Politik Genderuwo, Kejengkelan Sekaligus Peringatan Jokowi pada Lawan Politik

'Pantas Jokowi jengkel karena strategi sebelah tidak mutu. Nakut-nakutin, ekonomi ambruk, Indonesia bubar, tempe setipis ATM.'
Presiden Joko Widodo. (Foto: Antara)

Jakarta, (Tagar 12/11/2018) - Calon presiden nomor urut satu (01) Joko Widodo mengkritik politisi yang kerap kali tak menggunakan etika yang baik dalam berpolitik. Misalnya, politikus yang menyebarkan propaganda menakutkan, membuat ketakutan, dan kekhawatiran dalam masyarakat.

Ia pun tak segan menyebut cara politikus yang demikian sebagai politik genderuwo.

"Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Masak masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Enggak benar kan? itu sering saya sampaikan itu namanya politik genderuwo, menakut-nakuti," ungkap Presiden RI, saat memberi sambutan dalam acara pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (9/11).

Politik Genderuwo Versi PKS

Hidayat Nur WahidWakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid. (Foto: Tagar/ Nuranisa Hamdan Ningsih)


Menanggapi pernyataan Jokowi soal politik genderuwo, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid setuju bahwa  politisi tak usah menggunakan cara menakutkan dalam berpolitik. Pernyataan Jokowi, dinilainya sebagai peringatan bagi politikus yang menggunakan cara tersebut.

"Ini adalah sekaligus mengingatkan semuanya, karena genderuwo itu satu hal yang menakutkan dan menakutkan bisa berlaku dengan cara apa pun dan mari jangan berpolitik yang menakutkan," ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (12/11).

Lantas, ia turut menyebutkan sejumlah contoh terkait politik yang menakutkan versinya. Misalnya soal politik menebar janji dan politik membelah.

"Terlalu banyak berjanji, tapi tidak melaksanakan itu juga menakutkan loh, kan nanti orang-orang tak percaya dengan sang yang berjanji," katanya.

"Menakutkan kalau kita kemudian perilaku kita justru menghadirkan bukan politik yang mengayomi tapi publik yang membelah, jangan," sambungnya.

Menurut Wakil Ketua MPR ini, seharusnya politik yang digunakan kini adalah politik yang mengokohkan NKRI, Bineka Tunggal Ika, juga Pancasila.

"Harusnya politik kita politik yang betul-betul mengokohkan NKRI, kita mengokohkan Bineka Tunggal Ika, kita berpedoman pada Pancasila dan kalau itu yang terjadi narasi yang dipakai mestinya narasi yang sejalan dengan itu semuanya," terangnya.

Meski mengakui pernyataan Jokowi sebagai peringatan, ia sebenarnya mempertanyakan, apakah posisi Jokowi sebagai orang nomor satu di Indonesia layak menyebut istilah politik semacam politik genderuwo.

"Sontoloyo, genderuwo, itulah ungkapan-ungkapan yang populer di masyarakat Jawa. Tapi, apakah itu layak dipakai oleh seorang Presiden?" kata dia.

Jokowi Jengkel

Presiden JokowiCalon Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo berdiskusi dengan masyarakat kreatif Bandung di Simpul Space, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (10/11/2018). Selain meninjau produk kreatif, Capres Joko Widodo juga berdialog dengan masyarakat kreatif Bandung dalam upaya mengembangkan ekonomi digital. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Politikus PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari mengungkapkan, pernyataan Jokowi terkait politik genderuwo lantaran sudah jengkel dengan "kubu sebelah" yang kerap melempar strategi secara personal dan miskin gagasan.

"Pantas kalau Jokowi jengkel karena strategi sebelah tidak bermutu. Miskin gagasan, hanya menyerang-nyerang personal dan pakai hoaks,"  jelas Eva.

Pasalnya, Jokowi selama ini telah sabar dihantam berbagai isu miring terkait dirinya, tanpa dihiraukan pencapaian kinerjanya sama sekali oleh lawan politiknya.

"Selama ini Pak Jokowi sabar, diserang terus-menerus, disindir plonga-plongo, presiden boneka, pembohong dan lain-lain. Tanpa melihat kinerja, hanya serangan-serangan personal," bebernya.

Jokowi, menurutnya ingin kampanye yang berkualitas. Dengan pernyataan itu, menurutnya Jokowi mengingatkan politisi untuk memakai pakem pemilu. Yakni berpolitik dengan cara cerdas dan akuntabel, serta menyampaikan gagasan-gagasan yang memajukan kesejahteraaan rakyat. Jangan genderuwo yang menakut-nakuti dan suka nyulik orang," tandas Anggota Komisi XI DPR tersebut.

Sementara itu, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Irma Suryani Chaniago menyebut, politisi genderuwo itu politisi yang bekerja untuk menakut-nakuti rakyat.

"Selalu menyampaikan yang buruk-buruk pada rakyat, termasuk hoaks, SARA dan fitnah," tuturnya saat dihubungi Tagar News, Senin, (12/11).

Meski tak membeberkan siapa politisi yang dimaksud, Irma mencontohkan perilaku politisi genderuwo ketika berkampanye atau berpolitik. Seperti melemparakan pernyataan yang negatif mengenai keadaan ekonomi di Indonesia.

"Nakut-nakutin, ekonomi ambruk. Nakut-nakutin tahun 2030 Indonesia bubar. Nakut-nakutin tempe setipis ATM, nakut-nakutin sembako naik terus," tegasnya.

Tidak basa-basi, politikus Nasdem ini menjelaskan, perilaku politisi yang membuat rakyat takut sesungguhnya politisi yang tidak mencintai Indonesia.

"Politisi seperti ini adalah politisi yang tidak mencerdaskan dan tidak mencintai Indonesia, karena hobinya menjelek-jelekan kondisi negara dan bangsa sendiri," tutupnya. []

Berita terkait
0
Menlu Blinken Sebut G7 Bertekad Dukung Ukraina
Menlu Blinken, 24 Juni 2022, menegaskan kelompok negara-negara industri maju (G7) bertekad melanjutkan dukungan mereka pada Ukraina