Plus dan Minus Jokowi Terapkan Upah Per Jam Karyawan

Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan skema upah per jam karyawan Jokowi sebenarnya belum cocok diterapkan di Indonesia.
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Aliansi Serikat Pekerja dan Serika Buruh Indonesia (ASPSBI) berunjuk rasa di Alun-alun Serang, Banten, Rabu 20 November 2919. Mereka menolak kenaikan upah minimum hanya berdasar nilai kebutuhan fisik minimum, menolak kenaikan iuran BPJS, serta menolak kebijakan upah murah. (Foto: Antara/Asep Fathulrahman)

Jakarta - Peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan skema upah per jam karyawan yang diwacanakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebenarnya belum cocok diterapkan di Indonesia.

"Karena belum adanya jaminan pengangguran seperti di negara maju," ucap Bhima kepada Tagar, Selasa, 31 Desember 2019.

Negara maju kata dia, memiliki jaminan sosial yang sudah baik. Skema upah per jam karyawan pun tidak ada masalah, sehingga banyak karyawan bisa bekerja di dua perusahaan berbeda untuk memenuhi kebutuhan.

Misalnya, jam 8 sampai 12 siang karyawan bekerja di perusahaan A. Kemudian jam 12 sampai 4 sore, karyawan tersebut bekerja di perusahaan B.

"Jika perusahaan memangkas jam kerja ada asuransi pengangguran. Jadi standar upah minimumnya tetap berjalan normal," tuturnya.

Sedangkan skema upah per jam karyawan di Indonesia, menurutnya belum memiliki jaminan sosial seperti itu. Jadi, belum ada jaminan juga sistem tersebut dapat menyejahterakan jika benar-benar diterapkan pada masyarakat Indonesia.

"Ketika pekerja diupah berdasarkan jam, kemudian jam kerjanya tidak cukup membiayai pengeluarannya, maka negara wajib hadir memberikan kesempatan kerja lainnya," tuturnya.

Baca juga: Omnibus Law Akan Atur Karyawan PHK Tetap Dapat Upah

Dampak Minus Upah Per Jam Karyawan

Penerapan skema upah per jam karyawan tanpa jaminan pengangguran menurutnya dapat berdampak negatif pada pekerja, salah satunya terkait penghasilan.

"Pekerja dilanda ketidakpastian pendapatan per bulan karena naik turunnya jam kerja ditentukan pengusaha bkan pekerja," ujar Bhima.

Selain itu, jika skema upah per jam karyawan benar-benar diterapkan secara nasional ada kemungkinan memengaruhi ekonomi Indonesia.

"Dikhawatirkan daya beli pekerja akan turun signifikan. Ini akan membuat ekonomi Indonesia yang ditopang konsumsi rumah tangga berisiko tmbuh dibawah 4,8 persen," ucapnya.

Dampak Plus Upah Per Jam Karyawan

Di sisi lain, skema upah per jam karyawan kata Bhima sebenarnya menguntungkan bagi pengusaha. Sebab, pengusaha dapat memangkas biaya pengeluaran ketika tidak dibutuhkan.

"Dikala produksi turun, beban biaya upah pekerja bisa berkurang karena disesuaikan dengan kebutuhan per jam nya," tuturnya.

Misalnya, saat kapasitas produksi turun dari 8 jam menjadi 5 jam per hari. "Otomatis upah pekerjanya juga turun," ujarnya. []

Berita terkait
Sistem Upah Per Jam Tak Hanya di Indonesia
Berdasarkan situs World Population Review, ada sepuluh negara yang memberikan upah per jam dengan nilai besar.
Kata Menaker Soal Sistem Upah Per Jam Karyawan
Menaker Ida Fauziyah mengatakan rencana Presiden Jokowi mengubah sistem upah per jam karyawan tengah dikaji dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Tolak Upah Per Jam, KSPI: Buruh Tak Absolut Miskin
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak sistem upah per jam untuk karyawan yang tengah dikaji pemerintah dalam Omnibus Law.
0
Riset: Polri Semakin Profesional dalam Penegakan Hukum
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dinilai semakin profesional dalam penegakan hukum dalam memasuki usia ke-76.