Pro Kontra Parkir Berbayar di Universitas Indonesia

Persoalan parkir berbayar di UI ternyata tidak semudah membalikan telapak tangan. Berikut ini Tagar mereka yang terdampak.
Persiapan parkir berbayar di UI. (Foto: Tagar/Thio Pahlevi)

Jakarta - Siang itu matahari cukup terik, para mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mencari tempat rindang untuk berteduh. Beberapa dari mereka ada yang membaca buku pelajaran kuliah, berbincang, berdiskusi atau hanya sekadar menikmati hembusan angin di tepi danau. Mereka seperti tanpa beban dengan wacana pemberlakuan parkir berbayar atau tidak.

Memang benar, UI berencana menyelanggarakan parkir berbayar bagi siapapun yang masuk ke dalam lingkungan kampus. Namun, rencana tersebut masih menjadi pro kontra dikalangan mahasiswa UI dan masyarakat sekitar.

Anggy, mahasiswi UI yang segera lulus, menunggu rekan-rekannya di salah satu kantin dekat perpustakaan. Dia cukup antusias berbagi cerita dengan Tagar.

“Iya, sudah tahu akan ada wacana parkir berbayar. Tapi awalnya sempat kaget melihat sudah ada beberapa gerbang pembayaran di dalam kampus,” ujarnya membuka obrolan. “Kalau saya, wacana parkir berbayar itu masih abu-abu. Tidak terlalu merugikan juga buat mahasiswa sebenarnya.” 

Danau UISuasana Danau UI yang rindang. (Foto: Tagar/Thio Pahlevi)

Tagar berpindah tempat menuju gedung pusat kegiatan mahasiswa. Terlihat sekelompok mahasiswa sedang membersihkan ruangan di lantai dua yang di salah satu sudut temboknya terdapat tulisan ‘Dewan Perwakilan Mahasiswa’. Tepat di sebelah kirinya, terdapat ruangan BEM UI (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia) yang sayangnya sedang kosong.

Satria, seorang mahasiswa, adalah perwakilan mahasiswa yang juga menolak kebijakan parkir berbayar itu. Menurutnya, banyak hal yang perlu dikaji lebih lanjut terkait kebijakan ini.

“Kalau masalah demonstrasi, saya coba menarik lebih luas lagi. Kalau dilihat sekilas itu jadi aneh, kok anak UI demo terkait hal yang boleh dibilang remeh-temeh. Kalau dilihat lebih luas, bahwa di sini ada masalah keterkaitan tata kelola kampus yang sebenarnya itu belum berjalan dengan baik,” ujar Satria di salah satu lorong gedung yang cukup sejuk.

“Salah satunya adalah wacana kebijakan parkir atau secure parking ini kalau kami cek itu ternyata SK [Surat Keputusan]-nya masih dalam proses. Selain itu, hari ini bertepatan dengan pembukaan pemilihan rektor. Ini yang sangat dikawal oleh mahasiswa,” tambah pria yang berambut pendek ini.

Satria menambahkan kalau tanggal 15 Juli 2019 nanti akan ada aksi lanjutan dari mahasiswa. Aksi ini juga akan melibatkan masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya terkait kebijakan ini.

Harus Terjangkau Masyarakat

Tanggapan berbeda datang dari kalangan masyarakat yang sehari-hari berada di lingkungan kampus. Salah satunya adalah Raffi, seorang penjaga penyewaan sepeda yang ada di sekitar area halte bus stasiun kereta Pondok Cina.

Sambil menatap layar telepon genggamnya, ia memberikan tanggapannya terkait kebijakan parkir berbayar ini. Sehari-hari ia menggunakan motor untuk bekerja di lingkungan kampus. Itu artinya ia juga terdampak dalam kebijakan ini.

“Menurut saya bagus dan layak buat UI. Saya mendukung saja kebijakan ini. Cuma kebijakannya harus lebih terjangkau buat masyarakat sini. Biayanya dimurahin aja. Kalau untuk orang seperti saya, itu katanya akan ada kebijakan berlangganan. Tapi masih belum jelas bagaimana kebijakan langganannya nanti,” kata pria berpostur tinggi ini. “Biasanya kalau menurut saya untuk langganan murah. Katanya itu per semester atau per bulan, petugas lingkungan UI dikenakan biaya langganan sekitar Rp 100 ribuan, tapi masih belum jelas. Kalau di atas 100 ribu rupiah sih keberatan, kalau bisa 50 ribuan,” ujarnya.

Kedatangan seorang yang akan menyewa sepeda untuk berkeliling kampus, menghentikan obrolan kami.

Lesu di Ojek Pangkalan  

Suasana agak lesu dirasakan di salah satu pangkalan ojek yang sudah cukup lama ada di lingkungan kampus, yaitu yang berlokasi tepat di samping stasiun kereta Universitas Indonesia.

Meskipun diselimuti rasa lesu, kumpulan para penyedia jasa ojek itu memaksakan bersenda gurau bersama rekan sesama profesi. Beberapa pria paruh baya yang sedang menunggu penumpang menyambut ramah, salah satunya adalah Amir.

Terbaca gurat sedih di wajah Amir yang terduduk lesu di motornya sembari menanti kedatangan penumpang. Dia berteduh di bawah pohon yang cukup rindang, sembari menatap nanar ke satu arah. Amir yang memilih agak menjauh dari temannya itu menyayangkan kebijakan parkir berbayar tersebut.

“Iya sudah tahu kalau ada kebijakan ini,” ucapnya dengan suara sedikit bergetar. “Sebetulnya keberatan ya. Karena akan menambah beban keuangan. Yang tadinya enggak bayar parkir jadi bayar nantinya. Apalagi kalau dihitung perjam. Kami kan di sini ngetem kadang lama. Kami kadang bisa satu jam, satu jam setengah kalau ngetem.”

Berdasarkan informasi yang beredar, Universitas Indonesia akan menerapkan kebijakan parkir berbayar kepada seluruh kalangan yang masuk ke dalam lingkungan kampus. Pihak Universitas Indonesia menetapkan ketentuan bagi siapapun yang masuk lebih dari 15 menit akan dikenakan biaya.

Hal itu kemudian menjadi polemik bagi mahasiswa dan masyarakat sekitar yang terkena imbasnya. Oleh karena itu, beberapa hari lalu para mahasiswa melakukan aksi penolakan terhadap kebijakan ini.

Rasionalisasi dibentuknya "secure parking" oleh Rektor UI dikarenakan tempat parkir merupakan sebuah pelayanan. Namun, UI justru meletakan loket parkir pada gerbang masuk UI. Padahal terdapat perbedaan antara jalan dengan parkir. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri, sedangkan parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara,” tulis BEM UI dalam posting-an di akun Instagram @bemui_official.

” lanjut postingannya.“Selain itu, dampak dari penerapan “secure parking” juga mengakibatkan terganggunya fungsi jalan seperti yang diancam dengan pidana penjara atau denda berdasarkan UU No. 38 2004,” lanjut postingannya.

Dalam postingannya, BEM UI merujuk pada undang-undang , diantaranya Pasal 1 Undang-Undang No. 38 Tahun 2004, Pasal 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, Pasal 12 Undang-Undang No. 38 Tahun 2004, serta Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang No. 38 tahun 2004.

Pantauan Tagar, hingga Rabu 10 Juli 2019, pukul 20.30 WIB, postingan tersebut telah direspons warganet dengan jumlah like sebanyak 4.184 warganet serta 408 komentar. BEM UI mempostingnya pada Selasa 9 Juli 2019. []

Berita terkait
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.