Prabowo Tuduh KPU Curang, Kehendak Menang Sendiri

Menolak hasil penghitungan suara KPU merongrong sistem demokrasi. Kubu Prabowo dianggap berkehendak ingin menang sendiri di Pemilu 2019.
Sandiaga juga tampak lesu saat Prabowo berpidato dihadapan awak media. Foto: (Antara/Indrianto Eko Suwarso)

Jakarta - Pengamat Politik Maksimus Ramsus Lalongkoe berpendapat sikap pasangan calon nomor urut 02 yang menolak hasil penghitungan suara KPU merongrong sistem demokrasi Indonesia. Menurutnya, kubu Prabowo-Sandiaga berkehendak ingin menang sendiri dalam Pemilu 2019.

Pernyataan Ramsus merujuk pada perilaku tidak mau mengakui Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga negara yang diatur dalam Undang-undang untuk memproses mekanisme hingga pelanggaran Pemilu.

"Sikap ini bagian dari upaya merongrong demokrasi karena tidak mau mengakui lembaga yang sudah ada untuk memproses pelanggaran Pemilu bila ada," bebernya kepada Tagar, Rabu 15 Mei 2019.

Kelihatannya adalah kehendak untuk menang sendiri, termasuk dengan cara menafikan saluran hukum dan politik yang tersedia di Indonesia.

Jika menemukan pelanggaran yang administratif, Ramsus menyebutkan kubu Prabowo-Sandi sepatutnya melaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kemudian, dugaan pidana Pemilu ke Sentra Gakkumdu, dan dugaan pelanggaran kode etik ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). 

"Sedangkan sengketa terhadap keputusan KPU dapat dibawa ke Bawaslu hingga PTUN dan yang akhir perselisihan hasil Pemilu dapat diajukan ke MK," tambahnya.

Ketua DPR Bambang Soesatyo menegaskan, pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan hasil Pemilu 2019 sewajarnya menyampaikannya ke MK, bukan malah menolak penghitungan suara resmi KPU. Sebab, jika hasil Pemilu 2019 tidak diakui maka berdampak pada hasil Pileg 2019.

"Konsekuensinya kalau pemilu ini tidak diakui misalnya, maka itu akan berdampak juga pada hasil pemilihan legislatif. Sementara partai-partai pengusung kedua belah calon itu tampaknya sudah melakukan pencapaian yang maksimal bagi caleg-calegnya," tuturnya pria yang akrab disapa Bamsoet itu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 15 Mei 2019.

Baca juga: Prabowo Klaim 54 Persen, KPU Tantang Adu Data

Politikus Partai Golkar itu kemudian mengajukan pertanyaan apakah ingin mengulang lagi Pemilu 2019 yang hasil Pilegnya telah di depan mata. "Apakah dengan demikian nanti harus diadakan Pemilu ulang? Apakah caleg-caleg mereka, kita semua, yang sudah berdarah-darah kemarin ingin mengulang lagi?" ucapnya.

Bamsoet lantas mengajak seluruh peserta Pemilu 2019 dewasa dalam berpolitik. Kalau mengungkap ada kecurangan dibuktikan dengan melaporkan ke saluran resmi tata pesta demokrasi Indonesia, yaitu MK.

Karena, lanjut Bamsoet, kasus-kasus kecurangan itu bersifat kasuistis. Menurutnya, bisa saja untuk kepentingan orang per orang, atau per caleg karena punya tugas memenangkan sosok di daerah pemilihan.

"Sehingga kalau nanti ternyata benar dan dimenangkan, itu sudah langsung secara official, dan legal, dia lah yang ditunjuk sebagai pemenang, misalnya gitu ya. Jadi, kalau hanya pembentukan opini, yang ada hanyalah menghasilkan kebisingan dan ketidaknyamanan masyarakat," tukasnya.

Pilpres 2019 Dianggap Curang, Tapi Pileg Tidak

Anggota Dewan Penasehat DPP Partai Gerindra Raden Muhammad Syafi'i atau yang akrab disapa Romo mengungkapkan sangat naif jika ada yang mengatakan Pemilu 2019 berjalan secara jujur dan adil (jurdil).

"Saya kira sangat naif kalau ada yang mengatakan pemilu ini sudah berjalan dengan jurdil," ujar Syafi'i di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 15 Mei 2019.

Pasalnya, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah menemukan fakta-fakta terjadinya kecurangaan di Pemilu 2019, berujung penolakan pada hasil penghitungan suara di KPU.

Namun, ia menegaskan jika kecurangan yang terjadi di Pileg 2019 tidak sama dengan kecurangan yang terjadi di Pilpres 2019.

"Kita melihat di lapangan itu yang khusus di desain untuk curang itu adalah Pilpres. Kalau di Pileg itu saya kira ada kecurangan, tapi bukan Pemilu curang. Tapi, kalau untuk Pilpres itu memang Pemilu curang," jelasnya.

Menilik pengalaman di Pilpres 2014, Kubu Prabowo menurutnya sudah tak percaya MK. Jadi, jika menemukan fakta-fakta kecurangan tidak akan melakukan gugatan terhadap MK melainkan mengembalikan pada kedaulatan rakyat.

"Kita kembali ke pasal 1 ya UUD 1945, kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan melalui ketentuan UUD lalu kalau sudah dipastikan UUD tidak dilaksanakan kedaulatan tetap ada di tangan rakyat," terang dia.

Dengan kata lain, akan menyerahkan pada keinginan rakyat. "Kita akan melihat nanti apa keinginan rakyat terhadap Pemilu curang yang sekarang berlangsung," tandasnya.

Baca juga: Prabowo Tuduh KPU Curang, Pengamat: Mana Datanya

Berita terkait
0
Pemimpin G7 Janjikan Dana Infrastruktur Ketahanan Iklim
Para pemimpin dunia menjanjikan 600 miliar dolar untuk membangun "infrastruktur ketahanan iklim" perang Ukraina juga menjadi agenda utama