus hingga 6 September 2020 saja terdapat tiga daerah risiko tinggi atau zona merah di Jawa Barat yakni, Kota Depok dan Kota serta Kabupaten Bekasi. Sementara level kewaspadaan lainnya ada di 14 kabupaten dan kota. Sedangkan zona oranye atau risiko sedang ada di 10 kabupaten dan kota, dan sisanya ada di zona kuning atau risiko rendah. “Untuk itu, pengetatan (protokol kesehatan) 3M (yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) menjadi tantangan (untuk ditingkatkan),” ujar Kang Emil.
Kang Emil juga mengimbau masyarakat agar tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan, mulai dari disiplin memakai masker saat terpaksa beraktivitas di luar rumah, menjaga jarak, dan mencuci tangan. “Sejak diberlakukan sanksi administratif salah satunya bagi warga yang tidak memakai masker hingga 29 Agustus 2020, tercatat ada 611.373 pelanggaran dengan dominasi pelanggar perorangan. Total denda sebesar kurang lebih Rp 106 juta,” tegas dia.
Adapun mengenai rasio pengetesan, dalam seminggu ini sudah diatas 50.000. Melihat capaian tersebut ia optimis Jawa Barat bisa memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu pengetesan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) sebanyak satu persen dari jumlah penduduk dalam lima minggu ke depan.
“Berita baik, Jabar sudah melakukan pengetesan per minggu di atas 50 ribu, melompat dari 19 ribu. Sehingga kini butuh lima minggu lagi kita bisa mengikuti standar WHO yaitu (tes PCR) satu persen dari jumlah penduduk,” kata dia.
Namun demikian, sisi buruknya sampai saat ini Jawa Barat masih saja dihadapi tingkat kesembuhan pasien Covid-19 yang masih rendah. Dari data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar (Pikobar) per 9 September pukul 15:00 WIB, masih ada 6.044 orang dalam perawatan atau isolasi di Jawa Barat. Untuk itu, Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jawa Barat akan mempelajari keberhasilan sembuh pada kasus Covid-19 di institusi pendidikan negara.
“Kami sedang mempelajari kasus keberhasilan penyembuhan di Secapa AD. Mulai dari metoda, obat, dan lainnya akan kami rekomendasikan kepada ribuan kasus aktif yang ada di Jabar. Mudah mudahan seiring dengan kesembuhan, karena tingkat kematian di Jabar relatif rendah, membuat kondisi (penanganan Covid-19) lebih terkendali,” harap Kang Emil. []