Plasma Konvalesen Terbukti Efektif, Menko PMK Ajak Mendonor

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ajak penyintas Covid-19 untuk mau menjadi pendonor.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. (Foto: Tagar/Kemenko PMK)

Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy ajak para penyintas Covid-19 untuk mau menjadi pendonor, rata-rata rumah sakit yang mengadakan donor plasama konvalesen mengaku masih alami kendala sulitnya mencari pendonor plasma konvalesen sementara yang membutuhkan semakin banyak.

Donasi plasma konvalesen secara nasional terus meningkat. Saya harap ini bisa menjadi faktor pengubah dan kita bisa menggerakkan semangat donor plasma konvalesen ini agar dapat menjadi faktor pembeda dari proses upaya kita untuk menangani Covid-19, di samping tentu saja vaksin dan 3T,

Terapi plasma konvalesen sendiri telah terbukti efektif sebagai upaya untuk dapat menyelamatkan nyawa pasien Covid-19. Banyak dari pasien Covid yang sudah menerima donor plasma konvalesen dan sembuh bahkan mengalami perkembangan penanganan Covid.

Muhadjir pun mengakui semenjak dicanangkan, donor plasma konvalesen alami 4 kali lipat peningkatan. Sedangkan menurut laporan Ketua Bidang Unit Donor Darah PMI Pusat Linda Lukitari, data PMI Pusat per-9 Februari 2020 mencatat jumlah pemenuhan kebutuhan plasma konvalesen sebanyak 15.738 kantong.

“Donasi plasma konvalesen secara nasional terus meningkat. Saya harap ini bisa menjadi faktor pengubah dan kita bisa menggerakkan semangat donor plasma konvalesen ini agar dapat menjadi faktor pembeda dari proses upaya kita untuk menangani Covid-19, di samping tentu saja vaksin dan 3T,” katanya saat Rapat Terbatas Kemajuan Pelaksanaan Donor Plasma Konvalesen melalui daring, pada Rabu, 12 Februari 2021.

Sementara, dr. Shinta Vera Renata Hutajulu, Sp.An-KIC dari RS Mayapada mengatakan bahwa yang menjadi kendala sulitnya mencari pendonor disebabkan oleh calon pendonor yang tidak memenuhi kriteria.

“Yang masih jadi pertanyaan juga saat ini yaitu apakah penyintas Covid-19 yang pernah mendapatkan terapi plasma konvalesen bisa menjadi pendonor,” ujarnya.

Ketua Konsil Kedokteran Indonesia Putu Moda pun menyampaikan berdasarkan uji klinik yang dilakukan pada 50 orang pasien di di RS. dr. Saeful Anwar Malang, orang yang diberikan terapi plasma konvalesen dibandingkan dengan yang tidak diberikan menunjukan bahwa bahwa untuk pasien dengan gejala ringan yang mendapat TPK sembuh 100%.

“Yang tidak diberikan jatuh pada level severe dan critical. Namun demikian pemberian TPK terhadap pasien dengan severe dan critical ill masih memberikan efek yang bagus karena TPK selain membunuh virus juga sebagai immunomodulatory,” katanya.

Namun, Putu mengatakan untuk biaya skrining calon pendonor plasma konvalesen mahal sehingga untuk menghemat biaya tidak semua penyintas Covid-19 menjadi donor. Penyintas yang memenuhi persyaratan tidak lebih dari 30%. Syarat agar donor, harus ada gejala demam sesak pneumoni sehingga titernya positif titernya sedangkan untuk orang tanpa gejala (OTG) hasil skrining semua negatif.

Berdasarkan hasil studi kasus pada uji klinik terapi plasma konvalesen, hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi plasma konvalesen adalah waktu pemberian, dosis awal, dan kadar titer antibodi dalam plasma konvalesen. Adapun waktu yang paling tepat untuk terapi plasma konvalesen adalah 14 hari pertama sejak gejala timbul atau 72 jam pertama sejak sesak timbul terutama untuk pasien yang masih ada komorbid.

Pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Abdul Kadir menyampaikan bahwa Kemenkes telah memberikan bantuan 4 paket alat kesehatan untuk percepatan pelayanan plasma konvalesen yaitu mesin apheresis, refrigerator, centrifuge dan plasma aggresis sudah didistribusikan ke 6 UTD PMI, yaitu PMI Pusat, UDD PMI Jakarta, UDD PMI Medan, UDD PMI Bandung, UDD PMI Sulawesi Selatan dan UDD PMI Jayapura dan 49 Rumah Sakit.

“PMI Pusat perlu berkoordinasi dengan UDD PMI yang sudah menerima bantuan alat dari Kemenkes untuk optimalisasi pemanfaatan alat tersebut. Selain itu identifikasi kembali berapa alat yang masih diperlukan dan rencana distribusi,” tambah Muhadjir.

Sementara itu, Muhadjir pun menekankan pentingnya 3T (testing, tracing, treatment). Dirinya berpendapat apabila 3T dilakukan sungguh-sungguh maka akan mampu menekan laju penularan Covid-19.

“Saya kaget waktu dapat laporan jumlah tracer kita tidak sampai 5 ribu seluruh Indonesia dan hampir 1.600 lebih ada di DKI. Jadi sebetulnya memang selama ini kalau dilihat dari jumlah tracernya, kita belum melakukan upaya 3T yang serius,” katanya.

Dirinya berharap atas kebijakan Presiden yang lebih mengedepankan pendekatan mikroskopik, terutama 3T, upaya penanganan Covid-19 dapat tertangani semakin baik.

Namun Menko PMK meyakini bahwa tingkat penyebaran Covid-19 yang paling tinggi dan lebih banyak justru terjadi pada level komunitas termasuk dari lingkungan keluarga di rumah.

“Saya yakin betul kalau 3T bisa kita lakukan sungguh-sungguh dan optimal, kita akan bisa mengatasi Covid-19 ini. Di samping juga tenaga tracer terus kita tingkatkan dan kita kerahkan semaksimal mungkin,” katanya. []

Berita terkait
Menko PMK: Penerapan PJJ Perlihatkan Kesenjangan Pendidikan
Muhadjir Effendy akui bahwa konsekuensi penerapan PJJ kian perlihatkan kesenjangan di dunia pendidikan Indonesia.
Menko PMK: Pendonor Plasma Konvalesen Meningkat 239 Persen
Muhadjir Effendy menyampaikan adanya peningkatan pendonor plasma konvalesen dari penyintas Covid-19 hingga 239%.
Hari Raya Imlek, Menko PMK: Manfaatkan Libur dengan Bijak
Muhadjir Effendy imbau umat Konghuchu untuk dapat merayakan Tahun Baru Imlek 2572 Kongzili secara sederhana dan bijak.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)