Prihatin Outsourcing Kian Marak di Pemerintahan

Pemuda Muhammadiyah DIY prihatin banyak instansi pemerintah yang menggunakan jasa tenaga outsourcing. Sistem kerja itu merugikan tenaga kerja.
Rakorwil Bidang Buruh, Tani dan Nelayan PWPM DIY di Gedung DPD RI Perwakilan Yogyakarta, Kamis 28 November 2018, mengkritisi sistem kerja outsourching yang dinilai merugikan tenaga kerja. (Foto: Tagar/Agung Raharjo)

Yogyakarta - Pemuda Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakata (DIY) mengaku prihatin kian banyak instansi pemerintahan di DIY yang menggunakan jasa tenaga kerja dengan sistem outsourcing. Sistem itu semakin menjauhkan tenaga kerja mendapatkan keadilan dan upah yang layak.

Keprihatinan itu terungkap dalam Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) Bidang Buruh, Tani dan Nelayan Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) DIY, di gedung DPD RI Perwakilan DIY, Jalan Kusumanegara Yogyakarta, Kamis 28 November 2019 malam. Acara dihadiri perwakilan pimpinan pemuda Muhammadiyah dari unsur bidang buruh, tani dan Nelayan di masing-masing Kabupaten/Kota se-DIY.

Ketua Bidang Buruh, Tani dan Nelayan PWPM DIY Agung Wijaya mengatakan Rakorwil dilaksanakan untuk menangkap isu-isu aktual terkait tiga urusan buruh, tani dan nelayan. "Kita samakan pemahaman dan sepakat, sistem kerja itu (outsourcing) mengeksploitasi dan merugikan bagi buruh," kata dia.

Dia mengkritisi pelaksanaan sistem kerja outsourcing di Provinsi DIY, khususnya di instansi pemerintahan. Sistem kerja outsourcing cenderung mengekang hak-hak pekerja dan menjauhkan jarak pekerja untuk mendapatkan keadilan. "Khususnya di DIY, sistem kerja tersebut semakin banyak diterapkan baik oleh instansi pemerintahan maupun perusahaan," ungkapnya.

Agung mengatakan angkatan kerja yang mayoritas generasi muda bekerja sebagai jasa outsourcing karena keterpaksaan. "Karena memang tidak ada pilihan sistem bekerja yang ramah," katanya.

Maka itu, pihaknya akan melakukan langkah-langkah advokasi dan pendampingan terhadap tenaga kerja outsourcing di DIY. Selain itu, mengingat sistem kerja outsourcing diberlakukan secara nasional, maka akan mendorong menjadikanya sebagai isu bersama secara nasional untuk meminta solusi ke pemerintahan pusat.

Karena memang tidak ada pilihan sistem bekerja yang ramah.

Agung juga mengkritisi penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY 2020 yang dinilainya masih rendah yaitu Rp 1.704.608,25. Angka ini memang lebih tinggi 8,51 persen dari UMP sebelumnya. "Namun UMP di DIY ini merupakan upah minimum terendah secara nasional," ungkapnya.

Pembahasan Rakorwil juga menyinggung kepariwisataan yang dikaitkan dengan ketahanan pangan nasional. Mereka mendorong, DIY sebagai ikon pariwisata perlu mengembangkan daerah-daerah wisata yang berbasis agrowisata berbasis kearifan lokal. 

"Desa-desa wisata yang tumbuh dan berkembang di Yogyakarta memiliki potensi sekaligus sebagai pusat studi edukasi ketahanan pangan nasional bagi generasi mendatang," ungkapnya.

Di tempat terpisah Anggota DPD RI Afnan Hadikusumo mengatakan sistem kerja outsourcing tertuang dalam Undanhg-undang Ketenagakerjaan. Jika akan melakukan advokasi, UU-nya yang harus dilakukan perubahan. "Karena norma intinya ada di sana (UU)," kata dia. []

Baca Juga:

Berita terkait
Hari Buruh 2018 di Monas: Hapus Sistem Kerja Outsourcing dan Hadirkan Rumah Murah
Buruh juga menuntut penurunan harga beras dan bahan bakar minyak, juga perbaikan layanan jaminan kesehatan nasional.
UMP DIY Tahun 2020 Naik 8,51 Persen
Pemerintah DIY telah memutuskan untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi DIY sebesar 8,51 persen. Ini alasannya.
Upah Minimum Buruh di Jakarta Rp 4,2 Juta
Pemprov DKI Jakarta menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta pada 2020 sebesar Rp 4.276.349.