Polri: Radikalisme Dimulai dari Intoleransi

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan bahwa intoleransi merupakan cikal bakal radikalisme.
Ahli dari pemerintah Muladi (kanan) mengikuti rapat pansus RUU Terorisme di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/5). Rapat itu membahas daftar inventarisasi masalah rapat RUU tentang perubahan UU no.15/2003 tentang penetapan PERPPU Nomor 1/2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. (Foto: Ant/Wahyu Putro A)

Jakarta, (Tagar 3/6/2017) – Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan bahwa intoleransi merupakan cikal bakal radikalisme. “Berawal dari intoleransi, jika dibiarkan bisa menjadi radikalisme. Jika bibit radikalisme ini mendapat suasana yang kondusif maka akan berkembang jadi terorisme,” kata Irjen Setyo dalam diskusi bertajuk Membedah Revisi Undang-Undang Anti Terorisme di Jakarta, Sabtu (3/6).

Disebutkan, kelompok-kelompok intoleransi saat ini berkembang dengan mengatasnamakan agama tertentu. Dengan menggunakan kecanggihan teknologi informasi dan media sosial, kelompok intoleransi menyebarkan pemahamannya kepada masyarakat. Pihaknya khawatir bila hal ini dibiarkan maka akan berkembang menjadi radikalisme. “Saya imbau masyarakat agar tidak masuk ke dalam kelompok-kelompok intoleran. Karena ini bisa menjadi permasalahan besar bangsa,” ujarnya.

Sementara mantan terpidana kasus terorisme Sofyan Tsuari berpendapat, semangat masyarakat dalam mempelajari agama dewasa ini rentan dimanfaatkan oleh teroris untuk menyebarkan doktrin terorisme mereka. “Ada fenomena kesolehan sosial di masyarakat. Mereka banyak pelajari agama, namun cenderung suka belajar agama yang instan. Orang-orang seperti ini rentan,” kata Sofyan Tsuari.

Menurut dia, hal itu berbeda dengan ajaran agama yang diajarkan oleh Nahdlatul Ulama (NU). NU mengajarkan materi agama dengan pendekatan dari berbagai sumber ilmu. “NU pendekatannya tidak menggunakan satu dalil saja tapi beberapa dalil, lalu dikembalikan masyarakat mau menggunakan dalil yang mana,” terangnya.

Namun sebagian masyarakat kosmopolitan tidak menyukai pendekatan seperti itu. “Masyarakat suka dengan ceramah-ceramah dengan jawaban yang instan, tegas. Agama yang diajarkan dengan cara ini serupa dengan doktrin agama yang dibawa oleh para teroris yang mengajarkan penerapan ajaran agama secara instan dan tegas. Jika fenomena ini kesolehan sosial ini dibiarkan, maka dikhawatirkan akan berkembang menjadi suatu ideologi radikal,” ungkapnya. (yps/ant)

Berita terkait
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu