PPI Jepang: Pengesahan Omnibus Law Minim Partisipasi publik

Ketua Umum Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang menilai pengesahan Omnibus Law sangat minim partisipasi masyarakat dan terkesan tergesa-gesa.
Para pelajar indonesia yang menjalani studi di Jepang. (Foto: Tagar/Instagram @ppijepang).

Jakarta - Ketua Umum Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang, Yudi Ariesta, menyebutkan bahwa pengesahan UU Omnibus Law/Cipta Kerja oleh DPR RI pada 5 Oktober 2020 sangat tertutup terhadap masukan maupun kritik dari masyarakat. Begitu pun dengan pemerintah yang tidak mau membuka diri.

“Ini menjadi indikator utama untuk menilai minimnya partisipasi publik dalam penyusunan Omnibus Law,” katanya, dikutip tagar 19 Oktober 2020.

Menurut Yudi, di dalam konteks demokrasi, partisipasi masyarakat dalam penyusunan regulasi merupakan suatu hal yang sangat krusial. Terlebih, kata dia, dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 96 mengingatkan pentingnya partisipasi masyarakat baik secara liasan maupun tulisan.

Seyogyanya baik pemerintah maupun DPR agar mengedepankan kaidah dan prinsip demokrasi Pancasila yang mengutamakan musyawarah mufakat

Kemudian, lanjut Yudi, poin lain yang menjadi sorotan dan tidak kalah krusialnya adalah soal proses pembahasan hingga pengesahannya yang terkesan dipaksakan.

“Sejak awal, saat proses penyusunan, pembahasan hingga pengesahan RUU tersebut tampak terlalu tergesa-gesa,” ujarnya.

Sementara, Ketua Bidang Pusat Pergerakan PPI Jepang, Muhammad Reza Rustam, menilai bahwa baik pemerintah maupun DPR harus lebih jeli lagi dalam penyusuan Omnibus Law. Apalagi RUU Cipta Kerja dengan 11 sektor dan merevisi lebih dari 70 Undang-Undang yang diproyeksikan rencananya akan mampu meningkatkan investasi di dalam negeri.

“Ini kan mencakup banyak sektor dan revisi puluhan Undang-Undang, jadi diperlukan kesabaran, ketelitian, kehati-hatian dalam penyusunannya,” ujar Reza.

Pelajar yang sedang menempuh gelar Doktor itu juga mengatakan, secara teori, dalam pembentukan regulasi tidak hanya sekadar pemenuhan aspek proseduralnya saja. Tetapi regulasi juga memerlukan partisipasi masyarakat yang lebih luas, apalagi saat ini masih terjadi pro-kontra.

“Seyogyanya baik pemerintah maupun DPR agar mengedepankan kaidah dan prinsip demokrasi Pancasila yang mengutamakan musyawarah mufakat ketimbang penyelesaian cepat dengan dalih urgensi demi terciptanya peraturan yang berkeadilan sosial,” tegasnya.

Demikian pernyataan sikap PPI Jepang terhadap RUU Cipta Kerja:

1. Menolak proses pembentukan RUU Cipta Kerja yang tidak transparan sehingga menimbulkan disinformasi dan keresahan di masyarakat

2. Menuntut transparansi dari sejak awal proses pembentukan RUU Cipta Kerja hingga diparipurnakan

3. Menolak dan tidak membenarkan segala bentuk tindakan kekerasan oleh oknum aparat keamanan terhadap demonstran dan jurnalis

4. Menilak dan tidak membenarkan segala bentuk perusakan fasilitas umum oleh oknum demonstran

5. Mengimbau semua pihak untuk mengutamakan dialog yang konstruktif dalam proses berdemokrasi dan menyatakan pendapat

6. Mendesak Pemerintah untuk lebih memprioritaskan penanganan bencana nasional Covid-19 di tanah air. []

Baca juga:

 

Berita terkait
Demo Omnibus Law, 15 Wartawan Malang Alami Kekerasan Polisi
Sejumlah Jurnalis Malang Raya mengecam tindak kekerasan dilakukan polisi terhadap wartawan saat demo omnibus law beberapa waktu lalu.
Pro Kontra Omnibus Law, KSP: Jokowi Tidak Takut Ambil Risiko
KSP menilai Presiden Jokowi merupakan pemimpin yang berani mengambil risiko terkait sikapnya terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Menperin: Omnibus Law Cipta Kerja Dorong Reindustrialisasi
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasita menyebutkan, Omnibus Law Cipta Kerja bisa mendorong reindustrialisasi di Indonesi.
0
AS Mulai Terapkan Larangan Impor Barang dari Xinjiang
AS terapkan larangan impor barang produksi dari wilayah Xinjiang, China, kini mulai diberlakukan dengan alasan ada genosida di sana