Prakiraan Suhu Politik, Pasca Tontonan Kemesraan Jokowi-Prabowo

Prakiraan suhu politik, pasca tontonan kemesraan Jokowi-Prabowo. "Saya pikir belum bisa. Meskipun pelukan itu dianggap pereda sementara, tapi saya pikir itu hanya basa-basi politik saja," ujar Wasisto.
Foto: Laily Rachev - Biro Pers Setpres

Jakarta, (Tagar 30/8/2018) - Presiden Joko Widodo terlihat akrab dengan rivalnya di pemilihan presiden (Pilpres) 2019, yakni Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Kemesraan yang terlihat di antara keduanya terjadi karena atlet silat Indonesia Yudani Kusumah Hanifan merangkul keduanya secara bersamaan.

Berbagai komentar positif, seketika muncul di antara publik pasca menyaksikan kejadian tersebut. Lantas, apakah kemesraan keduanya akan berlangsung hingga Pilpres 2019 mendatang?

Mesra Namun Sementara

Founder Lembaga Survei Kedai KOPI Hendri SatrioFounder Lembaga Survei Kedai KOPI Hendri Satrio. (Foto: kedaikopi.co)

Pengamat Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai, kemesraan keduanya memang pasti akan mendinginkan suhu politik yang tengah memanas. Namun, hanya untuk sementara saja.

"Untuk sementara ini mendinginkan suasana, ke depannya belum tentu," ujarnya dalam pesan WhatsApp kepada Tagar News, di Jakarta, Kamis (30/8).

Bertahan atau tidaknya suhu politik yang dingin ini sampai Pilpres 2019, menurut Hendri, tergantung pada Jokowi dan Prabowo. Apakah dua negarawan tersebut mampu untuk selalu menjaga kemesraan di hadapan publik?

"Moment ini jelas mencairkan suasana, hanya saja sanggupkah Prabowo dan Jokowi tetap menjaga hubungan mereka mesra seperti ini dan sering tampil bersama di publik," terang Hendri.

Menurut Hendri usai momen kemesraan yang dipertontonkan keduanya, kemungkinan ada klaim-klaim keberhasilan dari tokoh-tokoh kedua kubu. Cabang olahraga silat diketahui, menggondol 14 emas dari 16 cabor yang dipertandingan di Asian Games 2018.

"Nah, tapi kan setelah ini adalah klaim-klaim keberhasilan-keberhasilan dari masing-masing tokoh gitu. Silat ini,  bayangkan saja banyak banget tokoh-tokoh politik besar yang hadir di arena silat, ada Megawati kemudian JK, ada Prabowo, ada Jokowi," paparnya.

Tapi, Hendri mengingatkan, apa pun yang dipertontonkan Jokowi dengan Prabowo, semata-mata kelihaian mereka memainkan peran dalam dunia politik. "Tokoh politik juga kadang pemain drama yang handal. Kali ini bisa tersenyum peluk-pelukan besok-besok bertarung lagi demi kekuasaan," ucapnya.

Keduanya, memang harus berkompetisi untuk memperebutkan kekuasaan dan kepentingan. Jadi, wajar saja kadangkala, membuat suhu politik memanas.

"Kekuasaan adalah segalanya, kepentingan adalah segalanya, itulah yang membuat politik ini menjadi ajang kompetisi yang terkadang membuat suasana panas. Keduanya, aslinya akrab, hanya kompetisikan juaranya cuma satu, jadi deh mereka bersaing," tukas Founder Lembaga Survei KedaiKOpi ini.

Kemesraan Basa Basi Politik

Wasisto Raharjo JatiWasisto Raharjo Jati. (Foto: Instagram/@wasistojati)

Lain hal dengan pemikiran Peneliti Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati. Kemesraan yang ditunjukkan keduanya memperlihatkan sebuah basa-basi politik saja.

"Saya pikir belum bisa. Meskipun pelukan itu dianggap pereda sementara, tapi saya pikir itu hanya basa-basi politik saja," ujarnya.

Kabar baiknya, keakraban yang terlihat pada kacamata publik berdampak pada penurunan tensi ketegangan kedua pendukung.

"Saya pikir keakraban tersebut berdampak pada berkurangnya intensi perselisihan di masyarakat, karena mereka akan berpikir ulang untuk tidak meributkan sesuatu yang perlu hanya demi politik," jelasnya.

Suhu politik yang sekarang dingin, menurut Wasisto, masih belum bisa ditentukan bertahan atau tidak sampai Pilpres 2019. Kembali lagi, peran tim sukses masing-masing pendukung menjadi penentu suhu politik ke depannya. "Karena sebenarnya kompornya itu adalah para elite politik yang berdiri di belakang kedua paslon tersebut yang berdampak pada masyarakat," tandas Wasisto.

Kemesraan Redam Cebong dan Kampret

Pangi Syarwi ChaniagoVoxpol Center Reseach & Consulting Pangi Syarwi Chaniago. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Hampir senada, Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago juga menilai dinginnya suhu politik antara Jokowi dengan Prabowo sangat bergantung pada sikap elite politik, masing-masing kubu.

"Apakah akan bertahan berapa lama? Itu sangat bergantung pada sikap elitenya. Pasca kejadian tersebut, suasana Pilpres sudah cukup sejuk, menenangkan dan menurunkan tensi politik," tutur Pangi.

Sikap mesra kedua calon presiden, menurutnya, bisa meredam turbulensi politik dan gesekan antara pendukung fanatik kedua kubu, yang jelas akan mempengaruhi suasana jelang Pilpres 2019. Sudah saatnya, kedua pendukung fanatik tak lagi perang otot, jika melihat kemesraan idolanya.

"Sudah saatnya Kecebong dan Kampret bergembira, menyejukkan, tak perlu perang urat saraf, apalagi perang otot, sampai maksa buka baju segala. Cukup bertempur pada gagasan, ide, narasi tanpa menyakitkan, menjaga etika dan akhlak itu penting. Raja Cebong dan Kampret sudah menyejukkan," imbuhnya.

Pangi berpesan, jangan sampai harga persatuan yang mahal rusak begitu saja. Akibat dari perbedaan cara pandang politik anak bangsa, yang mengantarkan pada perpecahan.

"Jangan sampai karena pilpres 5 tahunan karena berbeda pilihan menyebabkan suami istri tak bertegur sama, anak dengan bapak, sesama tangga dan sahabat serta teman tak bertegus sama hanya karena perbedaan pilihan politik. Terlalu mahal kita merusak itu semua," pungkas Pangi.

Komentar Kawan dan Lawan

tigaFadli Zon,Airlangga Hartanto,Agus Hermanto. (Desain: Gilang)

Kemesraan Jokowi dengan Prabowo, tak luput dari perhatian para elite partai politik. Misalnya Wakil Ketua Partai Gerindra Fadli Zon dari kubu Prabowo, yang melihat kemesraan itu kejadian yang natural.

"Saya kira itu satu peristiwa natural yang sangat bagus ya, bagus bagi demokrasi kita. Memang kandidat itu harus memberikan satu suasana yang damai, suasana yang tenang gitu ya. Dan peristiwa kemarin saya kira menunjukkan bahwa kepentingan nasional kita harus satu," ucap Fadli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (30/8).

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto bahkan mengapresiasi sikap keduanya yang mampu menunjukkan keteduhan politik.

"Dua capres yang ada malah saling berpelukan dengan satu bendera dan ini menunjukkan juga keteduhan dari kita masing-masing. Sehingga kami pun mengapresiasi dengan apa yang dilakukan oleh Prabowo dan Jokowi melalui atlit pencak silat tersebut," jelas Aher.

Sebagai partai pendukung Jokowi di Pilpres 2019, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto pun menyebut, kemesraan Jokowi dengan Prabowo adalah simbol persatuan dalam dunia olahraga.

"Ini adalah simbol persatuan ya, memang diharapkan bahwa di dalam berbagai kompetisi seperti dalam olahraga yang paling penting adalah sportif dan ikut rules-nya, dengan demikian kita mengharapkan ke depannya juga kita menyatu tidak terpecah," ucapnya. []

Berita terkait